logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Ponsel

Brandon tengah duduk termenung di atap gedung Sekolah sembari memerhatikan teriknya Mentari siang itu, dengan mata yang ia sipitkan. Ketika angin musim panas berembus ke arahnya, pandangan mata Brandon teralihkan pada seragam Sekolah miliknya yang tengah ia jemur di atas sebuah tongkat yang sudah Brandon atur sedemikian rupa menjadi sebuah jemuran. Tentu cara ini adalah cara paling mujarab untuk mengeringkan jas dan baju seragamnya yang basah kuyup karena tadi, ia terlalu dalam masuk ke dalam Danau. 
Panasnya cuaca hari ini membuat celana panjang yang melekat pada tubuh Brandon perlahan mengering, padahal 30 menit lalu pakaiannya masih sangat basah. Sebuah senyuman lebar terpapar jelas di wajah polos flower boy itu, melihat seragamnya berkibar tinggi diterpa angin. 
Brandon beranjak dari duduknya, bergerak maju untuk memastikan apakah pakaian juga ponsel milik Chelsea yang berhasil ia temukan, sudah kering seperti celananya atau belum. 
Brandon menggeliat kecil, merenggangkan otot-otot tubuhnya dengan sesekali menguap. Pertanda bahwa ia sudah cukup lama berada di sana seorang diri. Entah sudah berapa banyak jam pelajaran yang ia lewatkan hari ini. Hanya demi memerjuangkan sebuah perasaan aneh yang terus bertumpuk dan tumbuh subur di dalam hatinya. 
Brandon menyatukan kembali casing, baterai juga mesin ponsel smart phone milik Chelsea yang sudah kering. Setelah terpasang, ia mencoba untuk menyalakannya kembali. Dan saat layar alat komunikasi itu menunjukan tanda-tanda kehidupannya, Brandon kembali tersenyum riang. 
"Bicaralah ..., apa yang ingin kamu katakan padaku?" 
Kelopak mata Brandon terbuka lebar, ketika suara seorang gadis tertangkap telinganya. Disusul dengan suara derap kaki beberapa orang yang mendekat. 
Karena tidak ingin diketahui keberadaannya, pemuda itu segera mengenakan seragamnya asal kemudian memilih untuk bersembunyi di balik dinding dengan indera pengelihatannya yang masih mengawasi sekitar. 
Rupanya, Chelsea dan Ayumi-lah yang datang ke atap gedung. Dari ekspresi wajah mereka yang sulit diartikan itu, nampak dengan jelas bahwa hubungan kedua sahabat ini benar-benar tidak sedang baik-baik saja. 
"Aku ingin kamu menjauhi Daniel mulai dari sekarang." ungkap Ayumi, memberanikan diri mengutarakan maksudnya membawa Chelsea yang tengah asyik menggambar di dalam kelas tadi, ke tempat terbuka yang sepi seperti sekarang ini. 
Chelsea membuang napasnya berat, mengalihkan pandangannya untuk melihat gumpalan Awan putih yang berarak di atas Langit biru yang luas.  
"Sejak awal ..., aku tidak pernah mendekati Daniel." timpal Chelsea dengan ekspresi datarnya. 
Ayumi yang lebih memilih untuk menatap lantai pijakannya, mengeratkan kepalan tangannya. "Aku tahu, aku bersalah karena telah merebut Daniel darimu. Tapi perlu kamu tahu, aku juga tidak pernah menginginkan hal ini terjadi dalam hubungan kita! Karena bagaimanapun, kamu tetap sahabatku. Tapi sekarang, aku sangat mencintai Daniel. Jadi tolong, biarkan kami bahagia." 
Chelsea yang tengah melipat tangannya di depan dada mencoba untuk tetap tenang. Padahal di dalam hatinya, gadis itu sudah menangis pilu mendengar perkataan itu keluar dari mulut sahabatnya sendiri. Itu terlalu sakit untuk Chelsea, benar-benar sakit. Begitu menyadari airmatanya akan menetes, Chelsea cepat-cepat mengerjapkan matanya beberapa kali, agar likuid bening itu tidak benar-benar jatuh membasahi pipi. 
"Kamu tak perlu khawatir, Ayumi. Karena hubunganku dan Daniel memang benar-benar sudah berakhir. Bersamaan dengan berakhirnya persahabatan kita." ungkapnya tegas, sesaat sebelum Chelsea memutuskan untuk kembali memasuki gedung Sekolah. Meninggalkan Ayumi dengan sejuta rasa beralahnya. 
"Maafkan aku, Chel. Karena aku telah melukaimu ...." lirih Ayumi yang menjatuhkan satu bulir airmatanya ke lantai yang gersang.
©Rainsy™
Jam sekolah sudah berakhir sekitar 10 menit yang lalu, namun Chelsea masih betah berada dalam kelasnya. Masih menghiasi satu halaman dalam bukunya tersebut, dengan sebuah gambar anime seorang gadis yang tengah bersedih. 
"Ini, aku kembalikan." 
Chelsea terkejut melihat sebuah tangan menyodorkan ponsel miliknya; yang gadis itu pikir sudah hilang atau mungkin rusak karena air Danau. Sembari meraih ponsel berwarna biru shapire tersebut, Chelsea mendongakan kepalanya. 
"Kamu?" 
Belum juga Chelsea menanyakan bagaimana Brandon dapat menemukan ponselnya tersebut. Adik kelasnya yang Populer itu justru lebih dulu memotong perkataannya. 
"Jangan cemas. Ponselmu masih sehat, Kak. Oh iya, aku sudah menyimpan nomorku di dalam ponselmu, jadi tolong angkat teleponku ketika aku menghubungimu, oke? Sampai jumpa, Kakak Kelas!" ucap Brandon menggerakan tungkainya pergi sembari melambaikan tangannya riang. 
Chelsea mengernyit bingung, melihat ponsel yang kini sudah kembali ke tangannya. Perlahan ibu jari tangan kanan Chelsea bergerak menyentuh layar ponselnya. Ketika  layar ponsel tersebut menyala dan menunjukan pukul berapa sekarang, Chelsea langsung bergegas memasukkan peralatan sekolahnya ke dalam tas. Gadis itu tampak panik, berjalan dengan langkah lebar keluar dari dalam kelasnya. "Gawat. Semoga saja aku tidak ketinggalan Bus terakhirku." gumamnya bergerak semakin cepat. Namun baru sampai gerbang Sekolah, langkahnya sudah ditahan oleh sepasang kekasih yang saling merangkul mesra di depannya. 
"Oh, Hai, Chel! Mau pulang dan makan siang bersamaku? Kebetulan, aku dan Kak Daniel rencananya akan makan siang di Cafe baru. Bagaimana?" tanya Ayumi menawari dengan wajah sumringahnya. 
Chelsea nampak bingung untuk menjawab. Haruskah ia menolak? Atau justru menerima ajakan itu dengan risiko ia akan menjadi benda mati untuk pasangan kekasih baru di depannya ini. 
Di tengah kebimbangannya, ponsel yang sedari tadi dalam genggaman tangan Chelsea bergetar, dan saat gadis itu menatap layar ponselnya yang menyala Chelsea memutar bola matanya jengah. 
Pasalnya, dari layar ponselnya itu muncul sebuah kontak dengan nama 'Flower Boy Brandon.' Tentu itu membuat siapapun yang melihatnya akan mengira bahwa Chelsea termasuk fans fanatik bocah itu. 
Chelsea juga berdecak kesal  kala menyadari wallpaper bunga tulip di ponselnya, sudah diubah gambarnya menjadi wajah Brandon yang tengah mengacungkan kedua jarinya dengan sebelah mata yang mengerling genit. 
"Ya, halo ...." ucap Chelsea malas-malasan mengangkat panggilan dari Adik kelasnya tersebut. 
"Hey! Kenapa nada suaramu seperti itu? Harusnya kamu lebih bersemangat setelah melihat wallpaper ponsel terbarumu. Bagaimana, aku tampan bukan?" seloroh Brandon yang ternyata tengah memerhatikan Chelsea dari area Parkir. 
"Tidak juga. Justru dengan wallpaper barumu ini, membuat ponselku terlihat lebih kotor." timpal Chelsea sekenanya. Brandon mendelik melempar tatapannya ke arah Chelsea yang tengah ditunggu-tunggu jawabannya oleh Daniel dan Ayumi tersebut. 
"Kak, kamu sedang ada di mana sekarang?" tanya Brandon lagi. 
Chelsea melirik Daniel dan Ayumi kilas, lalu menjawab bahwa ia sedang berada di halte Bus dan hendak pulang. Chelsea mengernyit bingung ketika mendengar Brandon di seberang telepon sana justru tertawa renyah mendengar jawabannya. 
"Kenapa kamu tertawa?" 
"Karena kamu mencoba untuk membohongiku. Aku tahu, kamu tidak sedang berada di halte Bus. Melainkan saat ini kamu sedang berada dalam bahaya. Apalagi dengan sahabat dan mantan kekasih yang menghianatimu tengah berdiri di depanmu itu." ulas Brandon membuat Chelsea terperanjat dan mulai mengedarkan pandangannya ke sekitar, mencari keberadaan Brandon. 
Alih-alih menunjukan batang hidungnya, Brandon yang berhasil lebih dulu bersembunyi di balik tanaman hias yang terpajang di depannya itu malah terkikik geli. 
"Chel, bagaimana? Apa kamu ingin ikut dengan kami?" tanya Ayumi mengulangi ajakannya lagi. "Sebenarnya kamu sedang menelepon siapa?" tambahnya penasaran karena sejak tadi Chelsea terus menggerakan bola matanya ke semua penjuru arah. 
"Aha! Aku dapat jackpot. Benarkan, itu tadi suara Kak Ayumi? Apa kamu perlu bantuan, Kak? Jika kamu menyebut namaku dengan lantang sekarang, maka aku akan datang menjemputmu. Tolong pikirkan ini baik-baik, jangan sampai kamu menyesal untuk yang kedua kalinya." 
Mendengar kalimat terakhir Brandon barusan, Chelsea jadi teringat kembali kejadian sebelumnya. Bukankah saat ia di Danau, Brandon juga menawarkan bantuannya? Namun sayangnya saat itu, Chelsea tidak berani memanggil nama Adik kelasnya tersebut, sehingga Daniel sampai berani melakukan hal sekeji itu. 
"Bran ..., don." lirih Chelsea terputus-putus. Brandon tersenyum puas sementara Ayumi dan Daniel mengernyitkan dahi mereka; merasa aneh karena ternyata saat ini Chelsea tengah berbicara dengan Adik kelasnya itu lewat sambungan telepon. 
"Halo, Sayang! Apa kamu sudah cukup lama menungguku? Maaf ya aku terlambat datang." sapa Brandon yang mendadak muncul entah dari mana dan langsung merangkul bahu Chelsea lembut. 
"Chel, apakah Brandon itu adalah ...." 
Lagi. Untuk yang kedua kalinya, Brandon memotong kembali ucapan Ayumi yang sudah dipastikan ingin menanyakan apakah Brandon adalah kekasih baru Chelsea ataukah bukan. 
"Yups! Kamu memang benar, Kak. Aku dan Chelsea baru saja memulai hubungan. Sama halnya seperti kalian berdua. Oh iya! Dan kalian ..., sedang apa di sini?" tukasnya masih bergelayut manja pada Chelsea yang cenderung lebih memilih untuk diam, senada dengan Daniel yang malah terus menatap tajam ke arah Chelsea. Mencari kebenaran dengan pernyataan Brandon barusan. 
Ayumi kembali menjelaskan tujuannya menemui Chelsea adalah untuk mengajak gadis itu pulang bersama sekaligus mengajaknya untuk makan siang sebagai wujud permintaan maafnya. Tanpa meminta persetujuan dari Chelsea lebih dulu, Brandon langsung mengiyakan ajakan itu. 
Akhirnya mereka berempat pergi bersama ke sebuah cafe yang merangkap dengan toko aksesoris. Karena untuk mendapatkan menu makan siang, mereka harus memesannya ke depan,  Brandon dan Daniel-lah yang pergi memesan. Sementara gadis-gadis mereka memilih meja yang strategis untuk menjadi tempat makan siang mereka berempat. 
Setelah menyebutkan menu makanan yang akan mereka pesan pada sang pelayan, Daniel dan Brandon memilah milih aksesoris yang terpajang di dalam etalase kaca di samping mereka, sembari menunggu pesanan mereka datang. 
"Astaga, lihatlah ..., sepertinya jepit rambut itu cocok untuk Chelsea-ku!" seru Brandon antusias menunjuk sebuah jepit rambut berwarna biru muda berbentuk bunga tulip. 
Daniel yang tahu Adik kelas di sebelahnya ini tengah memanas-manasinya, menggeram kesal seraya memutar bola matanya jengah. "Chelsea-ku? Kamu pikir Chelsea akan mudah kamu miliki? Padahal kalian baru saling mengenal." cibir Daniel menatap sinis Brandon; yang justru tak memedulikan ucapannya. Karena Adik kelasnya itu lebih memilih untuk berbicara dengan pelayan yang berdiri di balik meja etalase tersebut. 
"Aku ingin membeli jepit rambut itu, bisakah kau membingkiskannya untukku?" pinta Brandon yang langsung disanggupi oleh sang pelayan. 
Sebuah box kecil berwarna merah muda dengan pita cantik berwarna hijau yang mengiasi bagian atasnya, diberikan pada Brandon yang tersenyum senang saat memasukkannya ke dalam saku celana. 
"Akan kuberikan hadiah ini pada Chelsea saat mengantarnya pulang nanti." gumamnya melirik jahil ke arah Daniel yang pasti sudah menahan emosinya sekuat tenaga. 
"Silakan, pesanan kalian sudah siap!" seru seorang pelayan tidak jauh dari tempat Daniel dan Brandon berdiri. 
"Baik! Akan kami ambil sekarang." sahut Brandon mengangkat sebelah tangannya dengan bergerak maju, disusul oleh Daniel yang mengekor di belakangnya. 
To be continued

Komentar Buku (18)

  • avatar
    PonorogoNanda

    ceritanya bagus dan Sangat menghibur ke gabutan saya

    16/07

      0
  • avatar

    keren

    15/07

      0
  • avatar
    HAFIZHMUHAMMAD

    5000

    15/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru