logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3 Kebebasan Ibu

Part_3
---------
Bima PoV
[ Mas, jangan lupa ya minggu besok lusa kejakarta, jemput Ibu dan aku. ] begitu isi pesan Mila masuk keaplikasi hijau ku.
[ Iya, Dek. Mas inget. Besok Mas ambil cuti buat kejakarta. ] balas ku kepada dia.
Dua tahun lewat tiga bulan tepat Ibu mendapatkan Remisi tahanan karena selama didalam Ibu berperilaku baik, aku patut bersyukur hukuman yang Ibu jalani akhirnya mampu membuat beliau berubah lebih baik, semakin ke Ibuan. Sejujurnya selama dua tahun itu memang aku jarang berkunjung kelapas, Mila yang sering.
Pekerjaan aku yang menyita waktu dan juga aku yang menjabat sebagai manejer sebuah perusahaan swasta diBandung yang bergerak di bidang kuliner. Yang membuat aku tidak bebas seenaknya mengambil cuti.
Aku masih belum memberitahu Ibu maupun Mila soal aku yang bertemu kembali dengan Fani diBandung, aku sendiri masih belum menyangka takdir membawa kita bertemu bahkan satu kantor. Entah kenapa dengan kembalinya kami bertemu membuat aku berharap lebih untuk hubungan aku dan Fani. Entah bagaimana dengan Faninya sendiri.
Hubungan aku dengan Fani semakin baik, mungkin karena kita satu kantor intensitas kita untuk bertemu pun semakin sering tapi sejauh ini masih sebatas hubungan profesional antara atasan dan bawahan. Karena Fani staf bagian akunting keuangan.
"Loh Mas, eh Pak Bima, mau keluar? " tanya Fani yang sudah ada didepan pintu ruangan ku.
"Oh iya, aku mau kejakarta. " jawabku ramah sambil menyunggingkan senyum.
Ada rasa lucu akan panggilan Fani barusan. Aku yang memang mantan suaminya selalu di panggil 'Mas' oleh dia hingga kadang panggilan itu terbawa sampai kekantor, dia yang selalu tiba-tiba meralat panggilan 'Mas' dengan 'Pak' membuat aku merasa tergitik sendiri. Sebab karyawan yang lain tidak ada yang mengetahui hubungan kami di masa lalu.
"Mas eh Pak, mau kejakarta ditugaskan dari kantor atau ...? "
"Kalau sedang berdua panggail Mas seperti biasa saja, " ucapku santai sambil mempersilakan dia masuk kedalam.
"Aku kejakarta cuti ya hanya dua hari. Mau ada perlu. Ah iya kalau boleh tau ada perlu apa, kamu keruangan Mas?"
"Ah iya, aku mau minta tanda tangan Mas, ini berkasnya silakan Mas lihat dulu. " ucapnya sambil memperlihatkan sebuah berkas.
"Nah sudah, ada yang perlu aku tanda tangan lagi? " tanya ku setelah selesai dengan berkas yang tadi dia bawa.
"Oh sudah tidak ada, makasih Pak. " ucapnya dengan formalnya.
"Eemm, Mas .. " panggail Fani diambang pintu, dia kembali menghadap aku.
"Iya, ada Apa Fan? " tanya ku, terlihat dia sedikit merasa ragu untuk mengutarakan niatannya itu.
"Ahh, nggak jadi kalau gitu aku kembali keruangan aku dulu. " ucapnya canggung.
Aku hanya mengangguk untuk jawabannya. Dan kembali membereskan meja kantor karena akan aku tinggal dua hari jadi harus rapi.
***
"Ibu, Mila.. " panggil ku.
Ketika aku baru sampai rupanya Mila dan Ibu sudah menunggu didepan pintu keluar gedung Lapas.
"Ibu sudah menunggu lama? Maaf jalanan macet jadi Bima baru sampai." jawabku dengan mencium takjim telapak tangannya dan beliau membalas dengan pelukan sayang.
"Belum lama. " jawab Ibu dengan senyum dibibirnya.
"Iya Mas belum lama tapi udah hampir satu jam. " cerocos Mila nampak bete mukanya.
"Iya maaf, kalian pasti belum makan, gimana kalau kita makan dulu baru deh langsung tancap ke Bandung." ajakku kepada Ibu dan Mila.
Mereka hanya mengangguk tanda setuju, setelah memasukan koper milik Ibu dan Fani aku langsung melajukan mobil meninggalkan gedung lapas, untuk mengajak keduanya makan siang baru setelah itu menuju Bandung.
Setelah kepergian aku ke Bandung, di tahun pertama Ibu menjalani hukuman Mila masih menempati rumah Ibu yang lama sambil menyelesaikan kuliahnya dia juga mengambil kerja paruh waktu. Dan di tahun kedua Ibu menjalani hukuman aku yang awalnya karyawan biasa langsung di angkat menjadi manejer diperusahaan aku bekerja.
Aku sangat bersyukur hanya dalam waktu dua tahun kehidupan kami, aku, Ibu dan Mila membaik. Ibu berubah lebih baik, Mila yang semakin bersikap dewasa dalam menyikapi sebuah masalah, dan aku yang hanya dalam waktu satu tahun bekerja di kantor baru langsung di angkat menjadi manejer dan atas saran aku pun rumah lama Ibu dijual untuk sementara menunggu kelulusan Mila aku sewakan dia apartemen sederhana. Dan Alhamdulillahnya Ibu justru mendapatkan remisi, bebas lebih cepat dari masa hukuman yang sebenarnya.
***
"Ini rumah kamu Bima? " tanya Ibu takjub, kami baru saja sampai di Bandung.
"Iya Bu, mulai sekarang kita akan tinggal disini. Dan hasil penjualan rumah Ibu Bima jadikan modal untuk usaha kecil-kecilan dan Mila yang mengelola. " beritahu ku.
Setelah mengambil barang-barang Ibu dan Mila aku menggiring keduanya masuk kedalam rumah. Rumah yang aku tempati sekarang ini cukup besar dibanding rumah Ibu dulu.
"Silakan Ibu mau tidur dilantai atas atau dibawah, dibawah ada dua kamar tidur, dan diatas pun ada dua kamar." aku memberitahu Ibu dan Mila.
"Wwaaaawww rumah Mas Bima gede banget mewah lagi. Lebih besar dari rumah kita yang dulu ya Bu. "
"Iya, kamu sendiri tidur dilantai atas atau bawah Bim? "
"Bawah Bu, biar kalau mau berangkat kerja lebih cepat, " jawabku.
"Mas Bima kan udah mapan, rumah besar, jabatan manejer lagi. Nggak ada niatan mau nikah lagi Mas? " pertanyaan spontan dari Mila membuat aku tersedak minuman yang baru saja di antar oleh ARTku.
Uhhuukkk.. Uhhhuukkk...
"Hahh tadi kamu bilang apa? " tanya ku memastikan.
"Emang Mas Bima nggak ada niatan buat nikah lagi, atau sebenarnya Mas Bima belum bisa move on dari Mba Fani ya. " ledek Mila tepat sasaran aku yang mendengar itu hanya garuk-garuk kepala tidak gatal.
"Mila kamu ini, jangan ledek Mas mu, pamali. " Ibu menasihati Mila.
"Selama ini kamu tidak pernah bertukar kabar dengan Fani, Bim? " tanya Ibu Tiba-tiba membuat aku salah tingkah.
Aku bingung harus mengatakan yang sejujurnya sekarang atau nanti saja, tapi lebih cepat lebih baik. Jadi aku putuskan untuk mengatakan semuanya sekarang saja mumpung Ibu dan Mila belum ada kesibukan apa-apa jadi aku obrolinnya juga enak.
"Eemm kabar Fani bai, Bu. Dia sekarang satu kantor dengan Bima." ucapku memberitahu,
Justru karena ucapanku tersebut membuat Ibu dan Mila menghentikan kegiatan suap menyuap kue ke mulut mereka. Keduanya justru fokus melihat aku dengan gaya menyelidik terutama Mila, aku dibuat salah tingkah lagi oleh ulah mereka.
"Maksud kamu, bisa kamu jelaskan dengan terperinci Bima. " ucap Ibu dengan intonasi lebih tegas sekarang.
"Satu bulan yang lalu Bima nggak sengaja ketemu Fani dan ternyata dia bagian keuangan dikantor Bima. Dia bekerja disana sudah tujuh bulan ini. Ya hubungan kita baik tapi masih sebatas hubungan antara atasan dan bawahan. Nggak lebih. " aku menjelaskan kepada mereka.
"Kok nggak lebih sih, aturan gimana kek caranya biar kamu menjalin hubungan lebih intens lagi dengan Fani." ucap Ibu enteng aku tidak yakin yang diucapkan Ibu.
Apa itu artinya Ibu mendukung aku balikan lagi dengan Fani? Tapi bagaimana dengan Faninya sendiri, apa dia juga memiliki perasaan yang sama seperti aku. Tidak mungkin kan kalau dia belum menjalin hubungan dengan siapa-siapa lagi setelah berpisah.
"Mas Bima berarti tau rumah Mba Fani dong, tau nomer ponselnya kan? Udah sering chat-an, atau telfonan mungkin? Atau setiap Weekend sudah sering jalan berdua, ke dago, mungkin ke lembang? " pertanyaan beruntun dari Mila hanya aku jawab dengan satu gelengan kepala.
"Hhah, terus ngapain aja selama satu bulan itu? " tanya mereka kompak membuat aku kaget saja.
"Ya kerja, terus ngapain lagi. " jawabku polos.
"Cape deh. " dengan kompak mereka menepuk jidat masing-masing.
"Katanya Mba Fani Bawahaan Mas Bima, kenapa sampai nomer telfon aja nggak punya. Tapi Mas Bima tau dong rumah Mba Fani dimana?" lagi Mila bertanya dan kali ini di angguki oleh Ibu seolah Ibu setujuh apa yang ditanya Mila.
"Tau, dia tinggal di kompleks ini juga hanya beda dua gang dari rumah kita, dia tinggal di Gang Kencana nomer 23." dengan detail aku memberitahu alamat rumah Fani yang selama satu bulan ini aku masih ragu untuk berkunjung kesana.
Aku lihat Ibu dan Mila memainkan kedua matanya saling berkedip-kedip seperti ada yang tengah mereka rencanakan. Semoga saja bukan hal yang membahayakan apa lagi memalukan.
"Maksud kedipan mata kalian apa? " tanyaku tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran didalam hati.
"Pergerakan Mas Bima lambat, jadi biar aku dan Ibu yang turun tangan. Ya nggak Bu." ucap Mila
"Betul. Ibu tau dari Mila sewaktu dilapas Mila cerita kalau kamu sepanjang perjalanan pulang nangis pas Fani minta cerai, iya kan? Itu artinya kamu selama ini memendam perasaan sayang ke Fani kan? " ledek Ibu dengan senyum di buat dan mata berkedip-kedip manja.
Aku melotot kepada Mila dan anak itu hanya cengengesan tidak bersalah sama sekali karena sudah membuka aib Kakaknya sendiri.
"Bim, Ibu mau kamu bisa balikan lagi dengan Fani. Ibu janji akan lebih sayang ke dia, menganggap dia seperti anak Ibu sendiri. Ibu ingin menebus semua kesalahan Ibu kedia. Kamu bisa kabulkan permintaan Ibu kan Nak'? " aku melihat ucapan Ibu tulus keluar dari hati terdalam, bahkan matanya sempat menitikan air mata ketika mengucapkan hal tersebut.
"Iya Mas, Mila juga ingin melihat Mas Bima bahagia dengan orang yang Mas Bima cintai dan mencintai Mas Bima. Aku yakin Mba Fani juga punya rasa yang sama ke Mas, Mila juga ingin Mas punya kakak perempuan. " ucap Mila dengan tulus, aku janji akan memenuhi keinginan tulus mereka.
"Iya, lagian kan besok Mas masih cuti Insya allah Mas bakal main kerumah dia. "
"Aku ikut ya Mas. "
"Ibu juga ikut ya. "
Kompak sekali mereka berdua. Dan setelah itu kita semua tertawa bersama, bahagia. Semoga kebahagiaan yang kami alami akan selamanya kami peluk.
🍭🍭🍭

Komentar Buku (266)

  • avatar
    GrandeCandy

    Cerita best sangat.. 😊 Seperti kisah benar dizaman skarang..

    30/03/2022

      2
  • avatar
    HusaenMuhammad

    terimakasih

    19d

      0
  • avatar
    Muhammad RaziMunir

    bagus

    21d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru