logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 5 POV Bi Ratih

MENGAPA AKU DIBEDAKAN? (5)
POV Bi Ratih
Namaku Ratih, aku adalah adik satu-satunya Teh Ratna. Kami yatim piatu sejak kami masih sekolah dasar. Ibu meninggal sewaktu melahirkanku, dan Bapak meninggal karena kecelakaan kerja. Sejak meninggalnya bapak, saudara-saudara kami tidak ada yang mengurusi kami, bahkan berkunjung pun sepertinya mereka enggan. Entahlah apa penyebabnya. Mereka selalu mengira kami dihidupi oleh PT tempat bapak bekerja karena bapak meninggal ketika bekerja. Padahal PT tempat bapak bekerja hanya memberi santunan satu kali saja. Selebihnya kami hidup dengan usaha kami sendiri. Hidup kami begitu keras. Apalagi Teh Ratna, ia yang selalu melindungiku disaat aku belum cukup umur untuk mengerti tentang sulitnya kehidupan. Kami dituntut untuk lebih cepat dewasa diumur kami yang masih belasan tahun.
Ketika Teh Ratna berusia 16 tahun, ia dipersunting Kang Budi. Tanpa pikir panjang Teh Ratna menerimanya karena Kang Budi memang orang yang baik dan perhatian, tidak hanya kepada Teh Ratna, Kang Budi juga sangat peduli terhadapku. Selang tiga tahun, aku pun dipersunting Kang Rahman. Meski pekerjaannya tidak tetap tapi aku yakin ia adalah orang yang bertanggung jawab.
Dari awal menikah, Teh Ratna terlihat bahagia menjalin rumah tangga dengan Kang Budi. Apalagi ditambah rezeki anak yang berturut-turut, melengkapi kebahagiaan mereka. Teh Ratna memang bercita-cita ingin punya anak banyak, mungkin kakakku itu merasakan kesepian karena dulu kami hanya dua bersaudara. Aku kadang iri kepadanya karena sampai sekarang Allah belum menitipkan amanah buah hati dalam keluargaku. Tapi aku bersyukur, Kang Rahman tidak pernah menuntut dan menyalahkanku, ia bahkan selalu memotivasiku untuk tidak pernah menyerah.
Suatu sore, Teh Ratna berkunjung ke rumahku sambil membawa anak ketiganya, Feri yang masih berusia tiga bulan. Aku menyambut kedatangan kakakku itu dengan hangat karena aku merasa senang dikunjungi mereka. Jika ada Teh Ratna membawa anak-anaknya, aku selalu ingin menggendong dan mengajak mereka bermain. Tapi kali ini aku lihat wajah Teh Ratna agak cemas, sepertinya ada hal penting yang ingin ia sampaikan.
"Sini duduk Teh. Farel sama Alia gak dibawa?" Aku mempersilahkan Teh Ratna duduk disampingku sambil celingukan, barangkali dibelakangnya ada keponakanku yang lain.
"Enggak, mereka di rumah sama bapaknya. Teteh tadi habis dari bidan udah imunisasi Feri langsung kesini." jawab Teh Ratna sambil menghela nafas kasar.
"Teteh capek? Sini Feri nya aku gendong." Aku meminta Teh Ratna memindahkan Feri yang sedang tidur ke pangkuanku.
"Teteh bingung, Tih. Tadi di bidan Teteh konsultasi, Feri usianya sudah tiga bulan tapi Teteh masih belum dapat tamu bulanan, biasanya enggak selama ini. Memang kata bidan sih itu hal yang wajar, bahkan yang sampai setahun enggak haid juga ada. Tapi katanya lagi kalau khawatir testpack aja, takutnya hamil lagi." Teh Ratna menjelaskan dengan terbata-bata.
"Ya sudah, testpack aja Teh. Mungkin rezeki Teteh. Kan katanya mau punya banyak anak." Aku mencoba mencairkan suasana dengan menggoda Teh Ratna.
"Ya emang, Tih. Tapi ini Feri masih tiga bulan. Sebelum-sebelumnya kan kalau anak udah lancar jalan, Teteh baru program lagi. Kalau ini Feri masih bayi begini masa ibunya udah ngidam lagi, gak kebayang repotnya." Teh Ratna berbicara sambil memukul-mukul keningnya.
"Sudah Teh, jangan panik dulu. Sekarang lebih baik Teteh testpack dulu aja, kita lihat nanti hasilnya. Kalau hasilnya negatif, berarti Teteh gak usah khawatir lagi. Tapi kalau hasilnya positif ya Teteh tinggal ngobrol sama Kang Budi. Jangan mengkhawatirkan sesuatu yang belum pasti." Aku mencoba memberi solusi.
"Gitu ya? Kalau gitu Teteh pulang dulu Tih, tadi Teteh bilang sama Kang Budi gak akan lama, habis imunisasi langsung pulang. Takutnya nanti nungguin, takut kemagriban di jalan juga." Teh Ratna berdiri lalu mengambil Feri dari pangkuanku.
"Iya deh, besok Ratih by main kesana ya sekalian nanyain hasilnya, Hati-hati jalannya Teh." Aku mengantar kakakku itu sampai depan pagar.
"Bantu do'a ya Tih, mudah-mudahan negatif. Teteh pulang dulu." Teh Ratna berpamitan pulang.
"Apapun hasilnya sudah takdir Allah, Teh. Dadah Feri sayang, besok main lagi sama Bibi ya." Aku melambaikan tangan sambil mengajak main bayi kecil Teh Ratna.
Keesokan harinya, setelah semua pekerjaan rumah selesai aku bergegas ke rumah Teh Ratna. Selain penasaran dengan hasil testpacknya, aku juga kangen sama keponakan-keponakanku. Beginilah aku kalau Kang Rahman lagi ada kerjaan proyek di kota, aku lebih banyak menghabiskan waktuku bersama mereka.
Sesampainya disana, aku langsung masuk karena pintu sudah terbuka. Terlihat Farel sedang memainkan mobil balapnya dan Alia bersama boneka panda kesayangannya. Melihatku yang datang, mereka langsung menghampiriku.
"Bibi.. kok baru kesini lagi?" Farel bertanya dengan suara lucunya.
"Iya kemarin Bibi gak sempet kesini. Nih, Bibi bawain coklat untuk Aa Farel dan Teteh Alia, dimakan ya sayang. Oh iya Ibu mana?" Aku menyerahkan kantong plastik yang berisi jajanan anak-anak untuk Farel dan Alia sambil mengedarkan pandang ke semua penjuru rumah, sepi sekali.
"Teh... Teteh di dalam? "Aku memanggil Teh Ratna sambil mengetuk pintu kamarnya. Terdengar suara langkah sandal mendekati pintu.
"Iya Tih, kamu disini? Teteh ketiduran, Feri rewel." Teh Ratna langsung menjawab dan membuka pintu kamarnya
"Tapi Teteh gak apa-apakan? Itu mata sembab gitu. Teteh sakit?" Aku merasa cemas melihat wajahnya yang pucat dengan mata yang sembab.
"Sebenarnya........"
*****

Komentar Buku (86)

  • avatar
    LaupaseMalau

    terima kasi

    21d

      0
  • avatar
    HRImran

    Wahhh ceritanya sangat menarikk,bagus bngtt pokoknya🫰😍

    28d

      0
  • avatar
    Yudiapp23

    sangat terkesan cetia yah bagus sekali👍

    07/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru