logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Family Time

Minggu siang ini setelah sholat dhuhur, Salwa berbaring di pangkuan uminya.
Waktu weekend seperti ini, biasa mereka gunakan untuk berkumpul bersama. Selain itu berkumpul seperti ini juga bisa mempererat hubungan mereka.
"Dek! Gantian napa." Adam, walaupun sudah berumur dua puluh tujuh tahun, tapi dia juga masih suka bermanja-manja dengan uminya.
Didikan orangtua mereka yang selalu mengajarkan tentang kasih sayang kepada keluarga dan juga pentingnya menghabiskan waktu seperti sekarang ini, membuat Adam dan kedua adiknya menjadi dekat satu sama lain.
Hanya kurang Husein saja saat ini. Dikarenakan dia sekarang sedang bekerja di Bandung, sehingga dia tidak bisa ikut berkumpul dengan mereka.
Setiap kali Husein pulang ke Solo, maka Husein pasti akan memonopoli uminya. Dengan alasan dia sudah lama tidak bertemu, maka mau tidak mau kedua saudaranya pasti akan mengalah.
Kasihan juga, pikir mereka. Husein hanya akan pulang dua minggu sekali, itupun hanya tiga hari libur.
"Ngalah dulu sama adikmu, Dam!" tegur Abah Ali.
Adam menurut, walaupun dengan muka cemberut.
Bagi Adam, selama dia belum menikah, dia akan menggunakan seluruh hatinya untuk keluarganya ini.
Keluarga yang sangat dicintainya.
Umi tersenyum melihat wajah cemberut Adam. Umi lalu memanggil Adam agar mendekat padanya.
Adam pun mendekat ke arah Umi dan duduk di sampingnya. Kepala Adam disandarkan di bahu Wanita yang sangat dicintainya itu.
Umi mengusap kepala Adam yang bersandar di bahunya. Tangan satunya digunakan untuk mengusap kepala Salwa yang tertutup hijab.
"Umi kangen dengan masmu, Wa!" Umi menunduk untuk melihat wajah Salwa.
Wajah Salwa memang lebih mirip dengan Husein di bagian hidung sampai ke dagunya.
Setiap kali Abah ataupun Umi merindukan Husein yang sedang bekerja di Bandung, maka mereka akan menatap wajah anak gadisnya itu.
Salwa menatap Umi sebentar, lalu berbalik menghadap perut Uminya, memeluknya dengan erat. "Salwa juga kangen sama Mas Husen, Umi!" Salwa juga sangat merindukan Husein, karena sudah tiga minggu ini Husein belum pulang.
Adam sendiri pun mengeratkan pelukannya pada Umi tercinta. Dia juga merindukan Husein, sama dengan mereka.
Abah menatap pemandangan yang menyejukkan matanya. Dimana anak gadisnya tidur di pangkuan istrinya. Sedangkan anak sulungnya, bersandar di pundak istrinya, sambil memeluknya dengan erat.
"Panggil saja adikmu, Dam! Abah juga kangen padanya." Abah berjalan mendekati Istri dan kedua Anaknya yang selonjoran di lantai.
Salwa melepaskan pelukannya pada Umi, lalu mendongak menatap Adam.
"Iya Mas, video call Mas Husein ya. Pakai ponsel Mas Adam tapi," ucap Salwa.
Adam pun melepaskan pelukannya pada pinggang Umi, dan berjalan menuju meja tamu, dimana ponselnya berada.
Adam menghubungi Husein sambil berjalan menghampiri mereka. Adam kini berbaring di pangkuan Abah Ali yang sudah duduk selonjoran di samping Umi.
Abah dan Umi memang tidak pernah melarang, atau menegur saat anak-anak bermanja pada mereka. Karena bagi mereka, manjanya mereka itu seperti sedang mencari obat dari rasa lelah yang mereka rasakan.
"Hallo, Assalamualaikum, Mas!" ucap Husein di seberang sana.
"Waalaikumsalam!" jawab mereka serempak.
"Wah! Wah! Lagi pada ngumpul nih ceritanya," Husein mendengar dengan jelas jawaban salam dari keluarganya.
"Iya," jawab Adam.
Adam pun lalu menempatkan ponselnya di kaki meja ruang tamu, supaya wajah Abah dan Umi, serta Salwa terlihat jelas.
Husein pun bisa melihat dengan jelas, Umi dan Abah sedang duduk bersebelahan. Sedangkan Adam dan Salwa tiduran di pangkuan Abah dan Umi.
"Aku juga pengen!" ucap Husein.
"Makannya Mas Husein buruan balik ke Solo! Lagian ngapain sih Mas Husein betah banget di sana?" Salwa seperti bertanya, tapi terdengar jelas dari nadanya, Salwa meminta Husein untuk segera pulang.
"Memangnya Mas Husein nggak kangen, bisa tiduran di pangkuan Umi kayak gini," ucap Salwa memeluk kaki uminya.
"Ya kangen lah Dek! Masa nggak kangen sih."
"Makanya buruan balik!" rengek Salwa.
"Dek! Mas nggak pulang itu, juga karena sedang mengurus urusan disini yang nggak bisa Mas tinggalin," jawab Husein penuh pengertian.
Salwa tidak menjawabnya. Dia cemberut karena kangen dengan Husein yang sudah tiga minggu tidak pulang.
"Abah sama Umi apa kabar? Sehat kan?" tanya Husein.
Karena Salwa tadi langsung nyerocos, sehingga membuat Husein menunda untuk menanyakan kabar orang tuanya.
"Kabar Abah dan Umi baik! Kamu gimana disana? Sehat kan? Tidak sakit kan? Kamu disana tidak mengalami kesulitan kan?" tanya Umi beetubi-tubi.
Husein tersenyum maklum dengan rentetan pertanyaan dari Umi.
"Husein disini juga baik kok Umi!" jawab Husein.
Sebenarnya alasan mengapa Husein tidak pulang ke Solo selama tiga minggu ini, karena dia sudah mengajukan mutasi ke Solo.
Pengajuan mutasinya sudah disetujui oleh atasan di firma tempat Husein bekerja.
Namun, Husein masih harus menyelesaikan beberapa hal sebelum dia benar-benar dimutasi ke Solo.
Kota dimana tempat kelahirannya, kota dimana kedua orang tuanya dan kedua saudaranya tinggal.
Dua tahun sudah dia bekerja di Bandung. Sekarang dia meminta dimutasi ke Solo. Untung saja atasannya itu orang yang baik, jadi surat permohonan mutasi Husein diproses dengan cepat.
"Umi, nanti kalau Husein sudah pulang ke Solo, Umi masakin Husein nasi uduk ya, Umi!" Husein memberikan pesan tersirat, jika dia akan segera kembali ke Solo. Itu pun jika ada yang menangkap pesan tersirat itu.
Seperti dugaan Husein, mereka yang sedang dalam keadaan merindukannya, tidak akan menangkap maksud dari kata-katanya.
"Iya! Nanti kalau kamu pulang ke Solo, Umi masakin nasi uduk kesukaanmu," jawab Umi.
"Ya sudahlah! Biar nanti menjadi kejutan untuk mereka saja," ucap Husein dalam hati.
"Jangan lupa oleh-olehnya kalau pulang ya, Mas!" sahut Salwa cepat.
"Giliran oleh-oleh saja, cepet!" ucap Husein mendengus.
Melihat Husein mendengus, Salwa tidak tinggal diam. "Mas, nggak boleh gitu sama adiknya tahu! Masa, adiknya minta dibawain oleh-oleh, Mas Huseinnya nggak ikhlas," ucap Salwa sok serius, membuat mereka yang mendengarnya menjadi tertawa.
"Kok pada ketawa sih!" proses Salwa.
"Dek! Memangnya kamu mau dibawain Husein apa?" tanya Adam.
Salwa berpikir sejenak. Sebaiknya dia minta dibawakan oleh-oleh apa. "Salwa mau-" ucap Salwa menggantung.
Entah mengapa, kali ini dia malah bingung saat ditanya ingin dibawakan oleh-oleh apa.
Biasanya Salwa akan langsung meminta dibawakan ini dan itu. Tapi sekarang, pikirannya blank, tidak tahu mau minta apa.
Husein yang melihat Salwa kebingungan pun memberi saran. "Bagaimana kalau tas saja Dek?" usul Husein.
"Nggak mau! Tas Salwa masih bagus!" jawab Salwa.
"Beliin Salwa jilbab aja deh Mas!" Setelah lama berpikir, akhirnya Salwa meminta dibelikan jilbab saja.
"Yakin? Itu saja?" tanya Husein sangsi.
Permintaan Salwa ini sama sekali tidak seperti saat tadi dia begitu bersemangat meminta dibawakan oleh-oleh.
*

Komentar Buku (172)

  • avatar
    KasiAsfin

    terimakasih sudah mengasih cerita ini sangat 🤩

    6d

      0
  • avatar
    cianjuryeni

    sedih

    25d

      0
  • avatar
    ratu 95willy

    good

    27d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru