logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 DRAMA

ELA
Gawat, mas Adnan menelpon terus. Ia pasti sudah ada di rumah. Aku sengaja tidak mengangkat panggilan sebab belum punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang akan dilemparkan. Lebih baik disenyapkan saja agar tak terdengar. Anggap tidak pernah berdering.
Reputasiku bakal hancur kalau pulang terlambat. Bisa bisa citraku yang telah baik di matanya berubah menjadi buruk. Efeknya tingkat kepercayaan Mas Adnan akan turun drastis.
Kupikir dia akan pulang jam sepuluh atau sebelas malam. ‘Kan katanya banyak kerjaan yang belum diselesaikan. Kenapa juga sudah pulang sekarang. Dasar plin plan!
“Macet sialan! Bangsat, gue buru-buru, Woy!”
Kupencet klakson hingga suaranya membahana. Persetan dengan kekesalan orang-orang sebab telinganya pekak. Salah sendiri menghalangi jalanku.
Dan, untuk beberapa menit terjadilah persaingan klakson dari pengemudi bar-bar. Sumpah, rasanya ingin keluar dan meluapkan emosi dengan memarahi orang-orang sialan itu.
Tapi ditahan. Khawatirnya bisa berbalik pada diri sendiri. Bagaimana coba kalau mereka menyerang bersama dan menunjukku sebagai biang keributan.
Lebih parahnya lagi kalau keributan ini berujung di kantor polisi. Masalahnya bisa jadi rumit dan menghancurkan kredibilitasku di hadapan mas Adnan. Jadi lebih baik nikmati saja kesialan ini.
Setelah tiga puluh menit mencak-mencak akibat macet panjang, jalanan kembali lancar. Aku langsung tancap gas sebab berpacu dengan waktu. Mungkin sekarang aku seperti orang kesurupan dalam melajukan kendaraan. Sudah malam hingga tidak ada polisi berjajar.
Oh, shit, sudah jam sembilan! Kurang ajar! Bagaimana ini? Sebentar-sebentar, harus ada cara agar bisa berdalih di hadapan mas Adnan. Apa, ya?
Sambil mengemudikan mobil aku terus berfikir. Aku tidak boleh terlihat buruk dimata Mas Adnan maka harus ada sesuatu yang bisa menghapus keburukan ini.
Kira-kira alasan apa yang harus aku sodorkan agar terlihat bersih di sisinya. Hubungan yang sedang indah-indahnya tidak boleh retak hanya karena kesalahan hari ini. Hal ini gawat sebab nanti akan membuat kesempatanku untuk menguasainya jadi berkurang.
Mas Adnan tidak boleh memandang bahwa istrinya ini liar. Yang harus tertancap dibenaknya adalah aku
Sempurna dan wajib dipertahankan. Apalagi aku belum dibawa ke keluarganya sehingga belum jelas bagaimana sikap orang-orang di sana.
Jika aku sudah tercela di matanya saat ini, maka akan fatal akibatnya. Kalau keluarganya menentang keberadaanku habis-habisan, mas Adnan takkan 100 persen membela. Dan itu berbahaya.
Aku dapat ide! Ya, aku harus kecelakaan, tapi tak boleh berat sebab belum mau mati. Tapi kecelakaan itu harus di tempat ramai agar ditolong orang-orang dan dibawa ke rumah sakit. Kalau perlu polisi yang menangani hingga akan dihubungilah mas Adnan.
Mataku memantau keadaan jalan dalam rangka mencari tempat yang pas untuk menabrakkan mobil. Harus agak keras agar terjadi benturan yang membuat kendaraan ini rusak. Namun tak boleh sampai mencelakakan diri sendiri.
Itu dia!
Aku mengarahkan mobil pada trotoar yang ada di sebelah minimarket.. Di sana juga terdapat beberapa penjual makanan yang mangkal dengan gerobaknya.
Menit berikutnya, aku menjerit sebab mobil telah ditabrakan ke badan jalan hingga terjadi benturan keras. Rupanya ini terlalu keras sebab tubuh ini merasakan sakit akibat ikut terbentur. Bahkan, sekarang kesadaran mulai melemah dan akhirnya hilang sama sekali.

“Sayang, syukurlah kamu sadar,” ucap mas Adnan sesaat setelah aku membuka mata. Wajahnya terlihat cemas berlebihan. Tangan lelaki itu mengusap pipiku dengan penuh kelembutan.
Drama berikutnya harus dimainkan. Kecemasannya musti ditambahkan. Biar kesalahanku langsung terhapus di benaknya.
“Maaf membuat mas cemas, aku sangat buru-buru mengendarai mobil takut Mas marah, jadi nabrak,” ucapku dengan suara dibuat selemah mungkiin.
“Ssst, udah jangan dibahas. Yang penting sekarang kamu sembuh,” jawab mas Adnan sambil meletakkan telunjuknya di bibir ini. Tanganku meraih jari itu, lalu berkata lagi.
“Aku juga salah udah bikin Maa cemas karena pulang terlambat. Aku memang istri yang gak baik, Mas. Hukum aja aku Mas.”
Wajah mas Adnan makin tertekan. Mungkin dia sudah merasa sangat bersalah sekarang. Untuk lebih menambah tekanan, aku pun mulai menangis.
“Mas gak marah, Jangan nangis, lagi Sayang. Mas jadi sedih banget.”
Aku meningkatkan tangisan agar mas Adnan makin sedih. Hmm, kamu takkan bisa marah, Mas, sebab aku ini pemain drama terhebat. Ah, hangatnya pelukanmu ini, Sayang. Semoga kamu jadi laki-laki bodoh selamanya.
*
“Udah jenguk anak-anak, Mas?” tanyaku seminggu sepulang dari rumah sakit. Saat ini harus berlagak seperti ibu peri agar lelaki ini makin dalam keterikatannya.
“Belum, Sayang. Aku sibuk banget jadi belum sempat, “ jawab mas Adnan tanpa merasa bersalah. Itu artinya dia memang telah terbeli olehku. Rasanya ingin jingkrak-jingkrak, tapi tak mungkinlah. Bisa gagal pencitraan.
“Ya, ampun, Mas. Sudah satu bulan kamu gak nemuin mereka. Kasihan banget anak-anak. Mas ini gimana, sih. Nanti aku lagi yang disalahkan sebab melarang suami menjenguk anak-anak!”
Kubuat suara agak tinggi supaya terkesan kesal. Mas Adnan langsung menoleh dan berkata,”Kamu baik banget, perhatian sama anak-anak. Makasih, ya, Sayang. Besok aku akan mengunjungi mereka.”
Kunjungi saja, Mas, tidak masalah sebab aku yakin kamu takkan pernah kembali pada mereka seperti semula. Sementara biarkan saja mas Adnan tetap dekat dengan anaknya. Tunggu saja tanggal mainnya, kamu akan melupakan masa lalu hingga tak bersisa.

Komentar Buku (154)

  • avatar
    Imas Yuniahartini

    cerita novelnya sangat bagus,bisa di jadikan contoh dlm kehidupan.

    13/06/2022

      0
  • avatar
    AtayaRasya

    bagus

    9d

      0
  • avatar
    GamingFatwal

    banyak sangat pengunjung

    27d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru