logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Ida Sudah Sadar, Than!

Wanita itu sangat cantik, memakai jilbab segi empat bermotif bunga berwarna merah, di padu padankan dengan baju terusan yang sangat elegan, ditambah sepatu hak tinggi berwarna merah dan warna senada tas ditangannya.
Kulitnya putih dan tinggi menambah indah dipandang mata tak lupa memakai kaca mata hitam.
"Assalamualaikum!" sapa wanita cantik itu.
"Walaikumsalam! jawab mereka serentak.
"Maaf Mbak, saya bisa bertemu dengan Bapak Sulthan Yazid Zidan?" tanya wanita itu dengan sopan dan ramah.
"Maaf Mbak, Bapak Sulthan sedang tidak ada di tempat, lagi keluar, kalau boleh saya tahu dengan Mbak siapa?" tanya Agnes penasaran.
"Maaf kapan dia balik ke kantor?" tanyanya lagi.
"Kurang tahu Mbak, soalnya beliau tidak memberitahukan kepada saya, ada pesan, Mbak?" tanya balik Agnes.
"Oh nggak usah, nanti saya balik saja ke sini, kalau begitu saya permisi dulu."
"Tunggu Mbak, nanti kalau saya kasih tahu ada tamu yang mencari beliau, siapa namanya Mbak?" tanya Agnes yang masih penasaran.
"Hemmh ... katakan saja dari masa lalunya yang terindah," jawabnya dengan terukir senyuman yang indah dari bibir merahnya itu dan berlalu pergi dari hadapan mereka.
Seketika ketiga serangkai itu bingung, siapa dia, mengapa dia ada di sini, untuk apa, semua masih tanda tanya.
"Wah itu cewek keren banget, dari ujung kaki sampai kepala nggak ada yang cacat, indah banget tuh orang!" ucap Agnes.
"Kira-kira siapa dia ya, aku jadi kepo nih!" sahut Manda penasaran.
"Kalian sadar nggak sih tadi wanita itu bilang apa?" tanya Siska yang ingin sekali menjadi detektif selalu gagal.
"Memang dia bilang apa?" tanya balik Manda yang pemalu.
"Kalau aku sih dengarnya katakan saja dari masa lalunya yang terindah, itu kan?" jawab Agnes yang selalu bisa memecahkan teka teki pertanyaan Siska itu.
"Tepat sekali itu, berarti ..." sama-sama panik.
"Jangan sampai itu mantan kekasihnya Bos killer kita nih, aduh bisa gawat nih, kasihan Ibu Ida, Nes!" sahut Siska panik.
"Malahan hari ini sahabatmu sudah sadar bersamaan dengan datangnya wanita dari masa lalunya itu," gerutu Siska.
"Kita harus secepatnya membuat Bu Ida dan Bos killer kita itu saling mencintai, lagian mereka kan sudah punya anak, sudah melakukan itu tetapi masih tidak mencintai sepenuh hatinya, apaan begitu?" celetuk Manda sewot.
"Pasti saat bos kita buat anak yang ada di pikirannya si wanita itu, dasar laki-laki mau enaknya saja!" gerutu Agnes.
"Sudah-sudah, sekarang kita harus memikirkan bagaimana caranya supaya bos kita jatuh cinta sama Ibu Ida?" tanya Agnes bingung.
"Aku ada ide bagaimana kita hadirkan orang ketiga, maksudnya dulu ada nggak sih sahabatmu itu di taksir sama orang lain, ya cinta monyet gitu!" sahut Siska tersenyum.
"Kamu gimana sih kita itu dulu sekolah pesantren, jadi laki-laki dan perempuan itu beda tempatnya, bahkan kami tidak bisa menatap satu sama lain," jawab Agnes pusing.
"Bahaya jangan ah, nanti kalau dia benar-benar suka malah kita yang mengundang orang untuk merusak rumah tangga orang, itu namanya dosa, nanti sajalah kita pikirkan."
"Kita harus memikirkannya dengan baik jangan sampai menjadi bumerang buat kita, sekarang intinya kita harus tahu dulu keadaan temanmu, setelah itu kita harus tahu siapa wanita itu, lambat laun mereka akan bertemu juga entah di kantor atau di rumah," jelas Manda.
"Siap Bu!"
"Ayuk kembali kerja, yang penting kita sudah tahu kalau Bu Ida siuman, langkah selanjutnya kita akan pikirkan nanti malam rencana apa saja yang harus kita lakukan sebelum wanita itu kembali ke sisi Bos kita!" ucap Agnes mantap.
"Setuju!" sahut Manda dan Siska bersemangat.
"Da, aku akan membantumu menjadi wanita yang sangat dicintai Sulthan, aku nggak mau kamu menderita lagi, aku tahu selama ini kamu pasti menderita karena suamimu tidak pernah mencintaimu, kamu hanya seperti barang pajangan saja, sudah cukup Ida, kamu selalu mengalah dan sekarang ada wanita lain yang mencari suamimu, huh tambah sebal aku," gerutu Agnes.
Di rumah sakit ....
Setelah uminya menelepon Sulthan langsung bergegas pergi ke rumah sakit. Dengan tatapan dinginnya tak banyak berbicara hanya diam seribu bahasa.
Selang lima belas menit kemudian Sulthan telah sampai di rumah sakit.
"Akhirnya Than kamu datang juga, tuh si Ida sudah sadar dari komanya, masuk sana temui istrimu!" titah Uminya.
"Iya Ummi!" jawab Sulthan singkat.
Sulthan pun masuk ke dalam dan menemui Ida yang masih terbaring lemah tetapi sudah bisa membuka matanya dan merespons setiap lawan bicaranya.
"Assalamualaikum! ucap Sulthan
"Wa-wa’alaikumsalam!" sahut Ida pelan.
"Apa kabar?"
"Alhamdulillah agak mendingan, bagaimana anak kita Mas?" tanya Ida pelan.
"Dia baik-baik saja, kamu sudah tahu kan nama anak kita?"
"Be-belum Mas, siapa namanya Mas?"
"Apakah kamu tidak mendengar saat aku memberitahumu waktu itu, aku membisikkan namanya di telingamu?"
"Maaf Mas, aku nggak tahu siapa namanya Mas?"
"Namanya Dafina Salsabila tetapi orang rumah sepakat memanggilnya dengan nama Salsa."
"Kamu tidak keberatan kan?"
"Nggak Mas, kalau Mas suka berarti aku juga suka."
"Oh ya Mas, kapan aku bisa pulang?"
"Aku belum tahu, tubuhmu masih lemah karena sebulan lebih kamu koma, tetapi syukur sekarang kamu sudah siuman setidaknya orang kantor tidak menanyakan kamu terus."
"Apakah Mas malu mempunyai istri seperti aku?"
"Menurutmu?"
Sulthan langsung pergi keluar kamar dan meninggalkan Ida begitu saja. Ida pun kembali menangis di dalam hatinya.
"Apa salahku Mas, mengapa kamu tidak bisa mencintaiku, apakah kamu masih mencintainya?"
"Ya, aku dengar semua Mas apa yang kamu katakan, terlalu sakit hati ini, tetapi aku harus bertahan untuk keutuhan keluarga kita, tetapi bila kamu masih menginginkan dia kembali aku siap untuk mundur dalam hidupmu."
"Kamu bahkan memberikan nama anak kita namanya, apakah kamu sangat mencintainya Mas, mengapa aku tidak seperti dia, apakah aku tidak layak menjadi istrimu Mas?"
"Mungkin kamu bukanlah jodohku, kamu sendiri mengatakan akan menceraikan ku jika suatu hari aku sadar dari koma ini, ternyata Allah mengabulkan permintaanmu."
"Mungkin Allah juga tidak mau aku menderita hidup dengan orang yang tidak mencintai istrinya sendiri."
"Baiklah Mas, itu adalah keinginanmu untuk berpisah dariku, sekarang giliran Allah yang akan menentukan takdirku."
Ida berserah diri kepada Allah, dia tidak ingin mengambil keputusan dengan gegabah, biar Allah lah yang akan menuntun jalan Ida.
"Loh Than, kamu cepat sekali keluar?"
"Kamu mau ke mana Than?"
"Kembali ke kantor Umi?"
"Kamu bagaimana sih Than, istrimu itu baru sadar mbok ya ditemani dia dulu, jangan sibuk kerja terus, tinggalkan urusan kantor!" tegur Ummi Syifa kesal dengan kelakuan anaknya.
"Maaf Ummi ada meeting di kantor," sahut Sulthan yang hendak keluar dari rumah sakit.
"Tunggu Sulthan, sebentar lagi dokter menuju kemari, apakah kamu tidak mau mendengarkan tentang kesehatan Ida?"
"Sulthan titip sama Ummi saja, Assalamualaikum!"
Sulthan pun pergi setelah mencium tangan Uminya yang masih tidak percaya dengan sikap dinginnya kepada Ida. Dia tidak ingin berlama-lama di rumah sakit terlebih lagi bertemu dengan Ida istrinya sendiri.
"Yang sabar Bu, mungkin den Sulthan belum bisa menerima Neng Ida, apa iya Bu dan Sulthan masih mengharapkan Non Fina ya?" tanya Mbok Siti penasaran.
"Iya Mbok, dia belum bisa melupakan wanita itu, entah mengapa wanita itu pergi begitu saja bahkan keluarganya pun tidak ada yang tahu, seperti di telan bumi saja," celetuk Uminya.
"Padahal Neng Ida itu cantik banget natural, hanya den Sulthan saja yang tidak bisa melihatnya, nanti kalau ada yang naksir sama Neng Ida baru tahu!" protes Mbok Siti kesal.
"Hus jangan ngomong seperti itu, nanti kalau kejadian saya juga yang repot, saya nggak mau ada orang ketiga baik dari Sulthan maupun Ida, mereka harus bersatu dalam pernikahan."
"Saya nggak Ridho kalau Sulthan menceraikan Ida, lebih baik dia tidak usah sekalian menganggap saya Umminya," jelas Umi Syifa kesal.
Bersambung ...

Komentar Buku (106)

  • avatar
    Nelly Ocsifiani

    mantap men

    12/08

      0
  • avatar
    Sitti Sarah Sarah

    luar biasa 🙏

    10/08

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    08/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru