logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Dipatahkan Oleh Cinta

Dipatahkan Oleh Cinta

SNJAN


Prolog

Kecewa, terluka, patah, semua melebur menjadi satu.
Aku melihat sendiri siluet tubuh itu. Aku tidak mungkin salah mendengar juga bagaimana ia menceritakan niatnya untuk menikah lagi kepada wanita yang ada di depannya. Aku berusaha meredam isak tangisku, aku tidak ingin kepergok mengikutinya, namun aku menajamkan pendengaran.
Batinku semakin hancur di saat mendengar percakapannya mereka.
"Apa istri kamu setuju, Pak?" kata wanita itu.
"Setuju gak setuju, dia tetap harus setuju," ucap Bagas suamiku, seraya menggenggam erat tangan kekasihnya. Aku duduk tepat di kursi belakang yang mereka duduki. Aku mendengar dengan jelas perkataan mereka, mungkin juga jika wanita itu mengenalku, atau jika aku tidak menggunakan pakaian tertutup, aku akan ketahuan. Beberapa kali aku mengelap tangan dengan tisu yang ku bawa, sampai tisu itu terguling dan berakhir menumpuk di tasku, karena aku beberapa kali menggantinya. Gugup, gelisah, takut Bagas memergokiku.
Aku telah lancang mengikuti Bagas yang keluar rumah dengan baju rapi. Aku curiga dengan kepergian Bagas karena ini bukan kali pertama Bagas pergi di siang hari setelah zhuhur di hari weekend, tanpa sepengetahuannya aku mengikuti Bagas.
"Ta-tapi ..." Bagas meletakan jari telunjuknya di bibir wanita itu. Hal yang membuatku semakin muak, aku memalingkan muka, dan membetulkan kacamata hitam yang kukenakan.
"Aku cinta sama kamu, Sa. Aku gak mau kehilangan kamu, aku cuma mau menikah denganmu dan hidup bahagia denganmu." Aku berusaha menguatkan diri agar tidak melabrak mereka, terlalu memalukan rasanya jika aku bertengkar di depan umum hanya karena melabrak pelakor, masih untung kalo suamiku memilihku, mungkin aku tidak akan terlalu malu, tetapi jika suamiku memilih pelakor itu? Entah apa yang akan terjadi dengan perasaan ku.
"Tanpa memikirkan hati yang lain?" Bagas terdiam mendengar penuturan kekasihnya. Aku tersenyum kecut mendengar wanita itu berbicara seperti itu.
Aku yakin wanita itu justru dalam hatinya sedang bahagia mendengar Bagas akan menikahinya, hanya saja wanita itu pura-pura bertanya seperti itu agar wanita terlihat simpati padaku di mata Bagas.
Bagas mempererat genggaman tangannya pada wanita itu, dan aku yakin matanya menatap dalam Charissa-kekasih sekaligus sekretaris barunya.
"Kamu mau 'kan, aku mohon. Aku gak bisa hidup tanpa kamu, jangan pikirkan yang lain, yang penting itu kita, aku dan kamu," rayu Bagas.
'Lantas Kenapa ia bisa hidup bahkan sampai titik ini jika dia tidak bisa hidup tanpa wanita itu. Lalu apakah aku tidak penting lagi bagi Bagas. Dasar laki-laki buaya,' sanandikku dalam hati.
Wanita itu berpikir lama, sebelum kemudian ia mengatakan. "Iya, aku mau."
Dasar pelakor, sudah tahu Bagas sudah punya istri, masih saja di embat. Benarkan apa yang ku katakan tadi, keraguan wanita itu hanya kepura-puraan, karena pada nyatanya ia menerima juga.
Tidak ingin berlama-lama menjadi kambing conge diantara dua sejoli yang sedang di mabuk cinta itu. Aku segera pergi meninggalkan tempat mewah yang membuatku tidak nyaman. Entah suasana hatiku yang sedang kacau atau bagaimana? Aku benar-benar tidak menyukai tempat ini.
Di bawah guyuran hujan aku pulang sendiri, meninggalkan pasangan yang sedang memadu kasih di restoran ternama di kota Jakarta. Bahkan aku lupa kemana aku melangkah, pandangan ku kosong, perasaan sesak melingkupi hatiku, menumpul 'kan semua indra-indraku, bahkan aku tidak sanggup berdiri lagi dengan kedua kakiku. Kepalaku semakin pening bersamaan dengan perut seperti dipelintir. Aku terjatuh di pinggir jalan dekat pedagang kaki lima. Aku mendengar suara seseorang berteriak bersamaan juga kesadaranku mulai menghilang.

*****
Aku membuka mataku dengan pelan, bias cahaya lampu membuatku menyipitkan mata sayu.
Aku melihat langit-langit kamar yang nampak berbeda dengan kamarku, warna putih lebih dominan di ruangan ini, terbangun dengan keadaan pusing, langit-langit kamar tampak berputar di mataku, bau sesuatu membuatku mual, mulut ku pahit bagaikan baru makan pare mentah tanpa sambal. Aku menyesali 1 hal, sedari pagi aku belum mengisi perutku, aku lupa.
Aku buru-buru bangun dari tidurku, aku ingin ke kamar mandi untuk membuang isi perut dengan mulutku, namun tiba-tiba saja seseorang menahanku.
"Diajeng, kamu udah sadar sayang?" Aku melihat suamiku sedang duduk di samping ranjang, ia menggenggam tangan ku. "Kamu mau kemana, sini aku bantu?" Bagas berdiri hendak membantuku. Namun, aku segera menepis tangannya. Dia terlihat terkejut dengan apa yang aku lakukan, tapi aku tak peduli. Aku segera turun dari ranjang, yang baru aku sadari ternyata aku berbaring di ranjang rumah sakit.
Aku kebingungan di mana letak kamar mandi setelah turun dari ranjang. Kepalaku yang pusing juga mual sedang kurasakan, aku memegang mulut ku.
"Sayang-sayang hati-hati dong, emang kamu mau kemana hmm …" Bagas buru-buru membantuku disaat aku mulai oleng berdiri sendiri.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa, kepalaku benar-benar pusing.
"Aku mau ke kamar mandi, Mas. Hoekk." Tak ada pilihan lain, aku benar-benar butuh bantuan Bagas karena di tempat ini tak ada orang lain lagi.
Bagas dengan pelan menuntunku ke kamar mandi, aku segera memuntahkan yang ingin dimuntahkan namun ternyata tidak ada sama sekali yang keluar titik aku masih kan aku membersihkan kan wajah aku di wastafel Aku sudah lelah tenggorokanku sakit karena memuntahkan Padahal aku hanya memuntahkan air saja.
Aku mau menatap wajahku di cermin, menghela nafas kasar saat melihat wajah Bagas di cermin, Bagas berdiri tepat di belakang ku.
Selama ini, aku berusaha menjadi istri yang baik untuk Bagas. 2 tahun bukan waktu sebentar untuk sebuah hubungan rumah tangga. Mencintai laki-laki yang selama ini mengisi hari-hariku telah berkhianat, menghancurkan hatiku jutaan keping, tak menyangka suami yang begitu aku cintai telah menghianatiku.
"Kamu kenapa ngeliatin aku kaya gitu banget?" tanya Bagas seraya memelukku dari belakang, ia meletakkan dagunya di pundakku. Aku juga baru menyadari ternyata aku saat ini sedang berada di rumah sakit pantas saja saat bangun tadi aku mencium aroma obat-obatan yang membuat aku mual. Menerima pelukan Bagas Entah kenapa membuat jantungku berdetak lebih cepat.
"Aku gak papa," ucapku dengan senyum tipis, namun banyak kepahitan yang ku rasakan dibalik senyumku itu.
"Kamu kenapa hujan-hujanan di jalan?" tanya Bagas.
'itu karena kamu mas," sanandikku dalam hati.
Aku melepaskan tangannya perlahan dari perutku, aku segera berbalik dan menatap wajahnya langsung. Bagas langsung memelukku kembali.
"Aku gak papa, Mas." Aku tersenyum pada Bagas dan melepaskan diri dari pelukannya, Aku berjalan ke arah pintu keluar dari kamar mandi diikuti oleh Bagas.
Bagas hendak membantuku kembali berjalan aku dengan cepat berjalan dan bilang aku baik-baik saja.
Di luar kamar ternyata sudah ada ibu mertuaku dan ayah mertuaku.
Ibu mertuaku dengan sigap berdiri dan membantuku melangkah ke keranjangku, ia memegang selang infus ku.
"Aku nggak apa-apa, Bu."
"Udah gak papa," Ibu Miranda tetap saja mau membantuku meskipun aku sudah mengatakan jika aku tidak apa-apa.
Ibu mertuaku ini memang sangat baik, dia ibu mertua yang terbaik karena beliau telah menganggapku seperti anak sendiri. Entah bagaimana perasaannya jika tahu anaknya berselingkuh dariku. Apakah dia akan menyetujui anaknya menikah lagi dengan wanita lain, Dan menganggap istri kedua Bagas juga anaknya sepertiku, atau ibu mertuaku akan memilih aku seorang diri. Entah bagaimana reaksinya nanti jika tahu jika anaknya berselingkuh dariku.
Drttt Drtttt Drttt

Komentar Buku (333)

  • avatar
    SajalahImah

    oke baik

    7d

      0
  • avatar
    NibosRipki

    bagus

    17d

      0
  • avatar
    WatiSera

    seru

    23d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru