logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2 Pertemuan awal

Terhitung sebulan Aileen tinggal di rumah Katrin, rumah megah yang dibangun ditengah-tengah puncak menampakkan pemandangan yang begitu indah.
"Selamat pagi," sapa Aileen saat tiba diruang makan.
"Pagi sayang, udah rapi aja masih pagi," Katrin menyerahkan roti yang sudah ia oles selai pada keponakannya.
"Iya, Ay ada kelas jam delapan. Bibi juga udah rapi, mau kemana?"
"Bandara, mau ikut?" balas Katrin bertanya.
"Ngapain?" tanya Aileen dengan mulut penuh makanan.
"Jemput paman sama sepupu kamu." Aileen terbatuk mendengar ucapan Katrin, ia segera meneguk cepat susu digelasnya.
"Iya, Ay ikut." ucapnya mantap, pamannya sudah sangat baik membiarkan dia tinggal disini dan membiayai kuliahnya, dia harus menghargai kebaikan itu.
"Yaudah, selesai kelas kabarin biar Bibi singgah di kampus, sekalian bibi mau bayar uang semester depan kamu." Aileen tersenyum lebar, dia memeluk Bibinya itu dengan sayang.
"Ay berangkat ya, Bi, dadah," Aileen mencium tangan Katrin, ia sudah terbiasa seperti itu pada kedua orangtua-nya sejak sekolah. Sampai didepan rumah, Aileen langsung masuk ke dalam mobil yang ia tumpangi sebulan ini, dia sudah mengatakan pada Katrin untuk tidak menyediakan mobil dan supir seperti ini namun Katrin bersih keras agar keponakannya itu diantar jemput supir, selain Aileen tidak tahu mengemudi, letak rumah ini juga jauh dari pemukiman, tidak ada angkutan umum yang melintas disini.
Tidak sampai satu jam Aileen tiba didepan sebuah gedung, itu gedung fakultas hukum, tempat ia menimbah ilmu saat ini.
"Makasih pak," ucap Aileen pada supir yang mengantarnya kemudian turun dari mobil, celana jeans panjang berwarna putih, kameja baby blue lengan panjang, rambut panjang tergerai, sneakers putih dan tas salempang. Membuat Aileen terlihat begitu manis, ia berjalan melintasi koridor menuju kelas dengan buku besar dipelukannya.
"Tumben kamu tidak terlambat hari ini," Aileen tersentak saat seseorang tiba-tiba berbicara tepat disampingnya.
"Eh bapak, selamat pagi pak. Aku tidur lebih awal tadi malam makanya pagi ini bangun gak kesiangan kayak biasa." jawab Aileen santai, dosen disampingnya ini tidak terlalu suka berbincang formal. Dosen muda berusia dua puluh lima tahun namun terlihat seperti berondong delapan belas tahun dengan wajah tampannya.
"Padahal saya lebih suka kamu telat." ucapnya membuat Aileen menoleh padanya dengan bingung.
"Kenapa gitu? Kan bagus, bapak gak perlu hukum dan berdiri panas-panasan buat mantau aku," komplen Aileen.
"Ya, justru itu, saya lebih suka mantau kamu nyapu lapangan berjam-jam."
"Bapak aneh, aku telat dihukum, gak telat, disesali. Mending aku gak ngampus sekalian aja, ya?" Aileen meletakkan jari telunjuk didagu menimbang-nimbang ide konyolnya.
"Kalo gitu hukuman kamu nambah,"
"Nambah gimana?"
"Jadi istri saya." Aileen menghentikan langkahnya, jantungnya meronta saat ini.
"B-bapak, Bapak-"
"Bercanda, pipi kamu sampai merah gitu, kayak tomat." dosen itu mengacak rambut Aileen dan berbelok memasuki kelas, Aileen menyusulnya dengan kesadaran yang belum sepenuhnya kembali.
"Selamat pagi."
"Pagi pak Erlan!" sorak seisi kelas menyambut kedatangan dosen yang bernama Erlan. Erlan terkekeh menatap Aileen yang berjalan didepan kelas dengan pelan, gadis itu masih belum sadar.
"Ay? Lo kok bengong mulu dari tadi,"
"Hah?" Aileen tersadar dari lamunannya saat teman sebangkunya bersuara, ia menggeleng dan kembali fokus mendengar penjelasan Erlan, tanpa sadar dia malah mengagumi ketampanan dosen yang sudah ia kenal hampir tiga bulan itu.
Tidak terasa tiga jam berlalu.
"Hei, bisa kau jabarkan apa maksud dari tulisan saya dipapan tulis?" Aileen menatap kiri dan kanan menemukan semua pasang mata mengarah padanya.
Mampus gue! Aileen menggerutu dalam batin, ia menggigit bibir bawahnya.
"M-maaf pak, saya kebelet pipis, boleh saya izin ke toilet bentar?" Erlan menahan tawanya melihat wajah gugup Aileen.
"Jangan beralasan, kamu tidak bisa menjabarkan apa yang sudah saya jelaskan panjang lebar. Sekarang juga, ikut ke ruangan saya," tegas Erlan kemudian berjalan keluar kelas, Aileen cepat-cepat mengemasi barang-barang Erlan dimeja depan kelas dan mengikuti pria itu sambil beegumam tidak jelas.
"Aileen?" langkah Aileen dan Erlan terhenti saat seseorang memanggil, Aileen menoleh dan mendapati Bibinya yang datang menghampiri mereka, dalam hati Aileen bersorak karena Katrin datang menyelamatinya.
"Bibi," sapa Aileen membuat Erlan berdehem menetralkan detak jantungnya.
"Selamat pagi," sapa Erlan terlebih dahulu.
"Pagi juga. Bapak pasti dosen Aileen, bagaimana dia di kelas, pak? Pasti rajin banget, kan? Aileen ini lulusan terbaik di sekolahnya." tegas Katrin membanggakan Aileen sedangkan yang dipuji malah memejamkan mata sambil mengulum bibir.
"Ah, iya. Aileen sangat berprestasi, dia selalu aktif dalam semua mata pelajaran." jawab Erlan menatap Aileen yang kini menunduk, dari intonasi suaranya sangat jelas ia sedang mengejek muridnya itu.
"Oh ya? Bagus dong. Bibi bangga sama kamu sayang," Aileen tersenyum sampai matanya tertutup menatap bergantian Katrin dan Erlan.
"Ini?" Katrin menunjuk tas dipelukan Aileen dengan bingung.
"Oh anu Bi, tadi kepala pak Erlan kebentur pas keluar kelas jadi Aileen bantu bawain barang-barangnya hehe," tutur Aileen cepat, Erlan menarik napas panjang mendengar itu.
"Oh gitu, yaudah kalo gitu Bibi tunggu kamu di mobil ya, paman kamu setengah jam lagi udah tiba di bandara." Aileen mengangguk mantap saat Bibinya berpamitan dan berlalu.
"Argh, argh, ampun," Aileen berjalan berjinjit mengikuti kemana arah Erlan membawanya sambil menjewer telinganya.
"Kepala saya kebentur? Kamu doain saya, hm?" tanya Erlan saat tiba diruangannya.
"M-maaf pak, saya gak bermaksud," jawab Aileen kikuk.
"Hukuman kamu bertambah jadi dua." mata Aileen melotot mendengar itu.
"Jadi tiga."
"Kok gitu?"
"Jadi empat."
"Pak-"
"Jadi lima." Aileen diam tak menimpali, tidak ingin hukumannya beranak menjadi sepuluh.
"Kau boleh keluar, hukumannya nanti kapan-kapan."
"Huftt," Aileen segera berlari meninggalkan ruangan itu, bisa-bisa hukumannya menjadi 100 jika ia berada disana 5 detik lagi.
***
"Aileen, kamu harus lebih terbiasa tinggal bareng paman, ya? Dia emang gak banyak bicara, tapi aslinya penyayang, kok," ucap Katrin, mobil mereka kini terparkir dipintu masuk bandara.
"Iya, Bi. Ay gak bakal bandel apalagi kurang ajar, paman udah baik banget ngizinin Ay tinggal dirumahnya," balas Aileen.
"Kamu juga harus bisa maklumin sikap Gavin ya, sayang, dia emosian, Bibi harap kamu bisa sabar ngadepinnya, kalian bakal kerja sama ngebantu paman ngurusin bisnis disini," lanjut Katrin membuat Aileen menarik napas dalam.
"Ay janji gak akan ngecewain Bibi." ucap Aileen memeluk Katrin.
Sekitar 10 menit menunggu, akhirnya dua orang pria dengan pakaian serba formal menampakkan diri dipintu keluar bandara, Katrin dan Aileen segera keluar dari dalam mobil menyambut mereka.
"Maaf telat, Gavin tadi ke toilet lama banget," ucap lelaki yang tidak lagi muda namun sangat berkharisma.
"Kamu kurusan sayang," Katrin memeluk suaminya, satu tahun berpisah negara terasa seperti puluhan tahun baginya.
"Aileen, bagaimana kabarmu?" tanya pria itu.
"Ay sehat, paman, paman apa kabar?" balas Aileen sopan.
"Seperti yang kamu lihat, paman juga sehat," balas Osvaldo, paman Aileen.
"Apa kabar, nak?" tanya Katrin berdiri didepan Gavin yang tingginya jauh diatasnya, mata Gavin dihalangi dengan kaca mata hitam, bibir pria itu terlihat sama warna dengan kulit wajahnya yang cerah, terlihat pucat seperti orang sakit.
"Baik, mami gimana?" Katrin tersenyum hangat.
"Mami sehat," balas Katrin memeluk putranya itu.
"Ayo sayang, aku lelah pengen cepat-cepat istirahat," ajak Osvaldo yang sangat jelas memancarkan kelelahan dari raut wajahnya.
"Gavin, kamu mau ikut ke rumah atau langsung ke apartemen?" tanya Valdo.
"Apart belum dibersihin," balas Gavin seadanya dan langsung masuk kedalam mobil.
Setelah supir memasukkan koper keduanya kedalam bagasi, mereka berlalu menuju rumah Valdo yang letaknya diatas puncak, dari penghasilannya ia bisa membeli rumah dipusat kota yang lebih mudah untuk ia pergi kesana kemari, namun entah apa alasannya pria itu bahkan tidak mau lama-lama meninggalkan rumah yang dikelilingi dinding kaca itu.
"Ingat, mulai sekarang kita akan selalu makan malam bersama, selagi Gavin masih tinggal dirumah dan Aileen belum padat jadwal." ujar Valdo dengan mata terpejam.

Komentar Buku (50)

  • avatar
    9235Strawberry

    best

    6h

      0
  • avatar
    Ferry Kurni Awan

    oke baik

    23d

      0
  • avatar
    AinulSiti

    i like it

    16/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru