logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

LUKA

Part 3
Setelah Adiba mendengar semua penjelasan Devan, ia pergi meninggalkan menuju balkon kamar hotel, di sana ia duduk di bawah lantai dan menangis sejadi-jadinya, meluapkan semua rasa sakit dan kecewa yang kini ia rasakan. Adiba menenggelamkan wajahnya di lutut, hatinya benar-benar hancur, ia juga meratapi nasibnya yang sangat menyedihkan ini.
Terdengar suara langkah kaki Devan mendekat menghampiri Adiba, ia ikut duduk di sebelah Adiba, menatap Adiba yang sedang terisak sambil menundukan wajahnya. Melihat Adiba yang seperti ini, Devan merasakan pilu di hatinya, seolah ia juga merasakan apa yang kini Adiba rasakan.
“Mbak, saya minta maaf!” ujar Devan.
Adiba mendongakan wajahnya dan menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya, lalu ia menatap Devan yang kini ada di sampingnya.
“Kamu enggak salah apa-apa, kenapa harus minta maaf,” ujar Adiba.
“Mbak, kalau mau nangis, nangis aja enggak usah sungkan! Keluarkan semua kekesalan dan kekecewaan yang ada di hati Mbak," saran Devan, "tapi, setelah itu saya minta Mbak jangan sedih lagi, jangan nangis lagi,” pinta Devan.
Tiba-tiba Adiba terdiam, pandangannya kini mengarah pada bintang-bintang yang ada di langit, suasana malam ini terlihat sangat indah, berbeda dengan suasana hatinya saat ini, yang telah hancur berkeping-keping.
Adiba menangis sejadi-jadinya, mengeluarkan semua rasa sesak yang ada di hatinya, ia benar-benar tidak bisa menahannya lagi rasa sakit ini sungguh sangat melukai hatinya. Adiba menoleh pada Devan yang ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat, tiba-tiba penglihatannya mulai kabur, tubuhnya ambruk dan ia tidak sadarkan diri.
"Mbak Diba! Bangun, Mbak!" Devan menepuk-nepuk pipi Adiba.
Dengan sigap Devan menggendong Adiba, membawanya masuk ke dalam kamar hotel, lalu ia membaringkan Adiba di ranjangnya dan menyelimuti tubuhnya dengan dua selimut yang sangat tebal.
Tubuh Adiba bergetar dan badannya juga teras panas di tangan Devan. Dengan cepat Devan langsung mengambil handuk kecil yang ada di lemari dan air hangat untuk mengompres Adiba.
"Mbak, maafin abang ya, gara-gara dia Mbak jadi seperti ini,” tutur Devan dengan suara lirih.
Devan menatap wajah Adiba yang tidak sadarkan diri, terlihat wajah yang pucat dan mata yang sembab membuat Devan merasa iba padanya, ia seakan ikut merasakan apa yang kini Adiba rasakan.
'Bang Riza tuh bo*oh ya, Mbak! Wanita cantik, baik, shaleha seperti kamu malah disia-siakan,' gumam Devan, 'saya janji akan membuat kamu bahagia, Mbak! Semoga kamu bisa menerima saya sebagai suami kamu dan kamu bisa mencintai saya dengan tulus,' gumam Devan lagi, lalu ia mengecup kening Adiba yang masih tidak sadarkan diri.
Suara alarm ponsel Devan, terdengar menggema memenuhi kamar hotel, membuat Adiba terbangun dari tidurnya. Sebenarnya, dari semalam Adiba sudah sadar, tapi karena kepalanya masih terasa sakit, ia memutuskan untuk melanjutkan tidurnya.
Tatapan Adiba kini tertuju pada laki-laki yang kemarin sudah sah menjadi suaminya, kini Devan masih tertidur di sisi ranjang sambil menggenggam tangannya. Devan memang laki-laki yang tampan, dia juga sangat baik kepada semua orang, termasuk pada dirinya.
'Kenapa harus Devan, kenapa bukan orang lain saja yang menggantikan Riza, paling tidak usianya tidak lebih muda dariku,' gumam Adiba, ia menggelengkan kepalanya, mencoba menepis pikiranya.
Pergerakan Devan membuat Adiba tersadar dari lamunannya, membuat Adiba langsung mengalihkan pandangannya ke tempat lain, ia tidak ingin Devan tau kalau sejak tadi ia sedang memandangi wajah Devan.
“Mbak, sudah sadar?” Devan bangun dari tidurnya.
“Sudah!” jawab Adiba.
Devan memegang kening Adiba, ia ingin memastikan keadaan istrinya itu, apakah masih demam seperti semalam atau tidak.
“Mbak masih demam, kita ke dokter aja ya, Mbak?” saran Devan.
“Enggak usah, Aku sudah merasa lebih baik,” tolak Adiba.
“Ya sudah, kalau Mbak enggak mau. Kalau gitu, saya ngambil makanan dulu ke bawah, sekalian cari obat demam untuk kamu,” putus Devan.
Devan berjalan menuju pintu, meninggalkan Adiba yang masih berbaring di ranjang. Belum sempat ia membuka pintu kamar, Adiba sudah lebih dulu memanggilnya lalu Devan menghentikan langkahnya dan menoleh pada istrinya.
“Ada apa? Mbak Diba butuh sesuatu?” tanya Devan.
Adiba tidak menjawab, ia justu menundukan wajahnya, Devan yang melihat Adiba seperti itu langsung menghampirinya lalu ia duduk di sisi ranjang, menatap khawatir pada istrinya yang kini ada di depannya.
"Mbak kenapa?" tanya Devan khawatir.
“Terima kasih, Devan,” Adiba mendongak dan tersenyum manis.
"Terima kasih untuk apa, Mbak?" tanya Devan bingung.
Adiba menatap wajah Devan lalu ia menggenggam tangannya.
"Terima kasih karena kamu sudah mau menikah denganku, menggantikan Mas Riza yang telah mengkhianatiku," papar Adiba.
“Sama-sama, Mbak Diba!" Devan tersenyum.
~~~
Devan keluar dari dalam lift menuju restauran yang ada di hotel tempat ia mengadakan resepsi kemarin, ia menghampiri keluarganya yang sudah terlebih dahulu ada di sana, mereka.sedang menikmati sarapan pagi bersama-sama.
Kini semua keluarga sedang menatap Devan yang baru saja datang hanya seorang diri.
“Devan, kamu kok sendirian, di mana Adiba?” tanya Bunda Ririn, matanya kini sedang mencari-cari keberadaan putrinya.
"Mbak Diba ada di kamar, Bun, dia masih tidur," jawab Devan.
Mendengar jawaban Devan, sedikit membuat Bunda Ririn tenang. Devan ikut bergabung duduk di bangku dengan keluarganya, matanya melirik makanan yang ada di meja, lalu mengambil piring yang ada di depannya.
“Kamu mau sarapan bareng kami di sini, Nak?” tawar bunda Ririn.
“Enggak, Bunda! Devan mau sarapan di kamar aja, bareng sama Mbak Diba!” tolak Devan.
Devan mengambil beberapa makanan yang sudah tersedia di meja dan menaruhnya di atas piring, ia mengambil dua porsi makanan dalam satu piring untuknya dan Adiba.
“Devan, kamu masih manggil Adiba dengan panggilan mbak, ya? Adiba 'kan sekarang istri kamu," celetuk Ayah Dani menatap menantunya.
"I--Iya, Ayah!" sahut Devan.
Ayah Dani langsung menghentikan makannya, ini semua tidak bisa dibiarkan terlalu lama, mereka itu suami istri, tidak seharusnya Devan memanggil Adiba seperti itu.
"Ayah tau Devan, usia kamu memang lebih muda dari Adiba, tapi kamu itu suaminya Adiba. Tidak pantas jika kamu memanggilnya mbak, Adiba yang seharus panggil kamu dengan panggilan, Mas!” papar Ayah Dani.
“Iya, Ayah, nanti Devan bicarakan sama mbak, maksud Devan sama Adiba!” pungkas Devan.
Devan memang sudah berencana akan membicarakan hal ini pada Adiba, nanti kalau waktunya sudah tepat, ia juga tidak ingin memaksakan Adiba.
“Kalau gitu, Devan ke kamar dulu, Adiba pasti sudah menunggu terlalu lama,” pamit Devan.
"Iya, Nak!" sahut Ayah Dani.
Devan beranjak lalu ia berjalan keluar dari restauran, belum terlalu jauh Devan melangkah, terdengar seseorang memanggil namanya.
"Devan!" panggil Bunda Ririn.
Devan menoleh dan kembali menghampiri bunda, ia melihat bunda sedang mencari sesuatu di dalam tasnya.
"Berikan ini untuk Adiba!" Bunda memberikan sesuatu pada Devan.
***

Komentar Buku (106)

  • avatar
    Samuel Jamrud

    mantap

    5d

      0
  • avatar
    Rinakurniahapsari

    bagus....

    28/08/2023

      0
  • avatar
    AlmaNeng

    sangat menyenangkan

    13/07/2023

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru