logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

7. Tragedi Dimulai

"Belum, Lis. Aku belum mati."
Lilis terbelalak. Dia menjerit seraya mundur menjauh, gadis itu masih tidak percaya dengan sosok yang berada di hadapannya. Bagaimana mungkin Hana masih hidup?
"Pergi kau, pergi! Kau sudah mati!" Lilis menggeleng berusaha menyadarkan diri.
Sosok Hana terus mendekat, akhirnya mereka berdua saling berhadapan. "Lilis ... aku masih hidup." Hana mengulang, dia tersenyum, senyuman yang terlihat mengerikan. Tidak lagi seteduh dulu.
Lilis sempat merutuki kebodohannya menghabisi nyawa pelayan sialan itu di malam hari, karena pada akhirnya dia harus berhadapan dengan Hana. Lilis masih terus menyangkal bahwa sosok yang berada di hadapannya ini bukanlah Hana, melainkan setan.
"Aku datang untuk meminta bayaran atas apa yang kuterima waktu itu," kata Hana cukup tenang.
Lilis menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tidak! Wanita di depannya bukan Hana. Perempuan miskin dan lemah itu tidak pernah mengancamnya seberani ini.
Hana tersenyum sinis. Lilis berusaha menjauh saat Hana mendekat. Namun perempuan berjubah hitam itu justru menarik rambutnya lalu menyentak Lilis hingga berhadapan dengan Hana. Seluruh tubuh Lilis merinding luar biasa.
Melihat Lilis menutup matanya rapat-rapat Hana kembali bersuara. "Apa kau tidak merindukan kakak iparmu ini, Lis?"
"Kau setan!" bentak Lilis kasar. Dia sangat yakin kalau sosok yang berada di depannya ini bukanlah Hana, melainkan setan. Tidak mungkin wanita itu masih hidup setelah dianiaya dan dikubur hidup-hidup.
"Berisik!"
Tangan kanan Hana bergerak mencengkeram leher Lilis dan menekannya, Lilis memberontak dan memukul tangan yang mencengkeram lehernya. Gadis itu mulai sesak napas.
Dengan satu gerakan, Hana menarik Lilis ke atas, kemudian menjatuhkannya ke tanah dengan cukup keras. Suara berdebum diiringi ringisan langsung memecah sunyi hutan tersebut.
Lilis merintih kesakitan sambil terbatuk-batuk. "Dasar laknat! Sudah kuduga, kau memang bersekutu dengan iblis!" sahutnya menatap Hana dengan tajam.
Hana balas menatapnya dengan angkuh. Tidak peduli dengan ucapan gadis itu. Lihatlah, bahkan sampai kini hinaan Lilis padanya tidak berubah. Kata-kata kotor itu selalu keluar dari mulutnya.
Diana yang terkapar di tanah akibat perbuatan Lilis berusaha menguatkan diri untuk bangun, sedangkan beberapa orang suruhannya turut kabur. Mereka tidak berani melawan Hana yang terlihat seperti manusia dirasuki roh.
"Apa yang kau inginkan? Kau ingin membunuhku? Jangan mendekat, kau akan mati jika memdekatiku." Lilis menggenggam kuat jimat pemberian Nyai Dasimah. Jimat yang diyakini dukun itu mampu melindunginya dari Hana.
Hana malah tertawa mendengar kalimat ancaman itu. Dulu ia memang takut dengan ancaman apa pun yang keluar dari mulut busuk adik iparnya ini. Ia selalu takut jika ibu mertuanya marah. Karena setiap kali Risma marah, ia akan memukuli Hana tanpa ampun.
"Kau dan ibumu memang sama saja, Lis. Tidak berubah sejak dulu. Kupikir setelah kalian berhasil menyingkirkanku dari rumah itu, kau akan sedikit berubah menjadi lebih baik. Ternyata tidak, ya," sahut Hana datar.
"Kau ...." Lilis bergidik ketakutan saat tatapan Hana berubah menjadi sedingin es.
"Kau tahu betapa pengapnya terkubur di hutan itu? Betapa gelap dan perihnya semua luka di sekujur tubuhku. Dan seberapa kerasnya aku meminta tolong agar bisa diselamatkan. Apa kau tahu rasanya, Lis? Atau kau mau ku-kubur juga agar ikut merasakannya?" tanya Hana dengan penuh penekanan.
Lilis menggelengkan kepalanya ketakutan. "Aku tidak mau mati. Ini semua rencana ibu. Sejak awal aku tidak bermaksud membunuhmu!" Lilis semakin kalut dan panik saat Hana semakin mendekatinya.
"Kumohon Hana!"
"Kau tidak bermaksud membunuhku? Padahal kenyataannya kau yang sangat menginginkan kematianku, kan?" Ekspresi Hana terlihat mengerikan. "Aku juga tak ingin mati malam itu. Tapi kau tetap membunuhku. Aku sudah memohon ampun, tapi kalian malah menguburku ke dalam tanah hidup-hidup."
Lilis ketakutan setengah mati, air matanya berjatuhan. Dengan sekuat tenaga dia mencoba bangun meski terseok-seok, berusaha menghindari Hana yang seakan berubah wujud menjadi malaikat maut.
Ancaman Hana bukan sekadar omong kosong belaka, dia bisa melihat sorot amarah di mata wanita itu, Lilis sudah panik karena takut nyawanya dihabisi.
Lilis berusaha lari dari hadapan Hana. Dia terseok-seok menuju mobil hitam yang terparkir di tepi jalan. Tak dihiraukannya Hana yang berada di belakang, dia hanya ingin segera kabur dari tempat itu.
Jimat yang pernah diberikan oleh Nyai Dasimah ternyata tidak mempan untuk melindunginya. Lilis yang ketakutan berusaha untuk masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Kabur dari selaksa teror Hana yang mengerikan.
Hana memandangi adik iparnya yang bersiap pergi menghindarinya. Saat Hana ingin mengejarnya, sebuah suara serak menghentikan penggerakan wanita itu. Hana langsung menoleh.
"Mbak Hana ... Mbak Hana masih hidup ...." Gadis berwajah pucat dengan wajah memar dan darah di sudut bibir itu menatap Hana dengan pandangan tidak percaya.
Dia berlari mendekati Hana dengan tertatih, meski seluruh tubuhnya sakit, Diana tetap memaksakan diri untuk berjalan.
Hana terpaksa menghentikan aksinya, dia memandangi Diana yang berjalan mendekat. Gadis berusia 20 tahun itu tampak menyedihkan karena hampir mati di tangan majikannya sendiri.
Seandainya Hana tidak datang, mungkin Diana sudah berubah menjadi mayat saat itu. Perbuatan Lilis memang sudah di luar batas, setelah berhasil menyingkirkan Hana, sekarang dia ingin menyingkirkan pembantunya.
Banyak hal yang tidak bisa Hana jelaskan pada gadis itu. Jadi, dia hanya memilih diam. Sedangkan Diana menangis terharu menyadari istri majikannya ditemukan dalam keadaan sehat, sebelumnya dia sangat terkejut ketika Lilis mengatakan Hana sudah mati.
"Mbak, ayo pulang. Tuan Hadi sakit keras, Mbak." Diana bergetar mengatakannya. "Tuan pasti senang karena Mbak kembali pulang. Tuan sangat menderita sejak Mbak Hana dinyatakan hilang."
Gadis itu menarik lengan Hana dan mengajaknya untuk segera pulang. Namun, Hana melepaskan tangan Diana, wanita itu menatapnya dengan serius, menolak untuk ikut dengannya.
"Mbak gak bisa pergi. Ada hal yang harus Mbak urus, Dian."
"A-apa itu, Mbak?"
Hana menggeleng, dia langsung menjelaskan bahwa dirinya benar-benar tidak bisa kembali ke rumah itu. Apalagi bertemu Hadi, itu adalah sebuah hal yang sangat mustahil.
"Lalu bagaimana dengan Tuan Hadi, Mbak? Tuan sakit keras, tuan sering menangis. Apa Mbak Hana tega?"
"Kumohon untuk sekarang, jangan biarkan Hadi tahu keberadaanku. Rahasiakan ini darinya. Aku percayakan semuanya padamu."
Hana langsung menyuruh Diana untuk pulang karena tempat itu cukup berbahaya untuknya, gadis itu sempat menggeleng mencegah Hana agar tidak pergi.
Hana tidak punya pilihan selain meninggalkan Diana sendirian. Dia melangkah mantap memasuki hutan. Sebelum wanita itu benar-benar pergi, Diana berseru lagi.
"Lalu kapan Mbak akan pulang menemui Mas Hadi?"
Hana berbalik dan tersenyum, tatapannya yang semula dingin langsung berubah lembut.
"Kuharap kamu mau membiarkan sang waktu yang menjawabnya. Jangan khawatir, aku yakin Hadi akan baik-baik saja."
***
Hana berjalan di sepanjang hutan yang gelap tanpa satu pun penerangan. Suara langkahnya memecah hutan yang sunyi. Tujuannya saat ini adalah sebuah pondok kecil di tengah hutan, pondok berdinding anyaman bambu itu mulai tampak dari kejauhan.
Hana tidak takut pada kegelapan di sekitarnya. Rasa takutnya sudah habis termakan oleh dendam yang membara akibat kejadian naas malam itu.
Masih terekam jelas dalam ingatan saat tubuhnya ditimbun tanah dalam keadaan hidup. Tubuhnya yang penuh luka sangat sulit digerakkan, akhirnya Hana pasrah pada jalan hidupnya yang mengenaskan. Saat itu mati adalah jalan terbaik daripada harus menanggung beban derita yang tak berkesudahan.
"Nyai, aku datang."
Perempuan tua itu menoleh ke arah pintu saat melihat Hana masuk ke rumah. Tanpa bertanya pun beliau tahu apa yang sudah perempuan itu lakukan di luar sana.
Nyai Ningrum, begitu sebutannya. Nenek tua yang mendapat titah untuk menjaga hutan larangan selama bertahun-tahun. Hutan yang konon terkenal mistis dan seram.
Tidak terhitung sudah berapa banyak hutan tersebut menelan korban. Ada yang pernah tersesat karena mengikuti makhluk halus menyerupai orang, hingga tak pulang berhari-hari. Yang lebih menakutkan adalah banyak kasus orang hilang secara misterius dan kabarnya dibawa makhluk halus ke dunia lain.
Hana adalah salah satu orang yang diselamatkan oleh para penghuni hutan tersebut dan dibawa ke dunia mereka. Dia membuat perjanjian dengan Dewi Bhanuwati sang pemilik kerajaan Pati.
Awalnya Hana begitu ketakutan. Perjanjian itu tentu saja tidak mudah, ada banyak hal yang harus dikorbankan. Namun, kebencian pada orang-orang yang berusaha untuk membunuhnya membuat Hana menerima perjanjian itu.
"Nyai, aku ingin pamit ke desa. Aku harus menyelesaikan semuanya," kata Hana meminta izin, dia bertekad kembali ke desa untuk meminta bayaran pada ipar dan mertuanya.
"Apa kau sudah memenuhi perintah Sang Dewi?"
"Sudah, Nyai."
Nenek tua itu mengangguk. "Ya pergilah. Jaga baik-baik sumpah yang kau ikrarkan pada Dewi Bhanuwati."

Komentar Buku (671)

  • avatar
    Mutiara

    wah ceritanya sangat bagus lanjut ya thor😍😍

    26/05/2022

      0
  • avatar
    AlfiIsmail

    cerita dalam novel in sangat mengisnpirasi

    22/05/2022

      0
  • avatar
    SumyatiLilis

    bagus

    6h

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru