logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3 TITAH KYAI

"Hey Man, ngapain disana terus dari tadi. Aku melihat kamu seperti sedang patah hati karena seseorang saja. Ada apa kok melihat pita jilbab itu terus. Aihh.. Jangan jangan kau memang sudah memiliki seseorang ya!" ucap Rahim.
Ia merupakan teman baru Amman selama berada di pondoknya saat ini. Hakim - teman satu almamaternya dulu masih berada di Jami'ah, ia memutuskan untuk menimba ilmu di pondok seraya kuliah. Sedang Amman memutuskan untuk mondok saja. Lagi pula, beasiswa yang Amman dapatkan sewaktu wisuda sekolah juga hanya cukup untuk mondok dia selama beberapa bulan saja. Selebihnya Amman memutuskan untuk menjadi abdi ndalem yang membantu Kyainya.
Amman masih berada di pojok aula. Disana terdapat ruang sempit tanpa penutup. Sering digunakan para santri untuk 'nderes' atau mengaji. Jika mereka ingin suasana tenang tanpa gangguan. Tempat ini bisa menjadi rekomendasi. Banyak santri yang ingin berada di tempat itu. Terkadang menjadi rebutan. Amman beruntung karena ia lah yang pertama kali berada disitu selepas acara pagi tadi. Oh ya.. Selain tempat Amman duduk. Terdapat pula ruang yang sama di masing masing pojok aula utama. Jadi jumlahnya ada empat.
"Ahh, tidak. Aku sedang mengingat seseorang saja Rohim." balas Amman. Ia saat ini tersenyum senyum sendiri sambil terus memegangi pita jilbab itu.
"Alahh.. Jangan bohong kau. Pasti ada gadis yang sudah singgah dihatimu wkwkw. Cepat katakan, siapa nama gadis itu!" balas Rohim. Meski ia berusia lebih tua dari Amman, namun pria itu sudah seperti teman sebayanya sendiri. Bahkan ia bisa dibilang lebih 'gaul' daripada Amman. Wajar ia sering diam diam pergi ke perpustakaan sekitar pondok untuk mengakses internet disana. Berbeda dengan Amman. Pria dari Medan ini masih sangat kental dengan logat daerahnya sendiri.
"Udah udah, sana cepet "nderes"! Nanti sore ada setoran sama ustadz loh!" balas Amman. Ia mendorong dorong Rohim untuk segera enyah dari tempatnya saat ini bermunajat. Aih.. Bermunajat? Iya... Amman sedang bermunajat perihal Cinta.
Rohim mengerti dengan suasana hati Amman. Ia segera pergi dan menyibukkan diri dengan kegiatan lain. Amman sedang tidak ingin diganggu, pikirnya.
Kejadian satu bulan lalu membuatnya terus memikirkannya. Betapa tidak? Syakila waktu itu terlihat benar benar sedih dan patah hati. Dia tidak mau ditinggalkan oleh Amman. Bahkan gadis itu meminta dirinya untuk tetap tinggal. Tetapi apa lah daya. Amman tidak punya alasan untuk tetap disana. Akan kah alasan karena seorang gadis akan membuat Kyai nya lantas membatalkan pendaftaran ke pondoknya? Sepertinya tidak, tetapi kemungkinan juga iya. Mungkin Amman akan segera diminta untuk menikah, daripada berhubungan dengan perempuan yang berpotensi menimbulkan perzinaan. Amman belum siap jika semua prasangka itu benar. Syakila terlalu sempurna baginya. Pria itu setidaknya harus memantaskan diri terlebih dahulu.
Amman memikirkan semua itu berkali kali. Meski ia juga belum menyatakan perasaannya kepada Syakila karena beberapa hal. Atau mungkin lebih baik perasaan itu tidak pernah disampaikan? Agar keduanya menjadi lebih baik? Amman fokus dengan pondoknya. Dan Syakila fokus dengan sekolahnya. Itu cukup adil sepertinya Mungkin juga ia akan melanjutkan studi ke universitas. Dan itu tentu membuatnya semakin sibuk, membutuhkan banyak waktu untuk sendiri. Berhubungan dengan Amman akan membuat Syakila kehilangan banyak waktu untuk belajar. Ia tidak ingin hal itu terjadi. Gadis seambisius Syakila akan lebih menyukai belajar dan cita cita. Amman khawatir jika dirinya merusak itu semua. Ya walaupun sebenarnya, saat ini ia sendiri yang sulit untuk fokus karena lagi lagi... Alasannya adalah Syakila Amira.
Jujur, dalam diri Amman sangat mengharapkan Cinta itu. Tetapi melihat keadaan, melihat dirinya sekarang, sepertinya tidak cocok untuk gadis multitalenta yang menjadi primadona sekolah. Aihh... Amman membenci ketika memikirkan lagi hal itu.
"Man, Amman...!" suara bisik dari belakang membuat Amman tersadar dari lamunannya. Ternyata ia sudah dari tadi memikirkan Syakila. Sampai tidak mendengar saat ada yang memanggilnya.
"Iya? Ada apa Burjo." ucap Amman. Dia bersuara pelan juga. Mungkin menyesuaikan Burjo yang juga memanggilnya dengan suara pelan. Atau mungkin tidak ingin mengganggu beberapa santri yang sedang Muroja'ah (mereview ulang hafalan) kitabnya.
"Kamu dipanggil Pak Kyai, cepat menghadap." balas Burjo.
"Aku? Kenapa? Ada apa?" ucap Amman. Ia tertegun. Ini pertama kalinya dia dipanggil setelah satu bulan berada di pondok ini.
"Ah. Aku sudah tidak tahu. Cepat menghadap saja. Dan tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan. Jangan banyak tanya sekarang karena aku Nggak bisa menjawabnya!" balas Burjo. Ia mengayun ayunkan tangannya untuk segera menghadap.
Burjo sendiri merupakan abdi Ndalem yang sudah lama berada di pondok. Ia mengabdikan seluruh hidupnya untuk pondok. Semua pekerjaan, seperti bertani, berkebun, beternak, menjadi sopir pribadi Ndalem ia lakukan. Burjo sudah mengabdi selama 10 tahun. Mungkin usianya saat ini sudah 30 tahun. Ia juga belum menikah. Katanya ingin fokus mengabdi terlebih dahulu. Yaa.. Semoga jodohnya segera datang. amiin.
"Baik Kang, terimakasih. Aku ganti baju dulu." balas Amman. Ia segera menuju ke kamar untuk mengganti bajunya. Bergegas karena mungkin ada yang penting.
*
"Iya Yai, bagaimana nggih? Apakah ada yang bisa saya bantu?" ucap Amman. Ia kini sudah berada di Ndalem/ rumah kediaman sang Kyai. Lututnya dibuat untuk duduk. Amman menunduk hormat sembari menunggu intruksi dari Kyainya.
Sang Kyai hanya tersenyum. Ia suka dengan tingkah Amman yang begitu sopan dan hormat kepada Kyainya.
Kyai Amman berusia sekitar 55 tahun. Ia sudah memiliki janggut yang berwarna putih, sebagian masih hitam.Tatapannya sangat teduh dan menghangatkan siapa pun yang menatapnya. Beliau sering mengenakan jubah putih dan peci putih khas Kyai. Terkadang juga mengenakan celana ketika dinas di universitas. Oh ya... Kyai Amman merupakan salah satu dosen agama di Universitas nya. Kampus itu masih satu yayasan dengan pondok tempat Amman menimba ilmu. Amman tidak berani menatap Kyai nya langsung .
Saat ini ia sangat senang dan bersyukur karena diminta untuk menghadap, meski ia tidak tahu alasannya kenapa.
"Kamu bisa nyetir Nang?" ucap Kyai. Amman masih terlihat menunduk. Ia mencari kata kata yang tepat untuk bisa menjawab pertanyaan sang Kyai. Menurutnya, jawaban Amman akan snagat berhubungan dengan pertanyaan atau keputusan sang Kyai selanjutnya.
"Ehmm. Saya masih amatir Yai, baru beberapa kali berlatih naik mobil sebelum dulu lulus sekolah." balas Amman. Pria itu takut jika jawabannya kurang memuaskan Kyai.
"Baik, nanti kamu berlatih mobil dulu dengan Burjo ya. Latih terus sampai jadi ahli!" tegas Kyai. Dari tatapannya menunjukkan keinginan keras Kyai agar Amman bisa segera mengendarai mobil dengan baik. Ada perihal apa? Kenapa Kyai tiba tiba ingin dirinya mahir dalam menyupir?, pikir Amman.
Pertanyaan itu mungkin diketahui oleh sang Kyai. Dari ekspresi Amman, meski ia menunduk sudah sangat menunjukkan ras ingin bertanya. Tetapi ia sungkan dan ragu. Takut dianggap tidak sopan.
"Jangan tanya kenapa. Masih ada satu minggu sebelum keberangkatan. Kamu harus sudah mahir dalam waktu satu minggu ya. Sekalian nanti langsung bikin SIM saja." ucap Kyai.
Amman semakin bingung dibuatnya. Apa maksud satu minggu lagi? Ada apa dengan satu minggu? Aihh... Amman hanya bisa berlalu dan kembali ke pondok untuk melanjutkan aktivitasnya. Ia masih kebingungan karena tidak diberi alasan tentang dirinya yang diminta mahir dalam waktu satu minggu. Ia kembali dengan ekspresi kebingungan.
"Heyy, bagaimana? Sudah siap?" kata Burjo. Pria itu menepuk bahu Amman cukup keras. Agar ia berhenti melamun.
"Saya siap siap saja Kang, tetapi kenapa tiba tiba ya." Amman keheranan.
"Ahh.. Sudah. Jangan terlalu dipikirkan. Pokoknya kamu melakukan saja apa yang dititahkan Yai. Jangan mikir aneh aneh. InsyaAllah berkah kok. Nggak mungkin juga Yai meminta santrinya melakukan hal maksiat kan?" balas Burjo. Senyumnya tiba tiba menyilaukan Amman karena gigi putih yang tersusun rapi. Burjo terlihat bersemangat ketika mendengar Amman siap berlatih mobil dengannya.
Amman manggut manggut. Benar yang dikatakan Burjo. Ia hanya perlu berlatih mengendarai mobil. Jangan terlalu bertanya banyak hal.
***
Hai para author dan readers. Kalau suka boleh dong minta subscribe, and reviewnya ya kakak-kakak. Plus hadiahnya juga boleh yah kaa. Thank you so much :) Semoga selalu diberi kesehatan ya
Finding me I Instagram: @kismun.th
***

Komentar Buku (231)

  • avatar
    OnAkunff

    halo semua

    7d

      0
  • avatar
    IMAMSYAFI'I

    ya bagus

    21d

      0
  • avatar
    Hendra Modesad

    baguss

    29d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru