logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 5 Apa aku harus pakai tuxedo?

“Aku sudah lama tidak memeriksa kulkasku. Kan kamu sudah disitu dan melihat isinya, kenapa bertanya lagi?“ Terdengar jawaban yang menusuk dari Evan.
Ken hanya bisa menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya dengan berat. Ia lalu menutup pintu kulkas dan membuka Kitchen set untuk mencari makanan. Hasilnya sama saja, tidak ada makanan apapun di situ. Hanya ada beberapa bungkus mie instan yang mungkin sudah expired, serta beberapa botol Evian di rak atasnya.
Ken akhirnya mengambil sebotol Evian dan berjalan kembali ke ruang tamu. Kakaknya masih tetap menghadap PC, menempatkan jarinya di atas keyboard, menghasilkan irama yang khas karena kecepatan jari- jarinya saat mengetik.
“Jadi apa yang menenggelamkan Aa dalam kesibukan, sampai-sampai untuk menjawab telepon dan membalas pesan saja, Aa seperti tidak punya waktu? Tidak masalah jika Aa tidak menjawab telepon dan membalas pesanku, tapi masa Aa juga tidak menjawab telepon dan membalas pesan dari Papi dan Mami? Apa Aa tidak kasihan sama mereka? Atau Aa memang sengaja ingin menghindar dari kami seperti waktu lalu?” Ken bertanya kepada kakaknya sambil meneguk Evian yang diambilnya dari pantry.
“Hmm, aku tidak sengaja, sungguh! Dan aku juga tidak bermaksud untuk menghindar, aku memang tidak sempat saja memeriksa Iphone-ku.” Evan berusaha menjelaskan tanpa melepaskan pandangannya dari Layar PC, lantas kemudian memaki kecil karena mungkin ia salah ketik.
“Ada beberapa dialog dalam script yang harus aku perbaiki, deadline-nya tinggal dua bulan lagi sebelum kami berangkat ke Asia untuk syuting di sana. Harusnya kami sudah tahap reading sekarang, tapi aku bahkan belum selesai mengedit script-nya. Dan aku juga belum merampungkan soundtrack untuk film ini.“ Evan melanjutkan penjelasannya tanpa memalingkan wajahnya, sambil jemarinya kembali bergerak-gerak lincah di atas keyboard.
Lalu tiba-tiba saja Evan menghentikan ketikannya dan menggerutu, “Sial!!! Kenapa harus stuck disini? Aku sudah terputar-putar di scene ini dari tadi.“
Ken mendekati Evan dan melihat ke layar PC, “Menurutku, dialog kedua pemeran utamanya nyambung kok di scene itu! Jadi, apanya yang salah?” Ken mengutarakan pendapatnya.
Evan tidak menjawab, dia kembali menenggelamkan diri dalam kesibukannya mengetik, masuk dalam dunianya sendiri, seakan-akan tidak ada orang lain di ruangan itu selain dirinya.
“Aa?“ Ken memanggil kakaknya, tapi yang dipanggil seolah tuli, padahal Ken berada dekat sekali dengannya.
“Aaa!“ kali ini, Ken memanggil dengan menaikkan volume suaranya, tetapi tetap yang dipanggil tidak bereaksi sedikitpun.
“Evander Sky Arashi!!!” Ken akhirnya berteriak memanggil Evan dengan nama lengkapnya.
Dan rupanya kali ini berhasil, karena Evan langsung memalingkan wajahnya dari layar PC, dan menatap Ken dengan dongkol. “Apa sih? Kenapa kamu berteriak di dekatku? Memangnya aku tuli?“
Ken menatap kakaknya dengan kejengkelan yang sempurna, “Apa Aa tidak sadar kalau kondisi Aa sudah seperti mayat hidup? Kapan terakhir Aa tidur? Apa yang terakhir Aa makan? Jika sekiranya Aa sudah tidak peduli sama diri Aa, tolonglah Aa peduli dengan Mami, Papi, dan aku, yang peduli sama Aa!!“ Ken berkata setengah berteriak kepada Evan saking jengkelnya.
“Aku tidak tahu apa yang Aa konsumsi selama ini, karena tidak ada makanan apapun di pantry. Aku juga tidak menemukan bungkusan Pizza, Burger atau Delivery Food lainnya. Ini tidak sehat, Aa! Berhentilah menghukum dirimu, yang lalu biarlah berlalu, move on, Aa!!! Apa Aa pikir, dengan bertingkah seperti ini, maka Aa bisa mengembalikan yang telah pergi? Sadar, Aa !!!“ Kali ini Ken mengatakannya bukan hanya setengah berteriak, namun sudah dengan teriakan penuh, yang disertai emosi.
“Siapa bilang aku terus di sini? Aku keluar kok, dua hari yang lalu,“ Evan membantah. Namun dari nada suaranya yang bergetar, Ken tahu pasti bahwa kakaknya berbohong.
“Kemana Aa keluar? Dan untuk apa?”
Sesaat Evan terdiam, ia tidak menyangka Ken akan mengajukan pertanyaan yang menyelidik seperti itu. Namun karena tak mau disalahkan, ia malah mendongakkan kepalanya, lalu menghardik Ken.
“Kenapa aku tiba-tiba harus memberikan penjelasan dan laporan, kepadamu??”
Ken menatap pilu ke arah kakaknya, kemudian berkata dengan suara lirih. “Oke, aku memang tidak butuh penjelasan Aa, yang aku butuhkan adalah kesediaan Aa untuk keluar bersamaku sekarang, kita cari makan siang di luar!“
“Aku tidak lapar, jangan memaksaku! Kalau kamu mau mentraktirku makan, cukup pesankan saja aku Double Cheese Burger untuk siang ini, dan Hot plate beef with Potatoes untuk nanti.“
“Jadi, Aa akan terus menatap layar PC? Ayolah Aa, please! Apa aku harus berlutut, agar Aa mau keluar untuk makan siang denganku?” Ken akhirnya bertanya dengan nada putus asa.
Evan menghentikan kegiatannya, kemudian menatap Ken. “Seharusnya aku ingat bahwa kamu bisa berubah menjadi sangat menjengkelkan, jika kemauanmu tidak dituruti. Dari dulu kamu selalu saja punya cara untuk menaklukkanku.“
Evan berkata setengah menggerutu, namun dia kemudian menyimpan file-nya, lalu merefresh PC, sebelum dia akhirnya menon-aktifkannya.
“Kita pakai mobil Aa ya, aku tidak bawa mobil soalnya.” Ken bersuara.
Mendengar perkataan Ken, Evan lalu berdiri dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
“Nampaknya, aku memang harus membeli gantungan kunci siul, yang saat ini lagi marak dijual di online shop, supaya setiap kali aku lupa dimana aku menaruh kunci mobilku, aku tinggal bersiul saja untuk mengetahui keberadaannya.”
Ken mengaduk-aduk kertas yang berserakan di meja, kemudian pindah ke lantai. Ia mengangkat satu-persatu kertas penuh coretan yang bertumpuk, hingga akhirnya dengan ekor matanya ia melihat bahwa kunci mobil yang dicari ternyata terselip di antara bangku yang tadi diduduki Evan.
Kuncinya bahkan sudah berdebu, entah sudah berapa lama ada di situ. Hal itu semakin menguatkan dugaan Ken, bahwa kakaknya memang tidak pernah keluar dari apartemennya.
“Ini kuncinya, Aa!“ Ken berseru kegirangan setelah ia berhasil menemukan kunci mobil Evan.
“Baiklah, let’s go! Lebih cepat lebih baik bukan? Agar kita bisa lebih cepat kembali, dan kamu tidak lagi menceramahiku dengan kata-katamu yang menyebalkan.” Evan berkata sambil bergegas keluar.
“Wait! Kayaknya Aa harus ganti baju deh. Sweater Aa yang kebesaran itu membuat Aa terlihat aneh, aku merasa kurang nyaman melihatnya.” Ken memandang Evan sambil mengernyitkan wajahnya.
“Sejak kapan kamu jadi pemerhati dan kritikus fashion, apa kita akan makan di Daniel atau Le Bernardin ?- Dua diantara sepuluh restoran termahal di New york, yang terletak di Bet madison dan Park Aves. Untuk bisa makan disitu, kita harus membayar lebih dari 200 US Dollar / pax -
“Kenapa kamu diam saja? Kalau memang benar, supaya aku sekalian pakai Tuxedo kan?” Evan berkata sinis karena jengkel.

Komentar Buku (3)

  • avatar
    DeeZidane

    apa ini

    08/06/2022

      0
  • avatar
    HaeraniIntan

    Hai saya memenangkan uang Rp 800

    21/02/2022

      0
  • avatar
    Keyzzamalik

    bagus

    21/02/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru