logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 KAKAK TERBAIK

“Cha, kamu dapat surat tuh.” Ucap Henny teman sebangkunya.
“Dari siapa?”
“Entah. Pas aku datang surat itu udah ada disini.” Henny menyerahkan surat beramplop warna pink penuh bunga-bunga dan harum yang ada di laci meja Icha.
Icha membuka surat dengan terburu-buru, tanpa membaca isi surat, dia langsung melihat nama pengirim. Lalu dia merobek dan membuang surat ke keranjang sampah.
“Dari siapa?” Tanya Henny.
“Kak Sakti.” Jawab Icha singkat.
“Apa mungkin ini ulah Nadia lagi?”
“Mungkin.” Icha menaikkan bahunya. Banyak kemungkinan Nadia dan teman-temannya yang melakukannya.
“Maunya Nadia apa sih?” Henny enggak habis fikir dengan jalan fikiran Nadia dan teman-temannya.
“Dia ingin aku terlihat murahan karena seneng dapet surat cinta kayak gitu, terus nanti dia olok-olok aku, ditunjukkan ke semua orang bahwa dia cuma ngerjain aku tapi aku hanya baper, keGRan.”
“Terus, kalau kamu kayak gitu dia dapat apa?” Henny masih enggak habis fikir.
“Ya paling tidak, nama dia sebagai perempuan cantik yang tidak murahan tetap melekat padanya.”
“Kurang kerjaan. Belajar kek, biar enggak remidi melulu.” Ucap Henny sebal. Icha hanya mengangguk setuju.
Memang benar apa yang Henny katakan. Dari pada Nadia bikin ulah, menjelek-jelekkan Icha, lebih baik dia belajar yang rajin, tunjukkan prestasinya kalau ingin dianggap lebih baik dari Icha.
Kalau memang tidak bisa mengunguli, jangan lantas menjatuhkan nama baik teman seperti yang Nadia lakukan saat ini. terlalu pengecut menurut Icha. Padahal kalau Nadia lebih berprestasi darinya, Icha tidak akan iri atau marah atau kesal.
Tapi cara Nadia yang curang ini membuatnya jengah. Icha sering tidak nyaman berada di kelasnya sendiri. Dia sering dianggap cari perhatian hanya karena nilainya diatas rata-rata dan selalu masuk rangking tiga besar.
Saat istirahat, Icha dan Henny sedang makan bakso kesukaan mereka di kantin. Tiba-tiba Sakti datang mendekatinya dan duduk di depan Icha.
“Kamu udah baca surat dari aku?” Tanya Sakti pada Icha.
Icha dan Henny saling berpandangan. Ternyata surat itu benar-benar dari Sakti. Padahal dia belum sempat membacanya dan langsung membuangnya.
“Udah, Kak.” Jawab Icha ragu-ragu.
“Terus gimana?” Tanya Sakti menunggu kepastian.
“Gimana apanya?” Icha bingung. Dia bahkan tidak membaca apa isi surat itu sama sekali.
“Kita jadian mulai sekarang.” Jawab Sakti mantap.
“Kok bisa?” Icha dan Henny menjawab bersamaan karena terlalu kaget.
“Bukannya kamu suka sama aku, dan aku sekarang menyadari aku juga menyukaimu.”
“Aduh, Kak. Kakak dengar kabar hoax dari mana? Jangan percaya gosip murahan deh, Kak. Icha itu sudah ada jodohnya.” Jawab Henny kesal karena dengan pedenya Sakti mengucapkan kata-kata yang menjijikkan menurutnya.
“Siapa?” Tanya Sakti.
Icha memelototi Henny untuk tidak mengatakan apapun. Icha yakin, orang yang dimaksud Henny adalah Rahman.
“Ada deh.” Jawab Henny setelah cubitan kecil mendarat di pahanya. Henny meringis kesakitan mendapat cubitan itu secara tiba-tiba.
“Yang sering antar jemput kamu itu, Cha?” Tanya Sakti penasaran.
Icha hanya diam tidak menjawab pertanyaan Sakti. Henny pun hanya mengabaikan dan melanjutkan makannya.
“Kok kamu bilang gitu sih.” Ucap Icha kesal setelah Sakti pergi.
“Kamu mau Kak Sakti terus mengganggumu dan menganggapmu mengejarnya?”
“Enggak sih, tapi kalau Kak Rahman tahu, enggak enak akunya.”
“Emang Kak Rahman siapa kamu?”
“Kakak aku.”
“Bener cuma Kakak?” Tanya Henny sambil menekankan kata kakak.
“Iya.”
“Kamu tanya deh perasaan kamu ke dia. Tanya hati kamu sendiri, enggak perlu dijawab kenceng. Rasakan, resapi arti dia bagimu.” Henny menunjuk dada Icha.
Icha yang tidak pernah dekat dengan lelaki lain kecuali abah dan abangnya merasa sangat bergantung pada Rahman. Dia menganggap kedekatannya dengan Rahman yang memang dekat dengan keluarganya adalah hal yang wajar. Dia hanya merasa setiap kejadian yang menimpanya, Rahmanlah orang pertama yang mengetahuinya. Tidak jarang Rahman membantunya.
Karena sering bertemu dan bersama, selalu teringat pada Rahman adalah hal yang sangat wajar bagi Icha. Apalagi sekarang Rahman juga tinggal di rumahnya karena tempat kerja Rahman dekat dengan rumah Icha. Lelaki yang usianya lebih tua hampir sepuluh tahun itu membuatnya merasa nyaman. Banyak hal yang mereka lewati bersama. Bahkan ketika Icha sedih, Rahmanlah yang mendampinginya, menghiburnya dan membesarkan hatinya.
“Dia udah kayak kakak buat aku. Dia selalu mendengarkan keluh kesah aku. Dia baik seperti abangku. Dia menyayangiku seperti adiknya sendiri. Adik dia kan jauh, makanya dia anggap aku adiknya di sini.” Icha menghitung hal-hal tentang Rahman dengan jari tangannya.
“Bener cuma seperti adiknya?” Henny masih yakin bahwa perasaan Icha dan Rahman lebih dari itu.
“Iya.” Jawab Icha singkat.
“Kamu kira cuma kamu yang mempunyai abang? Aku juga punya. Tapi abang aku juga enggak seperhatian itu. Bang Arga aja enggak seprotektif itu sama kamu. Malah Kak Rahman yang kelihatan lebih ngejaga kamu.”
Pernyataan Henny enggak salah. Memang Rahman lebih posesif dari pada abang atau ayah Icha sendiri. Apalagi ketika Icha sakit. Rahman lebih terlihat sedih dan khawatir dari pada abangnya. Tapi dia masih yakin, bahwa itu semua karena Rahman menganggapnya adik dan dia menganggap Rahman sebagai kakak.
“Beneran, Hen.” Icha masih memegang kuat argumennya.
“Enggak tahu lah. Entah kapan kamu akan sadar perasaan kamu itu. Tapi inget, jangan sampai saat kamu sadar, Kak Rahman udah jauh dari hidup kamu. Kamu akan menyesal seumur hidup.”
“Kamu ngomong apa, sih? Kak Rahman selamanya kakak aku, dia enggak akan meninggalkan aku. Dia udah kerja di sini, jadi dia akan tinggal di sini terus.” Icha cemberut. Dia tidak pernah membayangkan Rahman jauh dari sisinya.
“Capek ngomong sama orang enggak peka.” Henny meninggalkan Icha untuk membayar makanannya. Sedangkan Icha kesal dengan Henny yang sok tahu dengan perasaannya.
“Kenapa manyun lagi?” Tanya Rahman saat menjemput Icha.
“Tadi Icha dapat surat cinta dari kakak kelas.”
“Terus? Kamu terima perasaannya?”
“Enggak. Dia mikir aku mengejarnya. Makanya dia pede banget aku bakal menerima perasaannya.”
“Karena Nadia?”
“Iya. Siapa lagi.”
“Tapi kamu enggak kenapa-napa, kan?”
“Enggak sih. Dia hanya yakin aku bakal menerimanya. Tapi Henny bilang….” Icha memandang Rahman ragu. Haruskah dia meneruskan kalimatnya. Bagaimana kalau Rahman tidak berkenan dan marah padanya.
Rahman menoleh, menunggu Icha meneruskan kata-katanya. Tapi wajah Icha tampak ragu.
“Kenapa?” Tanya Rahman saat tahu Icha menghentikan omongannya.
“Kakak jangan marah ya.” Pinta Icha memohon.
“Henny bilang apa?”
“Aku udah dijodohin sama Kakak. Biar enggak ada yang gangguin aku lagi.”
Rahman tersenyum. “Yang penting enggak ada yang gangguin kamu lagi.”
“Kakak enggak marah?”
Rahman hanya tersenyum lalu menggeleng.
“Tapi kalau kakak udah ketemu jodohnya, bilang sama aku ya. Biar aku jelaskan ke dia kalau kita cuma pura-pura.”
Rahman hanya mengangguk, lalu kembali memalingkan pandangannya lurus ke depan. Icha tampak lega karena Rahman tidak marah padanya.
Kejadian-demi kejadian, masalah demi masalah selalu Rahman yang terlebih dahulu tahu. Apalagi ketika ada teman pria yang berusaha mendekati Icha, Rahman lebih posesif dari pada abah dan abangnya. Icha pun semakin nyaman dengan Rahman. Karena Icha sadar, ketika dia bercerita pada abangnya, dia hanya di cie-ciein lalu menjadi bahan roasting di dalam keluarganya.
Sementara ketika bercerita dengan Rahman, dia selalu mendapat solusi. Rahman adalah solusi bagi jutaan masalah yang dialami Icha. Setiap kali dia mendapat masalah, Icha akan berlari mencari Rahman.
Sedangkan bagi Rahman, dia yang pernah mengalami jatuh cinta sebelum ini dan bagaimana dia dicintai, dia menyadari bahwa Icha sangat berarti baginya. Dia tidak pernah ingin Icha bersedih atau terluka.
Meskipun perasaan itu wajar karena mereka sudah sedekat ini, tapi Rahman yakin perasaannya pada Icha bukan sekedar perasaan sayang antara adik dan kakak. Tapi Rahman juga menyadari, Icha yang usianya belum genap tujuh belas tahun yang belum merasakan jatuh cinta tidak akan mengerti hal itu.
Rahman pun memlih untuk memendam perasaannya sendiri. Tidak akan dia ungkapkan pada Icha, sampai Icha yang menyadarinya sendiri.

Komentar Buku (177)

  • avatar
    KERTASKEMBANG

    Aspal di pegunungan memang penuh dg lika liku. Namun, setelah tiba di pantai, kita akan dibuat takjub olehnya. Begitupun dengan cinta, yg penuh dg anu anuan 🤣🤣 semangat Kak Othor kesayangan 😘😘

    11/06/2022

      1
  • avatar
    Husainiezharith

    eitdiyits

    26d

      0
  • avatar
    AgfrinaEunike

    mantap

    13/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru