logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Masih Marah

BAB 14
Maira memang sudah memutuskan untuk memilih Ezhar, akan tetapi ia masih tak terima dengan alasan kekasihnya itu. Sesampainya di kediaman Ezhar, Maira memilih masuk ke kamar dan menguncinya. Ia lupa jika istana mewah itu milik lelaki yang beberapa bulan ini menjadi selingkuhannya. Dengan sangat mudah Ezhar sudah ada di dalam kamar, Maira menghela nafas karena kebodohannya.
"Masih marah?" Ezhar sengaja duduk di samping wanitanya yang masih terlihat malas bertemu dengannya.
"Kau pikir?" jawab Maira malas.
"Aku pikir kau sudah memaafkanku," ujar Ezhar sambil membelai lembut leher Maira dengan bibirnya.
Maira mendorong tubuh Ezhar, "Lepas!"
Ia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Namun lagi-lagi ia merutuki kebodohannya, sebelum ia menutup pintu kamar mandi dengan sigap Ezhar menahannya. Dan tanpa persetujuan Maira ia ikut masuk ke sana. Maira tak lagi bisa berkutik saat Ezhar mendorong tubuhnya ke tembok, Ezhar membisikan jika ia menginginkan sesuatu yang biasa mereka lakukan. Namun, Maira menolaknya.
"Jangan sentuh aku! Cepat keluar, atau aku yang akan pergi dari rumah ini!" Maira memberikan pilihan yang sulit bagi Ezhar. Tentu saja Ezhar lebih memilih untuk keluar dari sana, dari pada wanitanya yang pergi.
Ezhar kembali ke kamarnya, ia meremas kasar rambutnya. Ezhar sungguh tak mau kehilangan Maira. Otaknya pun berpikir keras untuk mendapatkan jalan keluar dari masalah ini. Setitik cahaya terang muncul di kepalanya, Ezhar meraih ponselnya di atas nakas. Ia langsung menghubungi seseorang yang di yakini bisa membantunya.
Tak lama seorang lelaki dengan pakaian santai mengetuk pintu kamar Ezhar. Ia pun masuk setelah di persilahkan oleh pemilik kamar.
"Gila lu Zhar! Lihat jam berapa sekarang?" umpat Roy saat sampai di kamar Ezhar.
"Kenapa? Kau tak sayang uangmu," ujar Ezhar yang langsung membuat sahabatnya tersenyum kecut.
"Oke. Ada apa di malam menjelang pagi begini menyuruhku datang?"
"Maira sudah tahu semua, dan sekarang dia marah padaku. Apa kau ada ide untuk meluluhkan hatinya?" Ezhar berharap sahabatnya yang satu ini bisa menolongnya.
Roy menyambar ponsel Ezhar yang sedang di pegang. Ia tampak serius memeriksa ponsel Ezhar. Tak lama senyumnya merekah, ia menyerahkan ponsel itu pada pemiliknya lagi.
"Ini ... hubungi dia!" perintah Roy.
"Tania? Untuk apa kau menyuruhku menghubungi jalang itu!" emosi Ezhar meluap.
"Sabar bro ... gini, maksudku kita bisa mempergunakan Tania untuk meluluhkan hati wanitamu itu.
"Aku masih tak mengerti dengan ucapanmu. Aku malas berurusan dengan si jalang itu!" Ezhar tampak tak suka dengan ide Roy.
"Hei ... bro, tak ada wanita yang pandai berakting sebaik Tania. Kau pasti tahu betapa hebatnya ia menipumu, jadi saranku temuilah dia. Minta bantuannya untuk menguji cinta Maira," Roy kembali memberi saran.
Ezhar terdiam merenungkan ucapan Roy. Ia pun juga sangat penasaran akan perasaan Maira yang sebenarnya.
"Baiklah ... aku ikuti idemu itu. Kalau berhasil aku akan memberimu hadiah," ucap Ezhar serius.
"Siap ... bos, semangat semoga berhasil. Jika benar dia wanita yang kau cari selama ini, pertahankanlah dia. Jangan biarkan ia lepas dari tanganmu, lagi pula suaminya sudah tak menginginkannya lagi. Aku pulang dulu, kasihan wanitaku kesepian di ranjang?" Oceh Roy dengan gaya khasnya.
Roy pun berlalu pergi, sementara Ezhar mulai menghubungi mantan kekasihnya itu.
[Aku ingin bertemu, besok di tempat biasa.]
Tulisnya di chat yang ia kirim pada Tania. Ia tak sabar menunggu hari saat kekasihnya itu menunjukkan perasaannya yang sebenarnya. Ezhar merebahkan tubuhnya di ranjang mewahnya. Matanya pun mulai terpejam, menyusuri alam bawah sadarnya.
°°°°
Tania tampak begitu bahagia saat sang mantan terindah mengajaknya bertemu. Ia berpikir jika lelaki itu masih mengharapkannya kembali, ia mulai merias diri sesempurna mungkin. Ia akan mempunyai pohon uang lagi, itu yang ada di otaknya.
"Kenapa si Ezhar bodoh sekali ya?" tanya Hani asal.
"Apa maksudmu?" Tania tampak tak suka dengan ucapan Hani.
"Ya itu ... mau-maunya dia mengajak kamu bertemu. Kan sudah tahu kalau kamu yang membohonginya?" jelas Hani.
"Aku tak peduli dengan pemikiranmu. Yang terpenting pohon uangku akan kembali, dah ... aku pergi dulu. Pangeranku sudah menunggu," ujar Tania dengan senyum yang lebar.
Hani hanya tersenyum menatap kepergian sahabatnya. Ia berharap Ezhar tak lagi tertipu dengan Tania. Meski ia adalah sahabat baik Tania, Hani merasa kasihan dengan lelaki itu.
°°°°
Tania sudah duduk manis di meja yang sudah ia pesan, senyumnya makin mereka saat melihat sosok yang ia tunggu. Ezhar dengan gaya khasnya berjalan menuju meja Tania.
"Hai ...," sapa Tania saat Ezhar sampai di mejanya.
"Hai," Ezhar menyapa balik Tania dengan sikap dinginnya.
Seorang pelayan pun datang menghampiri mereka, menawarkan beberapa menu andalan di sana. Ezhar mempersilahkan Tania untuk memesan sesuatu. Sementara ia hanya memesan air putih saja.
"Ada apa kau mengajakku bertemu?" Tania memulai percakapan.
"Aku butuh bantuanmu," ucap Ezhar datar.
Senyum Tania memudar dengan sendirinya, saat mendengar kalimat yang keluar dari bibir Ezhar. Ternyata tebakannya salah. Alasan Ezhar mengajak bertemu bukan karena lelaki itu masih mencintai dirinya, melainkan hanya membutuhkan bantuannya saja.
"Apa?" Tania mencoba menghilangkan kekecewaannya.
"Aku mau kau membantuku membuat kekasihku cemburu."
Deg
Entah mengapa hati Tania begitu sakit mendengar Ezhar memiliki kekasih. Ia pun berpikir betapa sakitnya hati Ezhar saat tahu di permainkan olehnya.
"Apa sesakit ini rasanya, saat mendengar orang yang masih kita cintai telah mencintai wanita lain?" ucapnya dalam batin.
"Tania, apa kau mendengarku?" suara Ezhar menyadarkan Tania dari lamunannya.
"Hah ... eh iya, aku bisa membantumu. Itu hal yang sangat mudah," lagi-lagi Tania menutupi rasa sakit yang di rasakannya dengan senyum palsu.
"Baiklah, mulai hari ini kau bisa bekerja. Ini ada beberapa uang, anggap saja sebagai DP. Sisanya akan ku berikan saat tugasmu sudah selesai. Kau bisa datang ke rumaku kapan pun kau mau, Aku permisi," setelah menjelaskan semua Ezhar berpamitan.
Tanpa terasa buliran air mata mulai membasahi wajahnya. Tania bingung dengan apa yang di rasakannya saat ini. Jujur saja, ia masih berharap Ezhar masih mencintainya. Karena setelah perpisahan mereka, Tania baru menyadari kehadiran lelaki itu.
Cinta yang tulus, selalu terpancar dari manik Ezhar. Yang tak pernah ia lihat di mata lelaki lain. Menyesal? Ya, itu yang Tania rasakan. Namun, ia tak bisa mengubah bubur menjadi nasi lagi. Ia juga tak mampu membalikkan arah jarum jam yang sudah bergerak maju.
Mungkin inilah karma yang harus ia jalani, karena luka yang ia torehkan pada Ezhar sangatlah dalam. Mungkin dengan membantunya bisa sedikit mengurangi rasa bersalahnya. Sebisa mungkin ia akan membantu mantan kekasihnya itu.
Bersambung...

Komentar Buku (314)

  • avatar
    Ony

    kurang memasyarakat

    17d

      0
  • avatar
    MashidayahNurul

    suka bestnya

    21d

      0
  • avatar
    Jemmy Khan

    lanjut

    29d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru