logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

BAB 5

"Mbak Bella kemana sih, Mas Bara? sudah malam begini kok belum pulang juga yah?" tanya Marni sambil menuangkan air putih di gelas majikannya.
"Udah kamu nggak usah tanya-tanya itu. Tugas kamu disini cuma masak sama bersih-bersih ngerti?"
Wanita dengan pipi chubby itu mengangguk dengan perasaan kecewa. Ia langsung pergi dari ruang makan setelah selesai menyiapkan makan malam untuk majikannya.
"Ya Allah! Mbak Bella kemana ya? sudah aku telfon berakali-kali tapi nggak di angkat juga," ucap Marni dengan risau. Ia teringat kembali saat malam itu terbangun akibat suara umpatan marah yang keras sekali.
"Ya Allah semoga keluarga Mbak Bella baik-baik aja. Amin ya Allah," doa Mirna dengan serius.
Bara yang sibuk mengunyah makanannya tiba-tiba mendengar ponselnya berbunyi.
"Bara, kenapa kamu baru angkat telepon dari aku?" suara kesal seorang wanita terdengar.
"Aku juga butuh istirahat. Sejak kejadian itu aku jadi pusing," kata Bara dengan wajah menelan pil pahit.
Arum tidak senang mendengar jawaban itu dari Bara.
"Ya kamu angkat telpon aku dong, lagian cuma sebentar aja. Aku tuh, telpon kamu udah dari semalaman tau nggak? bisa nggak sih kamu lebih mementingkan aku di banding istrimu itu yang sok kecantikan! bentak Arum dengan kesal.
"Stop! jangan bahas istri aku. Kamu nggak tahu apa-apa tentang dia. Aku kan udah bilang kalau aku butuh istirahat. Oke, aku minta maaf sama kamu kalau semalem aku nggak angkat telpon kamu," kata Bara sambil menghembuskan nafas pelan. Pria ini seakan tidak mau kehilangan janda mudanya.
"Iya aku maafin kok, sayang. Oh ya kamu hari ini berangkat kerja kan? aku kangen nih sama kamu,"
"Nggak tau deh, sekarang aku lagi bingung,"
"Yah, kok jawabnya gitu. Emang kamu ada acara apa coba?" tanya Arum dengan sangat penasaran.
"Mamah bilang mau ke rumahku dan aku bingung sekarang Bella lagi dimana. Aku nggak mau kalau sampe Mamah tau tentang masalah ini. Kamu tahu kan? Kalau Mamah bakalan kambuh kalau ada apa-apa. Aku sayang sama Mamahku," kata Bara dengan suara tegasnya.
"Ya sudah kalau begitu aku nurut aja sama kamu. Tapi kamu janji ya nggak boleh ninggalin aku. Aku mau kita sampe nikah!" kata Arum dengan serius.
"Iya, iya udah kamu tenang aja. Aku nggak akan ninggalin kamu. Aku sayang kamu Arum. I love you. Sudah dulu ya sayang," ucap Bara dengan lembut.
"Oke kamu jaga kesehatan ya sayang. I love you too," kata Arum lalu menutup telponnya.
Bara kini menghembuskan nafas lega.
Wajahnya kini menampakkan serius. Ia memikirkan bagaimana caranya mencari Bella.
"Bella dimana ya? apa dia ada di rumah orang tuanya. Kalau benar ada disana. Terpaksa aku harus ke desa menjijikan itu. Huh!" kata Bara dalam hati.
Ia mencoba kembali menelpon Bella. Siapa tahu telpon bisa tiba-tiba di angkat oleh Bella.
Jari Bara menyentuh layar ponsel. Ia menelpon sang istri dengan harapan bisa berbicara dengan istrinya.
Beberapa detik panggilan telah terjawab. Bara langsung saja berwajah lega.
"Bella, kamu dimana sekarang?"
"Kamu nggak usah cari aku. Aku ada dimana itu urusanku bukan urusanmu," jawab Bella dengan jutek.
"Kamu baik-baik aja kan?" tanya Bara dengan ragu.
"Iya aku baik-baik aja."
"Syukurlah, kamu ada dimana? aku susul kamu ya. Aku mau bicara sama kamu Bel," kata Bara dengan suara seakan memohon.
"Kamu nggak usah temuin aku," ucap Bella lalu dengan cepat menutup ponsel .
Bara berwajah sedih.
"Sial!" umpat Bara dengan kesal.
"kenapa sih dia keras kepala banget," kata Bara dengan menggebrak meja makan.
Mirna yang sedang berjalan menuju ruang makan mendengar suara itu.
"Astaghfirullah! ada apa Mas Bara? saya kaget loh! Mas,"
"Udah kamu cepat beresin makanan ini. Aku mau pergi sebentar. Kamu jaga rumah ya!" perintah Bara dengan jutek.
Mirna hanya bisa menggeleng pasrah sambil melihat tuannya berjalan pergi.
"Hem . . . ganteng-ganteng kok jutek banget ya," bisik Mirna sesaat.
***
"Kamu nggak mau pulang aja ke rumahmu, Nak?" tanya seorang ibu kepada anaknya.
Bella menggeleng sambil melihat luar jendela dengan hamparan sawah berwarna hijau.
"Gimana kamu ini Bella. Kamu nggak mau cerita masalah rumah tangga kamu. Kamu juga nggak mau pulang ke rumah suamimu. Ibu jadi bingung. Coba kamu cerita sama ibu. Siapa tahu ibu bisa bantu kamu," saran sang ibu membuat wanita dengan hijab panjangnya itu menoleh ke arah ibunya.
"Bu, Bella takut cerita sama ibu. Bella cuma nggak mau mengumbar aib Mas Bara. Bella takut jadi istri durhaka, Bu"
"MasyaAllah sayang. Bagus lah, kalau kamu mempunyai pemikiran seperti itu. Tetapi kamu juga salah kalau harus disini dan nggak mau pulang," kata sang ibu sambil memegang kedua lengan anaknya.
Bell menunduk dengan perasaan sedih. Ia ingin pulang ke pelukan suami tercinta. Tapi apalah daya takdir tidak bisa mengabulkan itu saat ini. Sudah jelas sang suami tidak mencintanya.
"Bella ingin pulang ke rumah Mas Bara, Bu. Tapi Bella sakit hati, Bu. Mas Bara benar-benar jahat sama Bella," ucap wanita dengan kedua mata berkaca-kaca.
"Sabar ya Nak, " sang ibu memeluk anaknya dengan lembut.
"Semua pasti ada jalan. Kalau memang kamu harus merasakan sakit. Semoga sakitmu bisa terbayar nantinya. Kamu harus kuat sayang. Meskipun kamu nggak mau cerita apa masalah yang menimpa rumah tanggamu. Tapi ibu cuma mau berpesan. Kamu harus sabar tentang semua yang di hadapi di depan mata. Ingat! setan itu selalu menggoda di dalam rumah tangga. Tipu daya setan itu benar benar memberikan. Kamu jangan sampai lalai mengerjakan ibadah. Kamu ngerti kan maksud ibu?"
Bella hanya bisa mengangguk. Ia sudah mengerti tentang nasihat ibunya itu. Pasalnya sudah sering dirinya curhat dengan sang ibu perihal masalah keluarga dan ibunya pasti selalu berpesan. Apapun masalahnya jangan sampai ada kata cerai. Karena setan itu di anggap sukses kalau sudah berhasil menceraikan suami istri.
Bella bergidik merinding saat ingat kembali nasehat sang ibu beberapa waktu lalu. Ia juga sama sekali tidak ingin bercerai dengan Bara. Karena Bara adalah cinta yang ajaib baginya. Dulu Bara adalah kakak kelas yang sangat di sukai secara diam-diam oleh Bella. Tahun berganti tahun hingga mereka di pertemukan lagi. Lalu Bara tiba-tiba langsung melamar Bella. Betapa ajaibnya cinta itu. Bella sama sekali tidak menyangka saat itu.
***
Gerimis malam hari di sebuah desa kecil membuat hawa terasa dingin. Hujan-hujan kecil membuat mata Bella tidak mau beralih dari jendela. Ia terus memandang sawah yang sunyi dengan lampu lampu temaram yang jauh. Hatinya merasa nyaman melihat keindahan semesta alam. Ia bersyukur kedua matanya masih bisa berjumpa dengan lukisan indah di depannya.
Pandangan Bella tiba-tiba terbuka lebar. Ia melihat mobil sang suami mendekati halaman rumah orang tuanya. Hati Bella berdegup kencang. Bisakah ia meredam emosinya untuk saat ini?

Komentar Buku (113)

  • avatar
    AstutiRini

    wow🤯

    21/08

      0
  • avatar
    OktrilaMeny

    saya suka ceritanyaa bagus bangett saya kasih 1000/10

    12/08

      0
  • avatar
    PutriIka

    ʙɢᴜs ᴄᴇʀɪᴛᴀɴʏᴀ

    23/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru