logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Kemelut Ain

Kemelut Ain

Bumi Pena


BAB 1 Apakah Aku Punya Orang Tua

Kisahku adalah suatu proses yang cukup serius, setiap harinya, aku hanya bisa berharap untuk mendapatkan cinta dari orang tuaku. Cinta yang ku perjuangkan hanya setitik harapan indah yang terkadang menyakiti perasaanku.
Tidak jarang ketika air mata ini menetes hanya karena aku bukan siapa-siapa dalam kehidupan orang tuaku. Kehadiran ku tak sepenuhnya diharapkan oleh mereka, jangan abaikan aku dalam keadaan membutuhkan kasih sayang kalian.
Mereka sungguh begitu teganya padaku yang dengan cintanya mereka melahirkan ku kedunia dan cintanya pula sampai aku harus bertanya-tanya dimana kedua orang tuaku.
Tidak mungkin aku lahir kedunia ini tidak memiliki orang tua. Aku pasti mempunyai orang tua seperti mereka teman - temanku yang lain. Sebab aku tidak lahir dari batu atau pohon, aku lahir dari rahim yang dulu sempat kalian nantikan kehadiranku.
Pahit yang aku telan selalu kupaksakan agar bisa menjadi gula ketika sampai dikerongkonganku akibat perasaan yang belum pernah disentuh oleh orang tuaku. Aku bukan anak yang ingin lahir lalu dengan sengaja aku tidak tahu dimana kalian, orang tuaku.
Tapi dimana keberadaan mereka, Tuhan ?. Aku rindu pada mereka, aku ingin seperti mereka yang dimanja, dipuja, dibelai, digendong oleh orang tuanya. Setiap hari mereka mendapatkan kasih sayang yang tidak aku dapatkan.
Pengen diperhatikan bahkan aku ingin dimandikan oleh mereka. Apakah takdir memang sengaja membuatku bertahan dalam kehidupan menanti orang tuaku.
Ain akan jadi anak yang dibanggakan.
Mamah dan Papah tidak akan pernah menyesal dengan kelakuanku. Mamah dan Papah pasti akan mengatakan pada Ain, "Ain anak Mamah dan Papah sangat cantik, kami beruntung punya anak seperti Ain dan kalian juga akan berkata kepadaku, "kok Ain tidak ingin di manja ?" bagi Ain, Ain sudah cukup di manja dengan kerinduan ini. Kerinduanku pada kalian terkadang menyakiti hatiku tapi aku masih bisa tersenyum. Di saat aku melihat teman - temanku pergi kesekolah diantar oleh orang tuanya, disitu terkadang Ain merasa ingin berteriak hanya sekedar memanggil Mamah dan Papah. Ain pengen Mah, Pah, tanganku dipegang oleh kalian.
Bukankah aku ini adalah anak yang periang. Aku janji Mah, Pah, kalau kalian datang, aku tidak akan menyusahkan kalian apalagi sampai harus menangis karena meminta sesuatu dari kalian.
Hanya senyuman yang seadanya aku butuhkan yang aku inginkan setiap pagi, siang dan sore. Bagi Ain, senyum, sarapan dipagi hari, dijemput ketika pulang sekolah sudah sangat menggembirakanku.
Jangan biarkan Ain sendirian Mah, Pah. Kalian mungkin bisa hidup tanpa Ain, senyum tanpaku, bergembira tanpaku bahkan mungkin kalian tidak ingin Ain ada diantara kehidupan kalian. Tapi, setidaknya beri Ain penjelasan mengapa saat Ain tahu bahwa yang merawatku bukanlah Ibu Kandungku, Ain merasa bahwa kelahiranku tidak begitu kalian harapankan.
Kasih sayang, cinta yang diberikan oleh Nenek kepadaku sudah sangat begitu cukup bagiku. Ada riak - riak dalam hatiku yang selalu bertanya kepada Tuhan bahkan kepada diriku sendiri. Mengapa Ain dilahirkan hanya untuk merasakan kesedihan yang tidak pernah aku minta.
Apakah Ain adalah anak yang tidak kalian harapkan sehingga kalian mencampakanku.
Menikmati hari - hari tanpa orang tua merupakan satu bentuk sikap yang menolak datangnya kebahagiaan dalam hidupku.
Kebahagiaan yang datang kedalam hidupku selalu menggambarkan kehadiran kalian. Ada wajah, ada diri, ada pesan harapan yang lama Ain nantikan. Pesan itu terkadang bersifat amarah, emosi, terkadang pula bersifat penantian yang mendamaikanku ketika air mata turun dari mata kecilku.
Ain pernah bertanya kepada Nenek tentang kalian Mah, Pah. Ain menanyakan banyak hal, Ain ingin tahu lebih jauh seperti apa wajah Mamah dan wajah Papah.
Terkadang Nenek menjawab sepintas kepada Ain. "Wajah Mamah dan Papah hampir mirip denganku" kalau memang demikian berarti Ain punya orang tua.
Ain sakit Mah, Pah, menjalani hari - hariku dipenuhi dengan kecemasan. Terkadang di sekolah, Ain di buly oleh teman - teman sebagai anak yang tidak mempunyai orang tua. Teman - temanku tidak pernah tahu perasaan Ain seperti apa ketika hati ini menerima cemoohan dari mereka. Ain hanya meneteskan air mata disudut - sudut sekolah, bersembunyi dari keramaian aktifitas teman - temanku.
Apakah kalian tidak merasa kasihan Mah, Pah, pada Ain. Jika setiap ada teman yang membulyku, aku justru selalu bertahan menahan luka. Hatiku, perasaanku adalah bagian kehidupan yang mestinya kalian jaga.
Super Heroku tidak ada. Aku hanya mempunyai dua telapak tangan yang selalu aku gunakan untuk menghapus tetesan air mataku. Bahkan kedua telapak tanganku pun merasa kelalahan menghapus tetesan air mata ini.
Bila setiap candaan teman - temanku selalu memojokkan ku kedalam kondisi yang sama. Kondisi yang selalu mengatakan aku tidak punya orang tua.
Bukan kesalahan mereka tapi Ain yang salah ! Ain salah sebab telah lahir kedunia yang kejam ini. Kekejaman ini saat Ain masih bayi sama sekali belum Ain tahu bahwa beginilah nasib tidak memiliki orang tua.
Saat Ain sudah mulai bisa membandingkan kehidupan luar rumah dengan dalam rumah, Ain selalu bertanya - tanya, "apakah aku memang tidak memiliki orang tua" mengapa teman - temanku ketika bermain berjam - jam diluar rumahnya, orang tuanya selalu datang memanggilnya pulang. Melihat keadaan demikian selalu terjadi, Ain justru bingung. Kebingunganku itulah sampai membawaku pada pencarian jawaban siapa sebenarnya Ain, siapa sebenarnya kedua orang tuaku.
Kalian mungkin beruntung meninggalkan Ain. Kalian mungkin berpikir bahwa ketika kalian merawatku, aku akan menghabiskan banyak makanan kalian, uang kalian, kalian akan membelikanku baju, celana, tas sekolah, sepatu sekolah, buku, pulpen dan kebutuhan yang lain untuk Ain. Mungkin karena alasan itu, kalian tidak ingin merawatku.
Aku tidak meminta itu, tidak apa - apa kalian tidak membiayai hidupku. Aku tidak akan memintanya dari kalian, yang aku inginkan hadirnya kalian dalam hidupku sebagai orang tuaku. Agar aku punya jawaban kepada teman - temanku ketika mereka membulyku, agar aku mengatakan kepada mereka bahwa kedua orang tuaku telah pulang. Kedua orang tuaku ternyata tidak seperti yang dikatakan, kedua orang tuaku selama ini pergi meninggalkanku memiliki alasan kuat yang tidak harus aku tahu.
Tapi, sungguh sampai mungkin aku menangis darah karena ingin melihat, bertemu kalian, itu tidak terjadi. Hanya mimpi yang bisa menjawab keinginanku, hanya dalam mimpi yang memiliki keindahan harapan seperti itu, hanya dalam mimpi aku bisa bertemu kalian, hanya dalam mimpi aku bisa tersenyum, hanya dalam mimpi aku bisa bermain dengan kalian, hanya dalam mimpi kalian memanggilku sebagai anak kesayangan.
Mimpi - mimpi yang selalu datang dalam tidurku tentang kalian tidak pernah hilang dalam kehidupanku. Aku selalu menuliskannya dalam buku catatan harapanku.
Setiap aku bersedih, kegamangan menorobos hatiku, merapuhkan perasaanku, saat - saat itulah buku catatan harapanku, aku buka. Sekedar ingin memeluk kalian dalam gambar - gambar kecil didalam kertas putih milikku agar kegalauanku bisa terobati.
Tetap saja, selepas aku melihat tulisan gambar - gambar dalam buku catatan harianku bahkan aku tidak bisa menahan kerapuhanku. Bukan malah memberiku kedamaian, bukanlah memberiku kehangatan tapi justru aku semakin menangis.
Mah, Pah, hadirlah sedetik saja jika kalian tidak mampu hadir dalam seminggu menemaniku. Kehadiran kalian dalam hidupku akan membuatku kuat menghadapi segala masalah yang menimpa hidupku.
Lihatlah Mah, Pah, Ain sudah tumbuh besar. Saat ini, Ain sudah duduk di bangku sekolah dasar kelas enam SD. Apakah Mamah sama Papah tahu gimana Ain menjalani kehidupan selama bertahun - tahun tanpa sosok feminim dan tanpa super Hero dalam hidupku. Sungguh, Mamah dan Papah pasti akan mengatakan kepada Ain bahwa Ain adalah anak yang kuat menghadapi cobaan hidup.
Ain memang adalah anak yang kuat ! Ain kuat namun lemah di semua sisi. Ain kuat karena kondisi memaksa Ain untuk bertahan dari segala resiko. Seperti ombak di lautan yang tidak bisa menolak menuju pantai, seperti daun yang jatuh yang tidak bisa menolak berpisah dari tangkainya, Ain seperti itu Mah, Pah, tidak bisa menolak tentang sebuah kenyataan bahwa kalian pergi meninggalkanku dan aku tumbuh untuk mencari jawaban dari setiap hembusan kabar tentang kalian orang tuaku.

Komentar Buku (116)

  • avatar
    LUTFHI

    waw bagus

    5d

      0
  • avatar
    GirlApril

    baguss

    16d

      0
  • avatar
    ramdaniDani

    sangat baik

    23d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru