logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Bertemu Dengan Sinta

Part_4

--------
"Bima, kamu hari ini masih ambil cuti kan? " tanya Ibu Ina saat mereka tengah sarapan.
"Iya, Bu. Kenapa memang? "
"Rencananya Ibu sama Mila mau pergi ke alun-alun kita mau apa, Dek? " tanya Ibu minta Mila yang menjawabkan ucapnnya.
"Shoping dan jalan-jalan dong." jawab Mila sambil nyengir kuda sedikit genit.
Bima tak bisa menahan tawanya akibat ulah adiknya yang lucu tersebut.
"Ya sudah, kalian hati-hati ya. Kamu bisa kan bawa mobil sendiri Dek? "
"Ibu minta kita kesana pake taksi aja," jawab Mila, dan di jawab
"Iya, kamu nggak mau ikut Bim. Jangan kerja terus sesekali liburan, refresing. " ajak Ibu kepada Bima.
"Nggak Bu, Ibu sama Mila saja yang jalan-jalan. Bima masih ada kerjaan yang harus diselesaikan buat besok." tolak Bima dengan halus.
"Makasih Mas Bima sayang, " ujar Mila dengan menunjukan jari telunjuk berbentuk hati didepan Bima.
Bima kembali tertawa melihat tingkah konyol adiknya tersebut.
***
Sementara itu di kediaman mertua Sinta, mereka tengah menikmati sarapan paginya. Dan lagi-lagi Sinta harus rela masih dijadikan Babu secara halus oleh mertuanya.
"Sinta, sayang. Tolong ambilkan kaca mata Ibu dikamar. " perintahnya dengan suara lembut tapi sorot matanya terlihat mengintimidasi Sinta.
"Tapi, Mah. Sinta sedang buat sarapan untuk Mas Riyan. " tolak Sinta melihat kearah suaminya meminta pembelaan.
"Riyan, kamu nggak keberatan kan membalik omeletnya sendiri. Mamah mau minta tolong sebentar ke Sinta." kata Ibu Niken meminta persetujuan anaknya.
"Oh, tentu boleh dong Mah, sayang kamu tolong Mamah dulua saja ya. " perintah Riyan kepada istrinya.
"Tapi Mas. " Sinta ingin menolak tapi tanpa Riyan tau Ibu Niken memandang Sinta dengan sorot mata tajamnya.
Akhirnya Sinta mau tidak mau dia pergi kekamar mertuanya untuk mengambilkan kacamata miliknya. Dengan langkah gonta dia masuk kedalam kamar, tapi tiba-tiba Ibu Niken masuk kedalam kamar dan langsung menjambak rambut panjang Sinta dari belakang.
"Aawww, Mah sakit.. " rintih Sinta sudah menangis. Dia membekang kepalanya yang sakit karena jambakan mertuanya.
"Heh!! Bab*. Jangan sok belaga ya kamu, dikira kalau ada Riyan dirumah kamu akan bisa jadi nyonya dirumah ini? Tidak akan!! Ini rumah saya, kamu hanya numpang disini. Ada Riyan atau tidak ada. kamu itu hanya bab*, jadi harus nurut sama majikan. Paham kamu." sentak Ibu Niken makin kuat menjambak rambut Sinta.
Dia tidak peduli kalau menantunya sudah kesakitan, bahkan sudah menangis. Bagi Ibu Niken Sinta tidak ubahnya hanya sam**h yang menjijikan.
"Kamu ikut saya, bawakan belanjaan. hari ini saya ingin shoping dengan teman-teman arisan." perintah Ibu Niken lagi.
Dengan rayuan mautnya akhirnya Ibu Niken berhasil meyakinkan Riyan untuk mengijinkan Sinta ikut dengan Ibu Niken, dengan dalih untuk sekedar jalan-jalan saja. Padahal bukan itu niatan Ibu Niken.
***
"Bu, Mila mau ke toilet dulu ya, Ibu jangan kemana-mana disini saja. "
Ibu Ina dan Mila sedang berada disalah satu dipusat perbelanjaan yang ada di alun-alun kota Bandung.
"Iya, kamu pikir Ibu anak kecil yang gampang ilang apa kalau ditinggal sendirian." kelakar Ibu Ina kepada Putri bungsunya. Mila hanya tertawa pelan menanggapi omongan Ibunya.
Sementara Mila ke toilet Ibu Ina coba masuk ke sebuah toko baju gamis branded dia berencana ingin membeli beberapa stel gamis untuk dia sendiri. Ketika sedang asik berjalan melihat-lihat gamis yang terpanjang. Tidak sengaja dari arah belakang ada yang mendorong dia. Ibu Ina hampir tersungkur untung dia dengan cepat berpegangan diantara rak-rak gamis.
"Ya Allah, Astagfirullah.. Mba kalau jalan hati-hati hampir saja saya jatuh." ucap Ibu Ina.
Di hadapan Ibu Ina ada sosok perempuan yang jika ditaksir seumuran dengan Bima, memakai daster(maaf) yang agak lusuh, rambut digulung cepol asal, pakai sandal jepit dan tangannya penuh dengan tentengan paperbag. Mungkin dia ART yang disuruh bawakan belanjaan majikannya begitu pikir batin Ibu Ina.
"Aaarrrgghh Sinta, kamu apakan belanja saya, aduh dasar beg*." tiba-tiba Ibu Niken berteriak dengan lantang dari arah pintu masuk toko dia dengan tergesa menghampiri Sinta yang tengah membereskan belanjaan Ibu Niken yang berhamburan.
"Maaf, ini asisten Ibu? " tanya Ibu Ina sambil menunjuk Sinta.
"Iya Bu. Dia emang ceroboh nggak pernah becus kalau kerja." terang Ibu Niken dengan pedasnya.
"Dia tadi hampir membuat saya jatuh, entah dia terpleset atau kelelahan membawa barang sebanyak ini makanya tadi dari belakang dia menubruk saya. " ujar Ibu Ina memberitahu.
"Aduh maafkan pembantu saya ya, Bu. Dia memang begitu kalau kerja gasra gusru. "
"Mah, Sinta kan menantu Mamah bukan pembantu Mamah." protes Sinta yang sudah selesai membereskan barang belanjaan mertuanya.
"Menantu hanya diatas kertas, kenyataanya kamu hanya pembantu." hardik Ibu Niken.
Ibu Ina sedikit tertegun atas ucapan Ibu didepannya, dia merasa familiar dengan mengucapa yang di lontarakan Ibu itu, karena dia sendiri pernah mengatakan mata tersebut kepada Fani dulu, ketika dia mesih menjadi menantu Ibu Ina.
"Sekarang kamu minta maaf pada Ibunya." perintah Ibu Niken kepada Sinta, karena tidak mau membuat keributan akhirnya Sinta berbalik kearah Ibu Ina. Dan ...
"I-ibu I-ina. " panggail Sinta shock.
"Sinta kamu. " Ibu Ina pun tak kalah terkejutnya, bertemu dengan mantan tunangan anaknya.
"Kalau Sinta juga sudah bebas itu artinya dia juga mendapatkan remisi atau ada yang memberikan jaminan tebusan?!" Begitu gumam batin Ibu Ina. Matanya lurus mengamati Sinta yang kondisinya sangat memprihatinkan, bahkan lebih memprihatinkan dibanding Fani dulu.
"Bu, maaf ya Mila agak lama ketoiletnya."
"Mi-Mila.. " panggil Sinta kepada Mila yang baru saja datang.
"Kamu." ucap Mila tanpa mau menyebut nama Sinta.
"Kalian sudah saling kenal? " sela Ibu Niken merasa penasaran.
"Kenal, dia dulu mantan tunangan Kakak saya, tapi dia berkhianat bahkan dia menyiksa Ibu saya, makanya dia dipenjara. Tapi kenapa dia sudah bebas." Mila yang menjawab pertanyaan Ibu Niken.
"Berkhianat, maksudnya dia selingkuh? " tanyanya dengan menunjuk muka Sinta.
"Iya, selingkuh dengan laki-laki bernama Riyan." mendengar jawaban Mila membuat Sinta makin menundukan kepala.
"Riyan? Maaf Riyan itu anak saya." ucap Ibu Niken.
"Jadi kamu menjadikan anak saya selingkuhan kamu Sinta, kamu apakan anak saya sampai mau bertekuk lutut, rela mengeluarkan uang banyak untuk menebus kamu agar bebas dengan cepat. Ternyata kamu itu bukan perempuan baik-baik. " sembur Ibu Niken dengan suara keras mempermalukan Sinta.
"Mah, stop. malu dilihat banyak orang." Sinta berusaha memperingatkan Mertuanya.
"Hati-hati, jagain anak Ibu. takutnya nanti anak Ibu juga diselingkuhi sama perempuan ini." Mila memberitahu.
"Mila, jaga ya mulut kamu, Bima yang selingkuh dengan Fani, bukan aku." Sinta berusaha beralibi untuk membela diri.
"Bima tidak pernah selingkuh dengan Fani, saya yang menyuruh Dia menikahi Fani, saya juga meminta agar Bima menyudahi hubungan kalian berdua tapi saking cinta butanya Bima kekamu jadi dia mati-matian mempertahankan hubunganya dengan kamu. Tapi Alhamdulillah dia sekarang sudah bahagia dengan pernikahannya dengan Fani." terang Ibu Ina dan sedikit berbohong di akhir kalimat.
"Udah lah, Bu. Kita pulang saja." ajak Mila kepada Ibu Ina.
"Ingat ya Bu, hati-hati nanti anak Ibu yang jadi korban selanjutnya. " imbuh Mila memberi peringatan kepada Ibu Niken.
"Jadi kamu itu bukan perempuan baik-baik rupanya, aku akan bikin kamu diceraikan oleh Riyan dan akan didepak dari rumah." desis Ibu Niken mengancam Sinta tepat ditelinga.
"Mah, Mamah nggak tau cerita yang sebenarnya, itu semua tidak benar, tolong jangan percaya sama mereka Mah." mohon Sinta dengan kedua tangan tertangkup di depan dada dia.
"Nggak tau ceritanya gimana, buktinya mereka tau kalau kamu pernah dipenjara, itu artinya mereka tau jelas tentang kamu. Aku ini udah mati-matian nahan malu karena memiliki menantu mantan napi, eh sekarang aku harus dengar kelakuan buruk kamu juga, makin malu aku punya menantu seperti kamu. " hardik Ibu Niken, bahkan dengan keras dia menarik lengan Sinta agar keluar dari toko.
"Aawww.. Mah sakit. " teriak Sinta kesakitan.
"Diam kamu. " bentak Ibu Sinta.
Tanpa mempedulikan orang-orang yang melihat aneh kearah mereka, Ibu Niken terus saja menarik lengan Sinta membawa dia keluar dari mall tersebut.
Tidak jauh dari tempat Sinta dan Ibu Niken ada dua pasang mata yang sedari tadi memperhatikan kelakuan keduanya. Dan mereka adalah Ibu Ina dan Mila yang ternyata diam-diam masih memperhatikan adegan cekcok antara Sinta dan mertuanya.
"Kenapa dia ada diBandung juga sih. Aku kirain dia belum Bebas. Aku takut nanti dia ganggu Mas Bima lagi Bu, aku lihat sepertinya dia hanya dijadikan pembantu oleh mertuanya." ujar Mila
"Sepertinya mertuanya malu dan tidak terima masa lalu Sinta yang mantan Napi makanya dia begitu kasar kepada Sinta. " ucap Ibu Ina kepada Mila.
"Kita sudah tidak ada hak untuk mencampuri urusan dia. Itu jalan yang dia ambil, yang penting kita jangan ikut campur dan terus memperbaiki diri menuju agar lebih baik lagi. " nasihat Ibu Ina kepada anaknya.
Lalu keduanya menuju pintu keluar meninggalkan mall tersebut, karena kebetulan taksi online pesanan mereka sudah ada didepan loby mall.
šŸŒµšŸŒµšŸŒµ

Komentar Buku (266)

  • avatar
    GrandeCandy

    Cerita best sangat.. šŸ˜Š Seperti kisah benar dizaman skarang..

    30/03/2022

    Ā Ā 2
  • avatar
    HusaenMuhammad

    terimakasih

    19d

    Ā Ā 0
  • avatar
    Muhammad RaziMunir

    bagus

    21d

    Ā Ā 0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru