logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

5: Cincin Dari Alex

Tatapanku tidak dapat terlepas dari cincin berkepala besar yang melingkari jemari manisku, diam-diam aku tersenyum. Salahsatu pelayan nyeletuk menggoda, “Cincinnya cantik sekali, Nona. Dari Tuan Muda Alex, ya?” Aku mengangguk, tidak bisa menahan senyum.
Salahsatu pelayan yang tadinya hanya diam saja, kini ikut andil dalam pembicaraan ringan kami. “Nona baik, ya? Beda banget sama tunangan-tunangan Tuan Alex sebelumnya!” Pernyataan itu disambut anggukan oleh temannya yang segera mengangguk sangat setuju.
Aku mengernyit, “Tunangan-tunangan?”
Keduanya mengangguk serempak. “Pokoknya dari kelimanya, cuma Nona yang paling cocok!”
Dahiku semakin mengerut. Kelimanya? Maksudnya? Aku tidak begitu mengerti. Aku hendak membuka mulut dan kembali bertanya, tapi kuurungkan bicara sedetik kemudian. Sepertinya pertanyaan semacam itu harus kutanyakan langsung kepada Alex, sebagai orang utama yang bersangkutan. Ditemani oleh kedua pelayan imut nan baik tersebut aku berlalu keluar kamar, Ran sudah menunggu didepan pintu. Mendengar tiga langkah suara kaki, Ran membalik tubuhnya yang tadinya memunggungiku, lalu berdecak mengalah, “Aku rasa Tuan memang benar. Kamu tidak terlalu buruk.” Suara Ran terdengar amat berat, nyaris seperti suara lelaki dewasa. Tapi dimataku, dia hanyalah seorang gadis kecil yang sangat cantik.
Setelah mengusir kedua pelayan sebelumnya dengan gerakan tangan, Ran menuntunku menuju ruang makan. Aku kembali terperangah melihat seisi rumah yang mewah dan megah, Ran hanya tersenyum sinis melihat keterkesimaanku yang menurutnya berlebihan. “Hei,” aku memanggil, membuat punggung Ran berhenti dan berbalik dingin, “Kenapa?”
“Kita belum berkenalan resmi sebelumnya.” Aku berusaha memberikan senyum termanis yang malah disambut wajah datar oleh Ran.
“Aku sudah tahu namamu, Nona Alisa.” Ran menjawab ketus, mengerlingkan mata bosan.
Aku menahan nafas, “Tapi kita belum kenalan, Nona Ran.”
“Jangan panggil aku ‘Nona’! Sebagai calon istri Tuan Alex, derajatmu sekarang jauh diatasku! Aku tidak pantas!” Ran menolak gesit, menatapku dingin. Meskipun terang-terangan mengaku kalau aku adalah majikannya, sikap dinginnya masih tidak berubah. Seharusnya dia menjadi lebih ramah, aku menggerutu dalam hati.
“Oke, Ran. Tapi ini perintah, kita harus berkenalan.” Aku tersenyum tipis, Ran yang pasrah mendengus kasar. Sepertinya dia lemah akan sesuatu yang disebut ‘perintah’.
Aku mengulurkan sebelah tangan. “Aku Alisa Daressa.”
Tanpa menyambut tanganku, Ran menjawab ketus. “Ran.”
Aku melirik tanganku yang tak kunjung disambut, mengisyaratkan kepadanya. “Ran apa?”
Ran menghela nafas malas, “Cukup Ran.”
“Oh,” aku mengangguk-angguk, semakin melirik kewalahan tanganku yang tak kunjung diraih, kodeku diabaikan begitu saja. “Nggak ada tambahan?”
Ran nyaris kehilangan kesabaran. “Nggak ada.”
Aku menggerak-gerakan lima jemariku, mencuri perhatian Ran yang tadinya samasekali tidak perduli. “Kayak cacing kepanasan.” Ran berkomentar, tersenyum geli setengah sinis menatap tanganku yang langsung berhenti menggeliat.
Aku tersenyum kecut. “Ayo kita berjabat tangan! Membentuk formalitas, dong!” Ajakku, dengan nada memaksa setengah memerintah. Seperti yang Ran bilang, derajatku ‘kan diatasnya .. hehehe. “Ini perintah, Ran!” Senyumku tersungging licik.
Ran terdiam, menatap tanganku yang terulur lama dengan sorot yang tidak dapat kuartikan. Ran mengangkat kedua telapak tangannya, lalu menangkup tangannya didepan dada dengan sopan, menatapku sangsi dengan kalimat yang seakan penuh penyesalan. “Haram bagi saya untuk menyentuh milik orang lain.”
Aku terperangah, tanganku yang pegal mulai jatuh bebas menerjang angin. “Hah?”
Ran melirikku sinis, kembali memunggungiku. “Ingat, kamu sebentar lagi akan jadi istri orang.”
“Iya, aku tahu.” Aku semakin tidak mengerti, kerutan didahiku semakin dalam.
“Tuan Alex adalah sosok yang paling kuhormati, jadi haram bagi saya menyentuh apapun miliknya yang berharga.” Ran kembali melangkah, semakin meninggalkanku jauh dibelakang.
Sebenarnya aku samasekali tidak paham berbagai maksud dari kata-kata Ran yang menyiratkan berbagai arti, tapi percuma saja jika aku mendesak jawaban. “Oh.” Aku mengangguk pura-pura mengerti, mengejar langkah Ran yang semakin jauh menuju ruang makan.
Diambang pintu Ran menegangkan punggung, menoleh sedikit kearahku yang berada dibalik punggungnya. “Kelak kau akan tahu, Nona Alisa.”
>><<
Aku melangkah masuk mengikuti Ran yang melengos meninggalkanku begitu saja, sesampainya dihadapan Alex yang sudah menunggu dimeja makan Ran membungkuk sopan, melirikku tajam yang berada dibalik punggungnya. Mendapatkan kodenya, aku sedikit membungkukkan punggung, bentuk kehormatan kepada calon suamiku sendiri. Alex terkekeh kecil memperhatikanku, sepertinya geli melihatku mengikuti gelagat segala bawahannya.
Alex mengayun-ngayunkan telapak tangannya keatas, “Ngapain kamu, sih?” Cengirnya, merasa geli, menyuruhku berdiri. “Tegapkan punggungmu. Kamu juga, Ran.” Dari manik hijaunya yang ingin menolak, sepertinya Ran setengah hati menegapkan tubuhnya. Aku serta-merta ikut menegapkan badan, duduk disebelah Alex setelah mendapat titahnya yang diisyaratkan dari gerakan tangan dengan maniknya yang nampak menggoda.
Alex memajukan wajahnya, berbisik nakal ditelingaku. “Kamu cantik sekali, sayang.” Dibelainya ringan ujung daguku, menampakkan senyum maskulin. Aku salahtingkah, menepis lembut tangannya.
Alex terkekeh, masih menatapku dengan sorot menggodanya.
“Ran,” Alex beralih kepada Ran yang masih berdiri tegap, tak berkutik ataupun beranjak. Ran menoleh, lalu menundukkan wajah dengan hormat disertai dengan kata-kata sopan, “Iya, Tuan?”
“Duduklah.” Alex melirik salahsatu bangku kosong.
Ran nampak terperanjat. “Apa, Tuan?”
Dengan intonasi suara yang sedikit tinggi, Alex mengulangi kalimatnya tanpa memberi hak untuk membantah. “Duduklah, Ran.”
Ran gelagapan, gerak tubuhnya yang biasanya tenang kini salahtingkah, dengan sigap namun cepat tanpa membuat Alex menunggu lama Ran segera menjatuhkan diri disalahsatu bangku yang sangat berjauhan dari posisi Alex denganku. Ran meletakkan kedua tangannya diatas paha, nampak tidak nyaman duduk dimeja yang sama dengan majikannya.
Alex menggerakkan sebelah tangannya, menyuruh Ran mendekat. “Kemarilah, bukannya kamu terlalu jauh?”
“Tapi Tuan ..”
Ran ingin membantah, namun Alex segera menyela, terdengar santai namun memaksa. “Ran, kemarilah. Ini perintah.” Tepat sesuai dugaanku Ran sangat lemah dengan kata ‘perintah’, terutama jika kata itu meluncur keluar dari mulut Alex. Tanpa berkutik segera berpindah ke bangku disebelahku, lalu menunduk dalam, seperti merasa tidak pantas.
Makan malam berlangsung tegang, setidaknya hanya untukku dan Ran. Sedangkan Alex tanpa peka dengan atmosfer sekitar, asyik berceloteh tentang apapun kepadaku, yang kusambut dengan anggukan dan tawa kecil, sesekali mengajak Ran mengobrol yang hanya dibalas gadis itu dengan kalimat sopan yang singkat. Semacam;
“Ya, Tuan.”
“Tentu Tuan.”
“Anda benar, Tuan.”
Alex melirik gelasku yang kosong lalu berniat kembali mengisinya dengan wadah jus. Ran refleks bangkit, berniat mengambil wadah ditangan Alex dan menggantikannya untuk menuangkan minuman ke gelas kosongku. Alex menolak tangan Ran dengan halus, mendorong tubuh gadis itu untuk kembali menjatuhkan diri lalu menuangkan jus jeruk ke gelasku sampai penuh. “Tuan,” Ran nampak merasa bersalah, desahannya terdengar letih.
“Ran,” Alex memandang Ran dengan pandangan hangat, lalu menggelengkan kepala singkat. “Yang akan menikah dengan Alisa itu aku ‘kan? Jadi selagi aku ada, aku yang harus melayani dan memanjakannya. Ini wajar bagi sepasang suami dan istri.”
Ran semakin tertunduk, “Maafkan saya Tuan.”
“Makanlah.” Tanpa berani berkutik Ran segera menyantap makanannya, meskipun nampak tidak begitu berselera. Dengan gerakan tangannya Alex menyuruhku meminum jus yang sudah dia tuangkan, dengan hati-hati kuraih gelas dan menyeruputnya. Alex tersenyum lalu menenggak minumannya sampai habis, lalu meletakkan gelas kosongnya keatas meja. Alex tak melanjutkan makannya, dengan tangan berpaut sambil senyum-senyum seperti menungguku melakukan sesuatu seraya melirik-lirik gelasnya yang kosong.
Aku yang tidak peka atas kode Alex, dan Ran yang terlalu sigap menangkap maksud dari gerak-gerik mata majikannya. Ran baru saja berdiri dan hendak menggantikanku menuangkan kembali jus untuk Alex, Alex segera menahan pergelangan tangannya menyuruhnya untuk kembali duduk tanpa berbuat apa-apa. Aku melanjutkan makan tanpa memahami situasi, Alex yang pasrah atas ketidakpekaanku atas kode-kodenya segera mengetuk punggung tanganku dengan jari telunjuk, membuatku menoleh. “Sayang, kamu tahu ‘kan calon suamimu ini sangat membutuhkan segenap perhatianmu?” Aku mengernyit, berhenti mengunyah sambil melirik Alex yang masih berseri-seri. Ran melirikku tajam, mendorong pahaku dengan siku tangannya.
“Ah,” aku mendadak mengerti, mata Alex yang berbinar nampak semakin lebar. Dengan buru-buru aku meraih wadah dan menuangkan isinya ke gelas Alex.
Alex mengangkat gelasnya, berbicara manis kepadaku. “Makasih.”
Aku menjawab lirih, “Sama-sama.”
Dengan ekor matanya, secara diam-diam Ran memperhatikan kami, dengan sorot dingin terutama kepadaku. Aku bisa menangkap kecemburuan diiris matinya yang hijau, tiapkali menatap mata Tuannya yang sebiru langit ada rasa hormat dan kekaguman yang terpendam disana. Jika aku tidak asal menuduh, mungkin Ran menyukai Alex. Atau hanya sebatas mengaguminya sebagai majikan yang harus dihormati.
“Ran.” Saat Alex memanggil, aku menemukan rona semangat dari wajah cantik Ran. Suara beratnya terdengar antusias, “Ya, Tuan?”
“Bukankah kami cocok?” Alex tersenyum, menggeser kursinya agar berada tepat disampingku. Wajah Ran berubah masam lalu memaksakan diri untuk menyungging senyum setengah hati, anggukannya terlihat lambat. “Iya, Tuan. Kalian … sangat cocok, benar-benar pasangan serasi.”
Alex nampak senang, lalu melanjutkan pertanyaannya yang kembali dijawab oleh Ran dengan berat hati. “Bukankah Alisa-ku sangat cantik?”
Ran mengangguk. “Benar, Nona Alisa .. sangatlah cantik.”
Alex beralih kewajahku, mengagumi setiap pahatan wajahku yang membuatnya terpesona. “Kamu benar, Ran. Sekali lihat saja, dia sudah membuatku tergila-gila.”
Ran tertawa pahit, sekali lagi membenarkan, meskipun isi hatinya lain. “Anda tidak salah memilih pasangan, Tuan.” Takut-takut kulirik Ran, yang menatapku sinis, meskipun kesinisannya tersamar dalam “topeng”-nya yang berpura-pura tertawa. Ah, sepertinya dalam sekali pertemuan, gadis cantik itu sudah sangat membenciku. Hanya karna Alex begitu memujaku, dan parahnya lagi akan menikahiku. Aku harap kita bisa menjadi teman baik Ran, meskipun semua itu butuh proses.
“Aku akan menikahi Alisa besok.” Gumaman Alex membuat situasi diruangan ini hening, dan tegang. Aku terperanjat, Ran disebelahku terlihat keberatan.
“Bukannya itu terlalu cepat, Tuan?” Dengan ragu-ragu, Ran mengajukan protes.
Alex menoleh tajam, lalu tersenyum dingin, beralih kewajahku yang nampak pias. “Lebihcepat lebihbaik. Bukankah begitu, Sayang?” Aku hanya mengangguk, mengabaikan wajah Ran yang semakin kusut.
“Aku sudah berumur 30 tahun, Ran. Ini sudah waktunya.” Meskipun sebenarnya tidak perlu penjelasan diantara Tuan-Pelayan, Alex berusaha meyakinkan Ran yang masih nampak sangat keberatan. “Dan kamu sudah berumur 21 tahun, kurasa mungkin sudah seharusnya kamu mencari istri dan membangun keluargamu sendiri.”
Aku menoleh kaget, mengajukan kebingunganku. “Istri?”
Alex tersenyum penuh arti, mengabaikan keherananku. Fokus kepada Ran yang kini nampak gemetar, untuk pertama kalinya menggeleng atas kata-kata Alex yang seharusnya perintah mutlak untuknya. “Aku tidak akan menikah, Tuan.”
Alex tidak menjawab, menghela nafas pelan. “Kamu punya pilihan untuk hidupmu.”
“Kalau begitu, kamu mendapatkan tugas.” Alex tersenyum, Ran menarik kepalanya, menatap balik Tuannya dengan sorot tanya. “Secara resmi, kamu kutunjuk sebagai pelayan pribadi Alisa, calon istriku. Aku tahu kamu punya kemampuan dan beramanah, untuk menjaga Alisa, melindunginya, meski harus menjadikan nyawamu sebagai taruhan.”
Ran baru saja hendak membuka mulut, Alex segera menyela. “Ini perintah, Ran. Bukan pilihan. Menjaga dan melayani Alisa mulai sekarang adalah kewajiban utamamu, Alisa kenapa-napa, kamu yang harus bertanggungjawab, mengerti?”
Ran menyerah, lalu dengan tegas mengangguk. “Mengerti, Tuan.” Firasatku mengatakan, Ran pasti tepat seperti apa yang Alex diskripsikan. Berkemampuan untuk menjagaku dan beramanah tentunya. Meskipun dengan tubuh mungil yang manis, sepertinya tanggung jawab yang memberati pundaknya selama ini seberat tanggungjawab sesama lelaki yang benar-benar dipercayakan Alex untuknya. Selain Alex, dirumah ini, tidak luput dari perhatianku Ran juga sangat dihormati. Seakan-akan segala pelayan yang berstatus sama berkedudukan jauh dibawah Ran, meskipun tugas mereka sama-sama melayani Tuan mereka dan penghuni rumah ini.
“Alisa,” Alex melirikku lalu menatap Ran dengan sungguh-sungguh, “Mulai sekarang aku percayakan kepadamu. Aku melakukan ini bukan hanya untuk melindungi Alisa, tapi juga untukmu, Ran. Perempuan tidak seburuk itu, Ran. Tugas ini akan merubah pandanganmu.”

Komentar Buku (161)

  • avatar
    LawatiSusi

    kayaknya seru cerita ini

    6d

      0
  • avatar
    ZhazaliAnwar

    ya oke

    25d

      0
  • avatar
    PutriRia

    Bagussss

    24/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru