logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 5 Ketika Rumput Tetangga Terlihat Lebih Hijau.

Part_5
------------
Author PoV
"Aawww.. Ampun Mah sakit. " mohon Sinta dengan berderai air mata.
"Sukurin emang enak. Akan aku buat kamu dan Riyan cekcok. Diam kamu disini awas kalau masuk sebelum Riyan keluar. " ancam Ibu Niken sesampainya didepan rumah mereka.
"Ma-maksud Mamah apa? Mamah bakal Fitnah aku gitu? "
Bukan menjawab pertanyaan Sinta, Ibu Niken justru tersenyum sinis. Dia masuk kedalam rumah meninggalkan Sinta yang masih tidak paham maksud ucapan mertuanya.
"Yan, Riyan.. " Ibu Niken memanggil Riyan.
"Iya, ada apa Mah? Loh Mamah sendirian, Sinta Mana? " tanya Riyan bingung.
"Ada diluar, lagi nangis. " jawab Ibu Niken enteng.
"Na-nangis, maksud Mamah Sinta nangis, Kenapa? kok bisa, ada yang mempermalukan dia? " Riyan membrondong pertanyaan kepada Mamah.
"Bukan, dia nangis karena tadi di mall Ketemu mantan calon ibu mertuanya, dan Sinta tanya-tanya soal kabar mantan tunangannya dulu, tapi mantan calon mertua malah memberitahu kalau anaknya sudah bahagia sama istrinya, Sinta malah nangis histeris bikin malu Mamah saja." jelas Ibu Niken yang pastinya semua itu bohongan.
"Jadi tadi di mall Sinta ketemu sama keluarganya Bima? " tanya Riyan dengan muka yang sudah tidak sedap dimandang mata.
"Ah iya, benar anak Ibu itu namanya Bima, dan tadi Sinta sempat panggil anak perempuannya dengan sebutan Mila." lagi terang Ibu Niken, sudut bibirnya melengkung sinis.
Terlihat Riyan sudah termakan omongan Ibu Niken, dilihat dari mukanya yang sudah mulai emosi. Melihat Riyan emosi Ibu Niken justru merasa bahagia rencananya berhasil dengan mulus.
"Lalu Sintanya kemana Mah? " tanya Riyan dengan muka masam.
"Di luar dia lagi nangis nggak mau masuk kerumah." bohongnya padahal dia sendiri yang mengancam agar Sinta jangan masuk kedalam rumah.
"Sinta.. Sinta.. " teriak Riyan memanggil Sinta.
"Ya ampun, itu mertua munafik ngadu apa saja ke Riyan. Kenapa dia manggil aku teriak-teriak gitu. " batin Sinta merasa khawatir sendiri.
"I-iya Mas, aku di luar. " jawab Sinta masih dengan sisa isakannya.
"Kamu benar-benar membuat aku marah. Apa maksud kamu sampe nangis-nangis pengen tau banget kabar Bima. Kamu masih cinta dengan lelaki yang Ibunya pernah membuat kamu dipenjara? Kamu belum move on dari dia. Apa perhatian dan cinta aku kurang buat kamu. " bentak Riyan didepan muka Sinta.
"Ma-maksudnya apa Mas, aku nangis karena Mamah menyeret lengan aku dan tidak mengijinkan aku masuk kerumah. " terang Sinta dengan masih sesegukan.
"Kamu mau fitnah Mamah untuk menutupi kebusukan kamu Sinta, menantu macam apa kamu ini. " semprot Mamah tiba-tiba muncul dari dalam.
"Mah, tolong jangan memutar balikkan fakta. Mas! asal kamu tau setiap kamu keluar kota aku dijadikan pembantu oleh Mamah. " Sinta mengadu ke pada Riyan
Plak..
"Stop Sinta. Jangan playing victim, kenapa kamu masih belum berubah Sinta. Aarrrggggghhhh. Mah bawa Sinta kedalam, aku mau ada perlu kekantor." ucap Riyan kepada Mamahnya.
"Iya, Nak'. Ayuuk masuk." lengan Sinta langsung dicekal setengah diseret Sinta masuk kedalam kamar.
"Ini baru pertama, akan ada tamparan-tamparan selanjutnya. " ucap Ibu Niken merasa puas.
"Apa salah aku, kenapa Mamah jahat banget padahal aku sudah berusaha jadi menantu yang baik dan Mamah inginkan. " ucapan Sinta menghentikan langkah Ibu Niken.
"Kesalahan kamu itu adalah kamu mantan napi, dan aku malu karena itu. Karena Riyan menikah dengan kamu, aku sering dipermalukan oleh semua orang dan keluarga besar. Padahal aku sudah menjodohkan Riyan dengan anak kolega Papahnya tapi dia lebih memilih perempuan bermasalah seperti kamu." jelas Ibu Niken setengah berteriak didepan muka Sinta, bahkan dia menoyor kepala Sinta sebelum keluar dari kamar.
"Aah ya, bagaimana pun caranya. Aku akan membuat Riyan menyesal sudah memilih kamu. " sambungnya lagi diambang pintu.
***
"Kamu mau pesan Bakso yang mana Dek? " tanya Bima kepada Mila.
Sekarang Bima, Ibu Ina dan Mila sedang berada di warung bakso yang terkenal enak banget di kompleks tempat tinggal mereka.
"Terserah Mas Bima aja lah."
"Ibu juga ikut saja, lagian Ibu mah udah tua malah diajakin ng-bakso." kelakar Ibu, yang membuat Bima dan Mila tertawa lepas.
"Pak, " panggil Bima kepada pelayan bakso.
"Aku mau pesan bakso tetelan komplit ya, tiga. sama es jeruk 2 air dan mineralnya 1botol." Bima memberitahu pesanannya.
"Baik Pak, mohon tunggu sebentar." kata Bapak pelayan bakso ramah.
Tidak lama bakso pesanan Bima datang, dengan tenang diselingi canda tawa mereka menikmati bakso tersebut.
"Pak, aku pesan bakso biasa ya, dua, dibungkus. " ucap Sinta yang baru masuk.
"Baik Neng, tunggu sebentar. "
Sambil menunggu pesanan bakso dia selesai, Sinta iseng-iseng celingak celinguk mengintari warung Bakso yang kebetulan siang itu cukup ramai.
"Mas Bima. " gumam Sinta tanpa sengaja dia melihat Bima sedang makan bakso bersama Ibu Ina dan Mila.
"Kelihatannya mereka bahagia sekali, berbalik dengan nasib aku." ratap Sinta membantin.
Setiap potongan bakso masuk kedalam mulut Bima, Sinta yang memperhatikan sedari tadi hanya mampu menelan ludah, dia selalu membayangkan menikmati makan bakso disini. Karena setiap Sinta beli bakso disuruh oleh mertuanya itupun hanya dua porsi untuk dia sendiri dan Vina, sedangkan Sinta hanya akan kebagian kuah baksonya saja.
"Neng, ini baksonya. " ucapan Bapak pelayan membuyarkan lamunan Sinta.
"Oh, iya Pak. Ini uangnya!! " seru Sinta menyerahkan uang satu lembar biru untuk membayar bakso.
Sinta melihat Bima, Ibu Ina dan Mila tengah berjalan menujuh kearah dia, mungkin ingin membayar. Dengan cepat Sinta keluar dari warung bakso tersebut, tapi dia tidak segera pulang melainkan bersembunyi dibalik tembok, memperhatikan gerak gerik Bima.
"Kamu makin keren Mas, makin ganteng. " lirih Sinta memerhatikan penampilan Bima.
"Bu, Dek. Yukk pulang. " ajak Bima kepada Ibu dan Adiknya, dia tidak sadar tengah diintip.
"Nggak beliin buat Mba Fani juga Mas, biar ada alasan buat mampir. " ledek Mila kepada Bima.
"Iya benar Bim. Kamu mah makan bakso sendirian aja nggak inget dengan tuan putri." imbuh Ibu Ina ikut menggoda Bima.
"Ibu apaan sih, udah deh Dek. Jangan ngeledek terus. " ucap Bima merasa malu diledekin.
"Jadi benar apa yang Ibu kamu bilang Mas, kamu sudah bahagia dengan Fani. Kok aku nggak bisa terima ini ya, mereka bahagia sedangkan aku menderita. " gumam Sinta, ada perasaan tidak terima melihat kebahagiaan Bima.
Melihat Bima yang sudah masuk kedalam mobil ingin pulang, dengan cepat Sinta menaiki motor maticnya dia berencana ingin mengikuti mobil Bima, karena dia baru tau ternyata Bima tinggal satu kompleks tapi beda blok. Dan Sinta tidak tau saja justru jarak rumah Bima lebih dekat dengan rumah Fani dibanding dengan rumah dia.
"Jadi ini rumah Mas Bima, ya ampun mewah banget masih lebih mewah dibanding rumah Riyan, aku yakin pasti Mas Bima sudah lebih mapan dibandin dua tahun yang lalu. Beruntungnya Fani." mata Sinta tidak lepas mengatami rumah Bima.
Sinta berhasil mengikuti Bima sampai dirumah, terlihat sorot matanya memancarkan kekaguman melihat bangunan rumah Bima yang mewah, tapi dia juga merasa iri dengan Fani, karena dia mengira Bima masih menjalin hubungan suami istri dengan Fani.
"Akan aku rebut keberuntungan dan kebahagiaan kamu Fani, Bima harus kembali kepelukan aku." desis Sinta.
Setelah itu, dia memilih untuk kembali pulang kerumah mertuanya, lebih tepatnya penjara bagi Sinta dibanding disebut rumah bagi dia.
🌿🌿🌿

Komentar Buku (266)

  • avatar
    GrandeCandy

    Cerita best sangat.. 😊 Seperti kisah benar dizaman skarang..

    30/03/2022

      2
  • avatar
    HusaenMuhammad

    terimakasih

    19d

      0
  • avatar
    Muhammad RaziMunir

    bagus

    21d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru