logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 PENDATANG BARU

Memasuki sebuah gedung berlantai tiga yang merupakan kantor Wedding Organizer sekaligus katering, Ros menemukan kesibukan yang tak biasa. Ia bergegas menghampiri Nina, temannya yang nampak sedang sibuk mengatur meja.
"Ada apa Nin, kok nggak seperti biasanya?" tanya Ros.
"Bos besar mau datang. Sore ini briefing sekaligus kunjungan Bos kita," jelas Nina tanpa menghentikan kesibukannya mengatur piring buah.
Ros termangu. Setahun ia bekerja di tempat ini, tepatnya setelah kematian ayahnya, namun selama ini ia belum pernah bertatap muka secara langsung dengan pemilik WO ini. Ros hanya tahu sebatas nama, yaitu Bu Melati.
"Ros, ayo bantu aku mengangkat cemilan dari dapur ...," Nina menowel bahu Ros. Gadis itu segera mengikuti langkah Nina menuju dapur dan menemukan divisi masak sedang meletakkan kue muffin ke dalam piring ceper bercorak bunga-bunga. Ros wara wiri dari dapur menuju ruang rapat.
Selesai membantu Nina, Ros menuju kulkas yang terletak di sudut. Diambilnya botol minum miliknya yang bergambar bunga mawar. Ia meneguk begitu saja air dingin dari dalam botol tanpa menggunakan gelas dan gadis itu masih berdiri di depan pintu kulkas yang terbuka.
Selesai minum, Ros bermaksud mengambil air dari dispenser untuk mengisi ulang botolnya. Maka ia menutup pintu kulkas terlebih dulu, membalikkan tubuh dan ...
Matanya bertemu dengan sepasang mata yang bersinar tajam dan tak ramah. Sementara pemilik mata itu bersidekap dan menumpukan tubuhnya di tepi meja konter yang terbuat dari marmer. Seseorang yang nampak jelas berpostur jangkung, mengenakan bandana berwarna hitam yang melintang di dahi dengan kulit bersih.
Ros gelagapan. Sejenak gadis itu salah tingkah. Sejak kapan pemuda itu di belakangnya? Dan rasanya Ros tidak pernah bertemu dengan pemuda itu sebelumnya. Jadi, siapa dia?
Tak mau terlalu lama berspekulasi sementara mata elang pemuda itu masih mengamatinya, Ros memutuskan buru-buru menyingkir dari situ.
"Permisi ...," Ros mengusap keningnya sebentar lalu beranjak pergi dari situ. Entah kenapa, ditatap seperti itu membuat badan Ros terasa panas dingin. Padahal bukan tatapan mesra seperti di drama atau novel yang Ros sering baca. Tapi jenis tatapan mengamati, menilai sekaligus sekilas terkesan mengintimidasi.
Di pintu dapur Ros hampir saja bertabrakan dengan Tarjo, yang sedang menyeret karung super besar.
"Eh, Tarjo ... maaf, " ujar Ros gugup.
Tarjo meringis. "Nggak apa-apa Ros, lagipula kenapa kok terburu-buru begitu? Habis ketemu hantu?"
Ros tertawa. "Bukan ...," jawabnya dengan suara renyah. Lalu tiba-tiba ia sedikit mencondongkan badannya ke arah Tarjo. "Aku nggak ketemu hantu, tapi pawangnya hantu. Tuh orangnya ...," lanjut Ros agak berbisik. "Siapa sih dia?"
Tarjo melongokkan kepalanya, melihat ke dalam dapur. "Ooh ... dia karyawan baru. Bagian transportasi alias sopir. Dia memang pawangnya lelembut, Ros ..."
Ros terkikik geli dengan kalimat Tarjo, sampai ada suara deheman membuyarkan obrolan mereka. Seseorang di belakang Ros menatap tajam dan menyilangkan tangan di dada. Tarjo nyengir, sementara Ros salah tingkah.
"Aku pergi dulu ya Jo ...," pamit Ros.
Tarjo mengacungkan jempolnya, lalu menyeret karung memasuki dapur.
"Apa yang kamu bawa, Jo?"
"Ini ... kentang ...," jawab Tarjo dengan nafas ngos-ngosan, lalu meletakkan karung itu di pojok dekat lemari gantung.
"Itu tadi siapa?"
"Namanya Ros, dia baru setahun bekerja di sini. Orangnya energik, cekatan dan rajin. Sementara ini dia masih di bagian serabutan. Bu Bos belum menentukan dia masuk divisi mana ...," Tarjo mengambil air mineral kemasan dari dalam kulkas.
"Kamu akrab sama dia?"
Tarjo menoleh. "Nggak. Kami semua di sini profesional, semua urusan pekerjaan. Nggak ada yang berlebihan."
Pemuda yang memakai bandana itu mengangguk. "Ayo ke ruang rapat. Jangan sampai kita terlambat."
Di ruang rapat, Ros masih membantu Nina menyusun kue lapis. Tak lama terdengar seruan dari Pak Satpam.
"Ibu Melati datang. Mari kita sambut beliau ..."
Para karyawan Melati Catering dan Wedding Organizer berdiri, berjajar di sepanjang lobi menuju ruang rapat. Sejak tadi mata Ros tak lepas dari sosok wanita paruh baya yang sedang berjalan dengan anggun menuju ruang rapat. Saat melewati karyawannya, wanita itu tersenyum ramah. Ros menahan nafas saat Bu Melati tersenyum ke arahnya. Wanita itu berparas cantik, gaya berbusana dan perilakunya yang berkelas menimbulkan kekaguman tersendiri di hati Ros.
Setelah Bu Melati menempati kursinya, ia melambaikan tangan dan mengajak semua karyawannya untuk duduk.
"Selamat sore, senang sekali berjumpa dengan kalian lagi. Langsung saja, dalam dua minggu ke depan, pernikahan klien kita seorang selebgram akan digelar. Saya akan membagi teman-teman di sini menjadi beberapa tim kecil. Masing-masing divisi akan mengerjakan tugasnya sendiri, namun tetap harus saling kompak dan membantu. Mengingat hari H semakin dekat, dan WO kita juga sudah mempersiapkan sebagian dari rincian tugas. Baik, akan saya bacakan susunan divisi kita untuk pelaksanaan acara dua minggu lagi ..."
--
Menjelang pukul delapan malam, ruang rapat selesai dibersihkan. Gadis itu sedang mendorong pot bunga besar supaya lebih rapi, saat Nina masuk.
"Ros, aku pulang dulu ya? Sudah dijemput nih sama ayang ...," Nina tersenyum ceria.
"Deeuuu ... yang lagi kasmaran. Oke deh, duluan sana. Hati-hati ya?" senyum Ros.
Nina melambaikan tangan lalu keluar dari ruang rapat. Lima menit kemudian Ros sudah berada di dapur lagi. Niatnya mau merebus air sebentar dan membuat kopi.
Sembari menunggu air mendidih, Ros merenung. Dulu, saat Kakek Donosepoetro masih hidup, ia sering dimintai tolong lelaki itu untuk membuat kopi dan membawanya ke taman. Mereka akan mengobrol tentang banyak hal sampai lupa waktu. Sejak kakek meninggal, Ros masih belum sanggup membuat kopi dan minum sendirian. Ia masih teringat lelaki tua yang amat menyayanginya itu.
Suara teko yang berbunyi nyaring menyadarkan Ros dari lamunan. Ia segera meraih cangkir dan mengambil kopi saset dari dalam tasnya. Mengaduk sebentar, kemudian merapikan kompor dan teko.
Ros berniat menuju lantai tiga. Ada balkon yang cukup luas di sana. Bu Melati juga meletakkan pot-pot bunga berbagai jenis dan memasang lampu di salah satu sudut dekat kursi anyaman bambu.
Ros bergegas menaiki tangga menuju lantai tiga. Suasana ruko Melati Catering dan WO amat sepi. Wajar saja karena semua karyawannya sudah pulang, hanya Pak Yanto Satpam yang masih berjaga di pintu depan.
Di undakan terakhir menuju pintu yang mengarah ke balkon, ujung mata Ros menangkap sesuatu. Seperti bayangan namun tinggi besar. Jantung Ros mendadak berdegup kencang. Ia tidak takut hantu, yang Ros takutkan justru manusia. Ia tidak yakin apakah bayangan tadi manusia atau hantu. Kalau manusia, apakah akan berbuat jahat? batin Ros.
Sedikit mengendap, Ros mencoba merambati dinding, mencari saklar lampu. Mati-matian ia berusaha mencegah agar tangannya yang sedang memegang cangkir kopi, tidak gemetar.
Mendadak Ros merasa ada sesuatu yang mengusap bahunya samar. Gadis itu membeku sejenak, lalu perlahan mengumpulkan keberaniannya untuk menoleh. Pelaaan sekali, Ros membalikkan badan. Bernafaspun serasa sulit, dan saat ia berhasil membalikkan badan, sosok tinggi menjulang berdiri di depannya. Refleks, cangkir di tangan Ros jatuh karena terkejut.
Praaaaang ...

Komentar Buku (167)

  • avatar
    Diansw50

    novelnya bagus sat set and happy end. trims author., Krn bacaan mu yg tak membosankan telah menemaniku sepanjang hari😘😘😘😘😘

    26d

    Β Β 0
  • avatar
    SusantiSiti

    aku

    28d

    Β Β 0
  • avatar
    RaniaZahra

    bagus

    28d

    Β Β 0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru