logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Patah Hati Lagi

“Raf,” cetus sang ayah kemudian. “Papa bisa sukses seperti sekarang ini bukan karena hasil warisan orang tua. Papa bekerja keras sejak muda, Nak. Dari nol. Papa jadi belajar hal-hal apa saja yang harus dihindari supaya tidak mengalami kesusahan dalam hidup. Dan punya menantu yang keluarganya akan menyusahkan kita secara ekonomi bukanlah impian Papa!”
“Hah? Papa kok bisa mikir kayak gini? Rachel itu bukan anak orang nggak mampu, Pa. Ayahnya manajer akunting perusahaan yang cukup besar. Ibunya memang sudah nggak bekerja karena harus mengurus Velove. Tapi sesekali dia menerima pesanan roti dan kue-kue….”
“Sudahlah, Nak. Percayalah sama Papa. Kelak keluarga itu hanya akan menyusahkan kita saja. Berapa sih, gaji manajer akunting perusahaan kosmetik lokal? Terus jualan kue dan roti homemade jarang-jarang begitu mana bisa diandalkan? Sedangkan biaya perawatan anak mereka yang autis itu pasti akan membebani seumur hidup mereka!”
“Papa! Tega sekali Papa menghina keluarga yang belum Papa kenal betul!”
“Papa nggak perlu mengenal mereka lebih jauh. Melihatmu sekarang sudah kurang ajar berani membentak Papa saja sudah menunjukkan sejauh mana kualitas perempuan bernama Rachel itu!”
Rafael menggenggam tangannya kuat-kuat. Wajahnya memerah. Mata pemuda itu menyala-nyala bagaikan siap menerkam ayah kandungnya sendiri.
“Lihat tampangmu sekarang!” seru sang ayah keras. Wajah pria itu tak kalah garang memandang anak sulungnya. “Selama ini kamu nggak pernah bersikap membangkang orang tua. Baru satu tahun pacaran dengan Rachel sudah berubah total sikapmu, Rafael!”
Sang pemuda tak tahan lagi. Dihantamkannya kepalan tangannya pada dinding kamar hotel. Terdengar jeritan dari dalam kamar mandi. Muncullah ibu Rafael yang memandang anaknya dengan tatapan ngeri.
“Aduh, Rafael,” cetus wanita cantik itu seraya mendekati sang putra. “Tanganmu berdarah.”
Pemuda itu tak mengindahkan kata-kata ibunya. Dengan gusar dia berjalan cepat meninggalkan kamar hotel bintang lima tersebut.
“Kamu terlalu keras sama dia, Pa,” tegur ibu Rafael pada sang suami.
Pria itu mendengus dongkol. Dia berkata dengan tegas, “Pokoknya aku nggak mau gadis bernama Rachel itu datang ke acara wisuda Rafael besok. Lebih baik aku nggak datang daripada harus melihat perempuan itu lagi. Dia nggak level bersanding dengan anak kita, Ma. Aku mau mereka putus hubungan untuk selamanya!”
***
Rafael pergi naik taksi ke rumah sakit untuk mengobati luka di tangannya. Untungnya tidak ada urat yang putus. Luka di tangan kanan pemuda itu dibersihkan, diobati, dan diperban. Kemudian dia diberi obat minum pereda nyeri.
Berkali-kali ibu Rafael menelepon tapi tak diindahkan oleh pemuda itu. Hingga akhirnya Rafael merasa iba dan diteleponnya perempuan yang melahirkannya ke dunia itu.
“Rafael!” seru suara di seberang sana. “Akhirnya kamu menelepon Mama. Kamu sekarang ada di mana, Nak?”
“Aku di rumah sakit, Ma. Mengobati luka di tanganku,” jawab Rafael terus terang.
“Dokter bilang apa, Nak? Lukamu serius, nggak?”
“Nggak serius, Ma. Ini sudah diobati dan diperban. Terus aku dikasih obat minum buat pereda nyeri. Udah gitu aja, Ma. Nggak ada masalah.”
“Syukurlah kamu nggak apa-apa, Raf. Cepat pulang, ya. Mama mau ngomong sesuatu.”
Rafael mendengus kesal. Lalu dia berkata, “Ngomong di sini aja sekarang, Ma. Aku sebentar lagi mau ke rumah Rachel soalnya.”
“Jangan temui perempuan itu lagi, Raf. Papa nggak setuju dengan hubungan kalian.”
“Alasan Papa nggak masuk akal, Ma. Pemikirannya terlalu jauh. Keluarga Rachel itu mandiri sekali. Mereka nggak akan nyusahin keluarga kita.”
“Mama setuju sama pendapat Papa, Raf. Lagian Mama sendiri merasa nggak nyaman melihat keadaan Velove. Mama terus terang malu punya menantu yang adiknya autis. Apa kata orang-orang di Makassar nanti? Mereka akan menghina kita karena punya menantu yang bibit, bebet, dan bobotnya nggak bagus.”
“Ya ampun, Ma! Sekarang sudah zaman apa? Kenapa harus peduli sama omongan orang? Mereka juga nggak lebih bagus dari kita!”
“Pokoknya Papa dan Mama nggak setuju kamu berhubungan dengan Rachel, Nak. Dan jangan sampai perempuan itu besok datang ke acara wisuda kamu. Papa dan Mama lebih baik nggak hadir daripada harus melihat dia ada di sana.”
Rafael lelah sekali. Dia sangat menyayangi ibunya. Tak tega menyakiti perasaan perempuan yang berjasa besar dalam hidupnya itu. Daripada terus berdebat kesana-kemari tanpa hasil, dimatikannya sambungan telepon. Diblokirnya nomor WA ayah dan ibunya untuk sementara. Sampai hatinya tenang kembali dan siap menghadapi mereka.
Dirinya sekarang hanya ingin bertemu Rachel. Akan ditumpahkannya kegundahan hatinya pada kekasihnya tercinta itu. Dan beberapa saat kemudian Rafael berada di dalam taksi menuju ke rumah Rachel.
***
“Begitulah, Chel,” kata Rafael mengakhiri ceritanya.
Rachel yang duduk di hadapannya tampak syok mendengar cerita sang kekasih. Tadi saja dia sudah bingung menerima telepon Rafael yang memintanya bersiap-siap untuk dijemput dengan taksi. Kekasihnya itu bilang ada hal penting yang harus dibicarakan dan harus di luar rumah. Untungnya kedua orang tua Rachel sudah tidur.
Gadis itu mengendap-endap keluar rumah. Jantungnya berdebar-debar takut ayah-ibunya akan terbangun dan melarang dia pergi di tengah malam buta begini.
Tapi rupanya alam semesta menghendaki Rachel pergi bersama Rafael. Tak ada hambatan yang berarti sampai mereka berdua tiba di resto cepat saji terdekat yang spesialisasinya menjual fried chicken.
Setelah memesan makanan dan duduk di tempat yang terletak di ujung supaya tak menarik perhatian, Rafael mulai bercerita tentang pertengkarannya dengan sang ayah. Pertengkaran yang berujung pada hantaman tangannya di dinding kamar hotel.
Rachel ternganga mendengar penuturan pemuda itu. Dia memang sempat merasakan keanehan sikap ayah Rafael tatkala diperkenalkan dengan Velove waktu makan malam tadi. Namun hal itu dipendamnya dalam-dalam demi menjaga perasaan Rafael. Ternyata firasat Rachel benar. Ayah kekasihnya tidak suka pada Velove. Dan itu berujung pada penolakan terhadap dirinya juga sebagai pacar anaknya!
Luka dalam hati Rachel semakin menjadi-jadi ketika mengetahui ibu Rafael pun tak merestui hubungan mereka. Perempuan yang dihormatinya itu bahkan melarangnya hadir pada acara wisuda Rafael besok!
Perasaan gadis itu hancur berkeping-keping. Dia terkenang kembali pada luka hatinya bertahun-tahun yang lalu waktu putus dari Felix gara-gara masalah yang sama. Tak adanya restu dari orang tua sang kekasih akibat kondisi Velove yang autis.
Tiba-tiba ada sebuah kekuatan yang mendorong Rachel untuk berkata dengan tegas, “Hubungan kita memang sebaiknya berakhir sampai di sini, Raf. Karena hatiku bukan untukmu. Selamat tinggal.”
Gadis itu bangkit berdiri dan siap meninggalkan tempat itu. Rafael yang terkejut refleks ikut berdiri. Ditahannya tangan Rachel.
“Jangan begini, Chel,” pinta pemuda itu dengan nada memohon. “Aku tadi cerita supaya kamu tahu masalah yang sebenarnya. Dan aku bertekad untuk mempertahankan hubungan kita. Kamu dan Velove nggak salah apa-apa. Nggak layak diperlakukan seperti ini.”
“Yes,” tukas Rachel membenarkan. “Karena itulah aku memutuskan untuk mundur. Pergi jauh-jauh dari hidupmu. Perasaan cintaku sudah lenyap. Hatiku bukan untukmu, Rafael.”
Kemudian ditangkisnya tangan Rafael yang dibalut perban. Pemuda itu mengeluh kesakitan. Kesempatan itu dimanfaatkan Rachel untuk berlari secepat mungkin. Tak diindahkannya teriakan-teriakan Rafael yang berusaha mencegah kepergiannya.
Hati gadis itu patah sudah. Takkan tersambung lagi bagi Rafael sampai kapanpun juga.
***

Komentar Buku (14)

  • avatar
    ContessiaAnnatasa

    seru banget !!

    10/07

      0
  • avatar
    Abby Azarinah

    👍🏻👍🏻

    02/07

      0
  • avatar
    KotoRisniyati

    semangat terus yah

    12/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru