logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Pergi

"Panggil Sali."
Mendengar perkataan Arken Riani menoleh, ia melongo saja tidak mengerti, karena orang yang dicarinya tidak ada di kantor.
"Apa Sali tidak mengantar surat pengunduran dirinya?" mendengar pertanyaan Riani Arken menautkan kedua alisnya, terlihat dari wajahnya ia sangat marah.
"Apa!"
"Iya, Sali sudah mengundurkan diri dua hari yang lalu."
Arken mengertak meja dengan keras. Riani hanya menggeleng kepala saja melihat reaksinya.
"Jika sudah kepincut hatinya." gumam Riani lagi. Arken menatap Riani kesal.
"Seharusnya kamu kasih tahu."
"Memang selama ini kamu mengurusi hal-hal kqyqk gini, saya rasa tidak pernah."
"Tapi ini lain."
"Saya rasa semua karyawan selama ini sama." Arken menatap Riani kesal.
***
Jam kerja sudah menjadi rutinitas Sali akhir-akhir ini, tapi mulai sekarang tidak ingin melakukan apa-apa, karena ia sudah melayangkan surat pengunduran dirinya kepada manajer perusahaan.
"Li... kamu tidak masuk kerja Nak? kenapa? sakit?" tanya neneknya yang masuk ke dalam kamarnya. Nek Ita, terperangah melihat kamar Sali, tidak ubahnya kapal pecah.
"Ya ampun Sali...! kamarmu kenapa?"
"Tidak apa-apa Nek..." masih tetap dengan selimut hangatnya.
Mek Ita meraih benda-benda itu, kaca mata juga cd yang digunakan Sali ikut bwrantakan.
"Dasar anak malas!" kata Neneknua sambil membersihkan kamar Sali
"Sali. Kamu itu anak gadis, kenapa kayak gini kamarnya?" Nek Ita mengambil baju kotor ada di mana-mana sambim ngomel-ngomel.
"Biar Nek... nanti akan saya bereskan." Nek Ita menghampirinya dan memukul bahu Sali dengan baju yang dipegangnya.
"Aduh... Nek. pasti akan Sali bersihin." seraya bangun.
"Anak gadis bangun itu pagi-pagi, bukannya pukul delapan masih diatas kasur."
"Nek...." Sambil merajut.
"Nanti rezekinya di makan Ayam." Sali tersenyum.
Nek Ita, mengambil baju-baju Sali dan hendak keluar. Sali menahan tangan Neneknya, ia mengambil baju-baju itu dengan lembut sambil tersenyum.
"Biar Sali saja Nek." ia buru-buru ke kamar mandi mencuci pakaiaannya yang menumpuk. Nek Ita hanya geleng-geleng kepala dan meneruskan aktifitas memasaknya.
Nek Ita sangat menyayangi Sali, dia sudah tahu bagaimana Sali, bagaimana kebiasaannya, kesukaannya bahkan hal-hal kecil yang sangat tidak disukainya.
"Pasti banyak tekanan pekerjaannya, dia tidak biasanya uring-uringan seperti ini." batin Nek Ita
Satu jam berlalu, mereka akhirnya sarapan, dengan menu yang sangat sederhana. kuah manisa dan tempe goreng juga sambal terasi. Masakan yang sederhana seperti ini yang terkadang sangat dirindui.
"Masakan Nenek selalu enak di mulutku." Kata Sali seraya mengunyah.
"Makanya kamu harus rajin membantu Nenek, biar pintar masak." Sali hanya tersenyum menanggapinya.
"Kenapa keluar dari pekerjaanmu?" tanya Nek Ita sambil mengambil menu yang ada di hadapannya.
Sali tidak langsung menjawabnya, ia teringat kejadian di kantor. ia masih diam, sejenak ingin melihat Pak Arken dan ingin memarahinya.
"Sali." Panggil Nek Ita lagi.
"Tidak Nek, hanya pekerjaan di sana tidak cocok untuk Sali, jadi setelah ini Sali akan mencari pekerjaan lain."
"Nenek rasa ada yang mengganggumu."
"Tidak Nek, mana ada yang mau mengganggu Sali."
"Semoga saja begitu, Nenek khawatir jika ada yang menganggumu."
"Tidak... Nenek jangan khawatir, Sali bisa menjaga diri." meyakinkan Nek Ita sambil memegang tangannya.
Sali duduk di teras rumah ia lagi santai sambil baca-baca buku. sejenak ia teringat Arken, bagaimana Arken menganggunya.
"Aku tidak akan berhubungan dengan Arken itu, dasar bos mesum!" katanya geram.
"Siapa yang mesum?" Sontak Sali kaget ada suara yang menyambung perkataannya. Sali langsung berdiri, bukunya terjatuh dan ia salah tingkah.
"Pak Arken. Mau apa datang ke sini?"
"Jemput kamu kerja."
"Kerja!"
"Sali... Nenek mau ke pasar dulu, kamu--" Nek Ita terdiam melihat ada pria rapi di depannya.
"Kenapa tidak di ajak ke dalam temanmu ?" Tanya Nek Ita.
"Mari Nak masuk duduk ke dalam, biar Sali di depan, temannya mengunjungi tidak di ajak ke dalam."
Arken tersenyum menang melihat gadis di depannya diomeli Neneknya. Sali membulatkan matanya mengancam.
"Apa."
"Kalian bertengkar?" tanya Nek Ita pas Arken duduk di hadapannya.
"Iya Nek." Arken menjawabnya membuat Sali menghentikan langkahnya.
"Sali marah kepada saya, jadi saya datang ke sini untuk minta maaf, tapi dia tidak mau memaafkan saya."
Nek Ita menoleh kepada Sali, ia bertanya dengan raut wajahnya yang tidak biasa.
"Sali."
"Bukan Nek. dia itu bukan te--"
"Sali pacar saya Nek, tapi dia malu mengakuinya kepada Nenek." Arken memotong perkataan Sali.
"Nek. bukan begitu Nek." Sali berdecak kesal.
"Kenapa Sali tidak pernah cerita." gumam Nek Ita.
"Karena dia malu mengakui kalau punya pacarnya ganteng seperti saya."
Nek Ita tersenyum mendengar klakarnya Arken. ia menyuguhkan makanan ringan yang di buatnya tadi pagi.
"Nenek kok baik banget sama dia!" kesal Sali dalam hatinya.
Arken tambah memanas-manasi keadaan dengan bertanya banyak hal tentang Sali, kesukaan Sali serta hal-hal kecil yang Sali tidak sukai.
"Dia itu anaknya cengeng." mendengar perkataan Nek Ita Arken tertawa.
"Sudah besar masih cengeng?" tanya Arken tidak percaya.
"Namanya anak gadis mungkin seperti itu." Arken dan Nek Ita sudah sangat akrab, ia bercerita banyak hal dalam kesehariannya.
"Mari Nek. Saya mohon pamit dan Saya ke sini mau menjemput Sali." Arken melihat Sali, tapi ia menyilangkan tangannya tidak mengubris sama sekali.
"Ayo berangkat kerja."
"Tapi Nek. Sali sudah--"
"Tidak ada tapi-tapian, yang ada berangkat kerja."
"Nanggung Nek, sudah siang."
"Bodo amat dengan siang, toh bosnya sendiri yang menjemput." tegas Nek Ita.
Sali cemberut, ia enggan beranjak dari tempatnya, tapi Nek Ita dengan enteng membawa sapu dan hendak memukulnya.
"Eh eh eh." Sali langsung berlari ke kamar.
"Berangkat atau Nenek akan memukulmu." melihat adegan di hadapannya Arken terpingkal-pingkal. lima belas menit Sali sudah siap berangkat. Nek Ita masih dengan sapu di tangannya. Sali mendengus kesal, ia cemberut.
Sali melihat ke neneknya, tapi Nek Ita tidak menghiraukannya ia hanya menunjukkan sapu ke hadapan Sali.
"Sali sudah besar Nek... masak main pukul-pukul segala."
"Apa. emang sudah dari dulu kan seperti ini."
"Tapi Nek--"
"Tidak ada tapi-tapian." Sali berlalu ia meninggalkan rumah tanpa mengajak Arken yang sejak tadi hanya menyaksikan adegan drama. Ia masih tidak bisa menyimpan ketawanya, masih ada kesan lucu hingga ia terus tersenyum bahkan ketawa.
"Arken berangkat Nek."
"Hem."
Arken mengejar Sali yang sudah jauh dari rumahnya. Ia menghentikan mobilnya di samping Sali berjalan, tapi sali tidak menhhiraukannya bahkam melewatinnya.
Arken terus mengejar, sampai ia benar-benar menghadang di depannya. Sali terlihat sangat kesal. Arken keluar, ia menghampiri Sali yang menyilangkan tangangannya.
"Masuk"
"Apa hakmu nyuruh saya masuk?"
"Masuk Sali."
"Tidak!"
"Masuk, kalau tidak maka--"
"Apa"
"Jangan salahkan aku jika aku melakukannya kepadamu."
"Anda tidak punya hak melakukan hal yang tidak di inginkan kepada saya."
"Masuk atau aku cium kamu sekarang." Sali membulatkan matanya mendengar perkataan Arken.
Arken yang sudah kesal manarik tangan Sali, "Masuk ke mobil, atau aku akan benar-benar menciummu."
Sali menutup wajahnya dengan kedua tangan dan berusaha berontak. Arken melepas genggamannya di lengan Sali, tanpa disuruh dua kali Sali masuk ke dalam mobil. Arken tersenyum penuh kemenangan.

Komentar Buku (5)

  • avatar
    Momz Brio

    bagus cerita nya

    18/06

      0
  • avatar
    AntiRiyanti

    bagus ceritanya

    28/12

      0
  • avatar
    suesuzaini

    best best best

    20/08/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru