logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Berita Pembawa Petaka

“Aku enggak salah apartemen, kan?” Pria itu memperhatikan ke dalam ruangan untuk memastikan. “Kamu siapa?” tanyanya setelah kembali menatap wanita di hadapannya.
“Saya Vishka, sahabatnya Talita dari luar kota.”
“Uwow, sebentar kamu Vika-Vika .... Em, itulah pokoknya. Dia sering ceritain kamu, loh.” Pria itu sepertinya mudah akrab dengan orang baru. Kesan pertama yang ditangkap Viskha.
“Vikachu,” ralat Viskha.
“Ah, ya itu. Kok dia enggak bilang, ya, lagi ada sahabatnya. Duh jadi enggak enak, dong, ganggu girls quality time kalian.” Pria itu menggaruk tengkuk seraya tercengir.
“Eh, enggak papa. Lagian ini apartemen Talita. BTW dia enggak salah, kok. Akunya yang mendadak dateng.”
“Senasib kita. Aku juga mendadak. Tadinya mau kasih kejutan ternyata. Eh, orangnya mana?” Sadar telah melupakan tujuan utamanya. Dia plonga-plongo ke dalam ruangan lagi.
“Talita ngantor, kayaknya lembur mengingat ini weekend, kan?”
“Justru itu makanya aku dateng.” Pria itu melipat tangan. “Eh, jangan bilang-bilang aku dateng, oke. Kejutanku gagal nanti.”
Viskha mengangguk.
Pria itu berbalik pergi, tetapi baru dua langkah sudah menoleh lagi. “Oya, namaku Karsa. Lupa kenalan.” Lagi, pria itu tersenyum lebar hingga menampakkan gigi bergingsulnya.
Viskha hanya mengangguk sambil tersenyum.
Pria yang, supel dan sedikit crazy.
Cetusnya dalam hati, lantas menutup pintu dan berbalik meneruskan membaca catatan yang ditinggalkan Talita. Dia membacanya sambil tersenyum.
“Baiklah, jadi waktunya istirahat.” Dia berjalan memeriksa sekeliling ruangan. Dia paling tidak bisa melihat sesuatu yang tidak terletak tepat pada tempatnya. Lanjut ke kamar sembari membawa tas besarnya, lantas merebah di kasur Talita. Lagi-lagi setelah membereskan ruangan tersebut.
-¤¤¤-
Jam empat sore, Talita telah pulang ke apartemennya dan segera masuk. Namun, suasana dalam ruangan senyap. Tak tampak tanda-tanda kehadiran sahabatnya. Selain kerapihan tempat itu yang sudah diduganya ulah Viskha. Dia tersenyum sembari geleng-geleng. Berjalan masuk ke kamarnya dan mendapati gadis pencinta ketertiban itu tertidur menghadap pinggir dipan kiri.
Tanpa mengganggunya, lekas berlalu ke kamar mandi dan membersihkan diri. Berselang belasan menit kecipak air terdengar kemudian, Viskha menggeliat seraya menguap. Dia baru terjaga, lantas bangkit memeriksa sumber suara.
“Talita udah pulang,” katanya kepada diri sendiri ketika mendapati tas gadis itu tergeletak di meja yang tadi tak ada.
Segera berjalan ke dapur dan mengambil air mineral yang kemudian diteguknya, lantas kembali ke ruangan semula. Talita tengah mengeringkan rambut basahnya.
“Hei, Vikachu. Jadi selamat datang di ibu kota. Thanks udah bersihin apartemenku. Padahal capek pasti, kan? Sempet-sempetnya beberes segala. Dasar, ya!” Talita berjalan ke arah jendela yang terbuka, merasakan semilir angin sore menerpanya.
“Ya abis, mataku jengkel ngeliat keadaan di sini, bikin tanganku gatel tahu.” Suara serak khas bangun tidur gadis itu terdengar jelas.
“Iya, iya, Vikachu the queen of clean.” Talita memutar bola mata sembari berjalan ke meja meraih hairdayer-nya.
Viskha hanya terkekeh sambil berlalu menuju kamar mandi. “Pinjem kamar mandinya, oke. Bau badanku!”
“Sana-sana! Mandi yang puas, biar paket komplet bersihnya!” cibir Talita seraya mengibas-ngibaskan tangan layaknya mengusir.
Viskha hanya terkekeh sambil membawa handuk yang baru dikeluarkan dari tasnya.
Setelah Viskha selesai dengan aktivitasnya, mereka mengobrol di ruang baca seraya menonton televisi. Rak sedang berisi buku berjajar tampak mendominasi lengkap dengan sebuah meja dan sofa baca yang nyaman. Talita memang sangat memperhatikan hobinya. Baginya, mesti ada ruang khusus untuk memanjakan diri saat me time seperti ini. Bedanya, kali ini ditemani sang sahabat. Cukup lama mereka berbincang banyak hal hingga sampai pada bagian yang membuat punggung Viskha menegak.
“Jadi, kejadian luar biasa urgent apa yang membuat Vikachu-ku ini melanggar aturan? Lari dari rumah? Wow bukan seorang Viskha Katherin banget.” Talita menatap penuh selidik seraya mengempaskan punggung ke sandaran sofa.
Sementara Viskha malah menggigit bibir bawahnya seiring jemari yang digemeretukkan.
Talita menangkap gelagat itu, menduga sesuatu yang membawa sahabatnya itu hingga tiba di sini bukanlah hal main-main. Namun, sadar tengah menciptakan atmosfer tidak nyaman.
“Oh, hei! Vikachu, kenapa kamu setegang itu? Aku bukan polisi yang sedang mengintrogasi!” Tawa gadis itu terdengar sumbang.ea “Kalo belum siap cerita enggak papa. Enjoy with your heart, oke!”
Viskha tersenyum canggung, lantas bangkit. “Em, kayaknya aku buat makanan dulu, ya. Laper, duh!”
“No! Vikachu. Sekarang kita makan di luar, oke! Em .... Sate di sekitar alun-alun kota gimana?” Gadis itu mengangkat alis sambil bangkit berdiri. Dia tahu, sahabatnya itu lebih suka diajak ke tempat-tempat sederhana ketimbang yang penuh hingar bingar kemewahan.
Viskha tak bisa menolak. Sejujurnya dia hanya ingin mengalihkan pembicaraan. Dia pun mengangguk pada akhirnya.
“Oke, let’s go!” Talita berlari mengambil jaket dan mengganti hot pant dengan jeans putih selutut, tak lupa blazer flanelnya.
Viskha pun mengambil jaketnya tanpa mengganti celana trening yang dikenakan.
Selanjutnya keluar lalu berjalan masuk lift hingga tiba di lantai dasar. Talita lebih dulu berjalan ke tempat parkir, masuk ke mobil dan duduk di belakang kemudi. Sementara Viskha duduk di sampingnya. BMW silver itu pun melaju menyusuri jalanan ibu kota yang ramai.
Belasan menit kemudian, tibalah depan kedai berarsitektur gaya kolonial.
“Tempat ini!” pekik Viskha setelah turun dari kendaraan roda empat milik Talita.
Sang sahabat pun mengangguk semangat. “Kita mengulang memori yang lalu. Em .... Nostalgia, ya! Nostalgia.” Dia berjalan lebih dulu diiringi Viskha yang tak kalah semangat.
Mereka berceloteh banyak hal mengenai masa-masa kuliah dulu. Saat mereka menjadi mahasiswa di kota tersebut. Hingga duduk di meja dan memesan masing-masing seporsi. Lanjut mengobrol lagi sampai makanan datang, mereka pun melahapnya usai mengucapkan terima kasih kepada pramusaji. Keheningan dalam keramaian. Kediaman di meja Viskha dan Talita, sementara riuh di sekeliling mereka. Saking laparnya, kunyahan terakhir pun usai saat menginjak beberapa menit saja.
“Kenyang, ugh. Ya ampun, aku udah lama banget enggak menikmati makanan kayak gini. Apalagi bareng kamu, Vikachu.”
Viska balas tersenyum. “Aku juga. Rasanya gimana, ya. Seneng gitu.”
“Bener.” Talita meneguk lemontea-nya, lantas meminta nota pembayaran dan lekas memberikan uang. Viskha hendak membayar sendiri, tetapi dicegah gadis itu. “Anggap traktiran selamat datang, oke!” Dia mengangguk mantap, enggan dibantah.
Viskha hanya bisa pasrah dan lagi-lagi berterima kasih untuk yang ke sekian kali.
“Hayu!” ajak Talita setelah memastikan tidak ada yang tertinggal. Namun, suara seorang pewarta dari televisi yang diletakkan di kotak kayu paling atas---terjangkau dari seluruh titik ruangan, terdengar menyebutkan suatu nama. Langkah kedua gadis itu tercegah seiring penuturan selanjutnya. Mereka membulatkan mata seraya menoleh ke arah benda berbentuk kubus itu bersamaan.
-¤¤¤-

Komentar Buku (72)

  • avatar
    Mass Bondoll

    50.000

    13d

      0
  • avatar
    FridayantiSiska

    kak ini cerita nya sudah tamat ya

    11/08

      0
  • avatar
    SrAndrian

    biyasasaja

    11/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru