logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2 VIENNA PINGSAN

Semua murid duduk rapi kala ada kepala sekolah datang bersama guru tampan yang digosipkan itu, sedangkan Vienna masih sama menyembunyikan wajahnya di balik tubuh salah satu siswa agar tak ketahuan.
"Pagi anak-anak!" ucap kepala sekolah yang memiliki kumis cukup tebal di bawah hidungnya.
"Pagi pak," balas semuanya tapi Vienna bersuara kecil saat membalas sapaan itu.
"Perkenalkan ini pak Leon, guru baru kalian, dia akan mengajarkan pelajaran Fisika pada kalian," ucap kepala sekolah. Ya memang kelas Vienna adalah kelas IPA tapi paling terakhir, karena kepintarannya rata-rata jadi dia masuk ke kelas itu.
Pria bernama Leon itu tersenyum kepada semua orang, tapi tatapannya berhenti kala melihat Vienna yang terus menatap kebawah.
"Pak Leon, apa ada yang ingin anda katakan?" tanya Kepala sekolah dengan ramah.
"Murid yang menunduk itu! Siapa nama kamu?" tanya Leon sambil menunjuk Vienna.
"Vienna pak," ucap semua murid yang langsung memberitahukan namanya dengan kencang.
"Oh Vienna, tolong kalian tanya dia kenapa melempari saya dengan pesawat kertas?" tanya Leon yang memang seperti membongkar kesalahan, demi setan yang ada di dunia ini, dia pasti akan diberi ceramah lagi oleh si kumis tebal itu.
Semua orang menatap kearah Vienna tajam dan gadis itu cengengesan karena tau kesalahannya. "Gak sengaja, pak. Lagian bapak ngapain sih ada di situ, kan pesawat saya jadi oleng pak."
"Maksud kamu?" tanya Leon tak mengerti.
"Kan pesawat juga gak bisa liat yang bening dikit, pak." Seketika sorakan riuh seisi kelas memecahkan gendang telinga.
"Heh sudah-sudah kok pada ribut sih? Vienna nanti kamu pergi ke ruang bapak setelah jam istirahat!" perintah sih Kumis tebal itu.
"Baik pak," balas Vienna yang hanya bisa mengucapkannya dengan nada lesu, ternyata guru itu tukang ngadu juga ya, dasar guru sialan, awas aja nanti.
.
.
Setelah kelas berakhir Vienna masih ke ruang kepala sekolah dengan wajah yang memang akan mendapatkan ceramah habis-habisan, tapi anehnya walau sering membuat onar, tak sekalipun ia pernah di suruh manggil orang tua, entah ia harus bersyukur atau bagaimana.
"Assalamualaikum pak," salam Vienna sambil membuka pintu.
"Duduk kamu!" ujar si kumis tebal itu, yang membuat Vienna turut duduk di kursi, beruntung pria itu tak menyuruh dia duduk di lantai.
"Ada ap---"
"Kamu tuh apa-apa sih Vienna? Dia itu guru terkenal loh, apa kamu sengaja buat dia gak betah di sini?"
Gadis itu menggeleng, menyangkal ucapan itu. "Bapak jangan asal nuduh ya, orang saya gak sengaja juga, dia aja tuh yang ngapain ada di bawah pas saya lempar tuh pesawat, lagian jadi cowok pengadu banget."
Kepala sekolah itu memukul kepala cantik Vienna menggunakan rotan. "Diam kamu! Kalo pak Leon dengar mungkin dia akan langsung pergi dari sini karena kamu."
"Biarin aja pak, saya malah senang kalo dia pergi, hilang sudah pengganggu saya," ucap gadis itu santai.
"Kayaknya ada yang senang saya pergi nih?" tanya seseorang tiba-tiba yang membuat dua orang itu membulatkan matanya.
Leon datang dengan wajah datar sambil melipatkan tangannya di dada.
"Eh pak Leon kapan datang pak?" tanya kepala sekolah tersenyum kaku.
"Barusan," balasnya sambil mendekat kearah Vienna yang masih menunduk takut.
"Ngomong apa kamu barusan?" tanya Leon yang menatapnya tajam, sontak jantung Vienna berdetak kencang karena takut
"Maaf pak," ucapnya menutup mata.
"Sekarang kamu pergi ke lapangan, hormat ke tiang bendera, jangan berhenti sampai jam pulang sekolah berbunyi."
Mendengar ucapan tegas dari guru baru itu membuat kepala sekolah gelagapan, ia tau gadis itu memang selalu membuat onar, nakal, suka tawuran tapi menghukumnya selama itu akan membuat dia pingsan.
"Pak Leon, tolong jangan terlalu keras pak!" ucap Kepala sekolah yang khawatir.
"Biarin! Dia itu gadis nakal, perlu di kasih hukuman yang keras, biar dia kapok."
Vienna mengepal tangannya sambil memasang wajah kesal menatap bawah, awas saja besok ia benar-benar akan membalas perlakuan guru sialan ini.
.
.
Jam menunjukkan pukul 12 siang, tapi Vienna masih memandang ke atas, hormat kepada bendera sang saka merah putih, dia tetap seperti itu dari jam 10 pagi tadi, tidak bisa dibayangkan betapa pegalnya gadis itu berdiri di sana.
Air mengucur deras membasahi seragamnya, hawa panas membuat siapa tak betah berlama-lama di bawah sinarnya, sebenarnya Vienna sudah tidak kuat tapi karena kesal pada pria itu membuat kuat hingga sekarang.
Banyak orang yang menatap Vienna dari atas, karena ada beberapa kelas jam kosong sekarang ini, dengan alasan masuk Zuhur.
Tubuh Vienna mulai tak terkendali karena dehidrasi, rasa haus juga lapar menguasai pikirannya, pada akhirnya pandangan mulai gelap, Vienna tumbang di tengah lapangan.
Tak lama seorang pria berlari cepat ke arahnya dan mengangkat tubuh lemah itu, tidak banyak yang tau kalo itu guru baru mereka, tapi yang kenal berbisik-bisik girang.
Leon membawa cepat tubuh Vienna menuju UKS dan membaringkannya di sana, tak lama kepala sekolah panik melihat Vienna yang tak sadarkan diri.
"Tuh kan pak, apa saya bilang dia pingsan."
"Bapak jangan panik, tolong kamu ambilkan minyak kayu putih ke sini," ucap salah satu orang yang memang ikut melihat gadis itu pingsan.
Tak lama mereka mendapat minyak kayu putih itu, dan Leon segera mendekatinya ke hidung Vienna.
Suasana hening kala Vienna belum sadar juga hingga kembali ricuh saat ketiga teman gadis itu datang dengan terburu-buru, apalagi Tasyanto yang begitu heboh.
"Astaga Vi sayang, kamu kenapa? Bangun dong!" ucap Tasyanto yang sambil menggoyang-goyangkan tubuh Vienna.
"Eh Tasyanto, jangan digoyang-goyang gitu nanti tambah pusing entar si Vinya," ucap Bima yang kesal dengan tingkah pria setengah wanita itu.
Sedangkan Aldo mengambil minyak kayu putih itu dengan cepat dan mendekati aroma itu ke hidungnya temannya.
"Vi! Bangun Vi! Hei!" ucap Aldo yang khawatir, tak lama tapi pasti mata Vienna mulai terbuka melihat banyak orang yang berada di dekatnya.
"Air." Kata pertama gadis itu setelah sadar dari pingsan.
Aldo segera memberikan air mineral yang ia beri dari kantin tadi, setelah itu wajahnya kini beralih ke Leon yang masih biasa saja setelah apa yang terjadi.
"Mohon maaf pak, saya tau anda kesal tapi tolong jangan siksa murid seperti ini dong, bapak bisa saya hukum ya," ucap Aldo yang gak terima, apalagi gosip simpang siur yang mengatakan kalau Vienna begitu karena hukuman dari Leon.
"Kalau kamu mau hukum saya silahkan, lagipula dia itu murid yang nakal, saya harus kasih pelajaran agar dia tidak nakal lagi," ucap Leon masa bodo.
"Dia itu perempuan, pak. Bapak mikir dong, tubuhnya gak kayak cowok, lagipula kalo bapak mau hukum, hukum saya aja, saya kok yang ngajak dia nakal," ucap Aldo membela, seumur-umur baru kali ini ada guru yang begitu jahat pada perempuan, biasanya yang paling galak pun paling hanya muter lapangan sepuluh kali atau membersihkan toilet, tapi dia benar-benar keterlaluan.
Vienna menatap kedua pria itu dengan tatapan lemah, tak lama ia mulai bersuara. "Udah belom ributnya? Laper nih."
Suasana yang tadi tegang mendadak, buyar karena ulah gadis itu.

Komentar Buku (2471)

  • avatar
    Saidatul Syuhada

    i like it very much, cause the statement is good and meaningful, i like to read

    07/04/2022

      3
  • avatar
    Syazwani Latif

    terbaik .. tapi bahasanya ada faham ada yang xfaham.. kena translate juga . tapi bagus jalan cerita lawak ..

    29/03/2022

      4
  • avatar
    HelenLen

    cerita nya bagus banget , ada terharu ny jga ada seneng ny jga pokoknya bagus lh ceritanya

    07/03/2022

      43
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru