logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 5 Jodoh Untuk Mbak Arunika

[Tunggu di depan, ya! aku masih ada kerjaan dikit.] Anton
Mita masih melihati layar genggamnya, membaca sebuah pesan dari sang kekasih. Iya, setelah mengiba-iba dengan penuh penghayatan, akhirnya hubungan keduanya, tidak jadi putus di tengah jalan. Ia duduk pada sebuah bangku yang berada di lobi kantor Pratama, sendirian. Menggulirkan-gulirkan layar, menjelajahi sosial medianya, demi menghabisi rasa canggung.
Di luar, gulita mulai menyapa. Lampu kota dan lalu-lalang kendaraan menjadi hiasan malam. Para karyawan berseliweran di samping Mita, ada yang hendak pulang, ada yang masih lembur, menuntaskan pekerjaan yang belum selesai digarap.
"Hai, sayank, sudah lama menunggu?" Sebuah suara bas menyapa Mita, ia pun menengadah dengan senyum cerah.
"Enggak, kok, baru ini juga," jawab Mita lembut.
Anton mengulurkan tangan dan disambut oleh Mita. Keduanya bertolak ke area parkir. Berjalan beriringan, tak lupa Anton menyelipkan tangannya ke pinggang Mita.
Daihatsu Ayla berwarna 𝘴𝘪𝘭𝘷𝘦𝘳 𝘮𝘦𝘵𝘢𝘭𝘪𝘤 mulai keluar dari area perkantoran, menyusuri jalan beraspal yang sangat padat. Mobil hanya jalan sedikit, kemudian berhenti lagi, begitu seterusnya. Di jam-jam seperti ini memang mengharuskan jalanan beraspal menahan sakit akibat ditindas ribuan roda kendaraan terlalu lama. Orang kantoran, anak kuliahan, anak keluyuran, semua berbaur menjadi satu memenuhi jalan. Suara mesin dan klakson bersahut-sahutan, udara yang penuh dengan asap rokok dan knalpot mengusik indra penciuman.
Di dalam mobil, dua sejoli saling menautkan jemari. Sesekali wajah anton mendekat, mencium pipi. Mita yang begitu terpesona pada Anton, bisa apa? Selain menikmati semua perlakuan Anton, padanya.
" Yank, beneran, kita akan mencoba, cara itu?" tanya Mita sedikit ragu.
"Ya gimana lagi, Yank, gak ada cara lain, selain mencarikan jodoh buat, Mbak Aruni, kan?" Garis muncul di antara alis Anton.
"Iya juga, sih."
"Hmm … tapi teman kamu orang yang baik kan, Yank? Bagaimana pun juga, Mbak Runi kan tetep, Mbak aku, juga calon, Mbak Ipar kamu," imbuh Mita, alisnya sedikit naik ke atas.
"Hahaha …." Anton tergelak.
"Memang penting, yang begituan? Kamu itu aneh sekali, Yank. Jika ada kelaki yang mau ma dia, itu sudah merupakan keberuntungan bagi, Mbak Aruni loh," imbuh Anton tanpa menoleh pada gadis di sampingnya, pandangannya lurus ke depan, fokus menyetir.
"Memang rumah teman kamu di mana, Yank? Kita menghampiri dia ke sana?"
"Enggak, kami sudah janjian di perempatan dekat pabrik kita."
Kepadatan kendaraan sudah berkurang, mobil Anton mulai melaju dengan kencang, melewati area pabrik. Kota Delta ini memang kawasan industri. Berbagai macam pabrik berjejer-jejer di sepanjang jalan. Bau tidak sedap mulai menyapa indra penciuman, Anton maupun Mita menekan hidung rapat-rapat. Di kejauhan terlihat asap mengepul keluar dari cerobong, membentuk gumpalan-gumpalan hitam. Suara mesin produksi yang sedikit bising menunjukkan bahwa masih ada napas kehidupan di dalam pabrik.
Setelah melewati area pabrik, mereka berdua tiba pada perempatan yang dimaksud. Di pinggir jalan dekat perempatan, sudah berdiri seorang lelaki di samping motor tua. Anton memelankan laju mobilnya dan berhenti di samping motor tersebut.
Segera ia turun menghampiri pria itu, berbicara sangat lirih hingga tak terdengar oleh pendengaran Mita. Dari dalam mobil, Mita memerhatikan pria yang tidak terlalu tinggi tersebut. Mita bergidik ngeri ketika melihat otot-ototnya yang besar, pria itu terlihat seperti tukang pukul atau algojo. Kumis tebal, kulit hitam dan mata yang tajam menyempurnakan wajah seramnya.
Tak berapa lama, Anton kembali ke tempat kemudi dan mulai memutar kunci mobil.
"Benaran dia orangnya, Yank?" Melirik ke arah Anton.
"Hmm."
Mita hendak menanyakan ini dan itu, mengungkapkan perihal ketakutannya, tetapi melihat wajah Anton yang dingin, ia jadi mengurungkan niat.
"Kalo mau hubungan kita tetap berlanjut, nanti bujuk, Mbak Aruni untuk menerima lamarannya!" perintah Anton bernada ancaman. Mita pun, tak bisa membantah.
Anton memelankan mobil, melewati sebuah pos kamling dan membelokkannya ke halaman rumah, belakang pos. Sebuah motor ikut berhenti setelah mengekorinya sejak tadi. Pemandangan tersebut tentu tidak luput dari mata orang-orang yang duduk di pos kamling. Ada yang bersikap biasa saja, ada pula yang sangat penasaran. Sepasang mata kepo itu memerhatikan Mita dan dua orang lelaki hingga masuk rumah.
"Ayah … Ibuk … Mita pulang." Baru sebentar mengetuk, pintu sudah terbuka. Kebetulan Pak Wibowo yang membukanya, ia memelototi pria di belakang Mita dari ujung rambut hingga ujung kaki. Diliriknya pos kamling sebentar, sebelum mempersilakan Anton dan temannya tersebut masuk.
"Jadi, apa tujuan kalian datang ke sini?" tanya Pak Wibowo dengan pandangan mata tajam tanpa berkedip.

Dua pria yang duduk di hadapan Pak Wibowo sikut-sikutan, deretan kalimat yang sudah direncanakan dan dihapalnya tadi, seketika menguap.
"Maaf, Pak. Jadi, kedatangan teman saya kemari, adalah untuk melamar, Putri Bapak yang bernama, Embun Arunika." Akhirnya Anton lah yang menjawab pertanyaan, sedangkan temannya hanya mengangguk-angguk tanpa sanggahan. Ternyata, yang sangar hanya penampilan dari pria itu, sementara perilaku dan suaranya sama sekali tidak mencerminkan kegagahan.
Pak Wibowo menanyakan banyak hal kepada teman Anton, termasuk bibit, bebet, dan bobot. Pria itu menjawab dengan ragu-ragu, jemari serta keningnya berkeringat dingin, sementara kakinya gemetar sendiri.
"Maaf, saya tidak bisa memutuskannya sendiri. Biar saya panggil anak saya untuk menanyakan pendapatnya," tutur Pak Wibowo.
Di dalam kamar, Aruni tersentak ketika namanya dipanggil. Sebenarnya, sejak tadi dia sudah menguping pembicaraan Pak Wibowo dengan tamunya, tetapi tidak menyangka jika dia disuruh keluar kamar.
Roda kursi menggelinding memasuki ruang tamu. Wajah Aruni menunduk, tak berani melihat tamu ayahnya.
"Runi, lihatlah ada seseorang yang hendak melamarmu. Apakah kamu bersedia menerima lamarannya?" tanya Pak Wibowo.
Aruni mendongakkan wajah sekilas, demi melihat seseorang yang telah melamarnya, kemudian merunduk kembali.
Deg! Bulu kuduknya seketika merinding, wajahnya pias, tak ada aura bahagia layaknya gadis yang dipertemukan dengan jodohnya. Namun, tentu saja Aruni tidak berani mengungkapkan pendapatnya. Ayahnya adalah sumber hukum yang harus dipatuhi keluarga.
"Saya ikut bagaimana keputusan, Ayah, saja." Begitu tanggapan yang mampu keluar dari bibir Aruni.
"Yasudah, kamu bisa kembali ke kamarmu!" perintah Pak Wibowo.
Pak Wibowo yang mengenali putrinya sejak kecil, bisa menangkap kegusaran Aruni.
"Begini Nak, perihal lamaran, sepertinya kami belum bisa menjawabnya sekarang. Satu minggu lagi, datanglah kemari untuk mendapatkan jawabannya," ujar Pak Wibowo sambil menatap wajah pria di hadapannya.
Bu Wibowo yang duduk di samping suaminya, hanya diam seribu bahasa sejak tadi. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya.
Malam semakin larut, para tamu sudah pulang. Pak Wibowo beserta istrinya masuk ke kamar hendak melepas lelah.
Mita yang menunggu di dalam kamar sejak tadi, membelalakkan mata, ketika mendapat pesan dari kekasihnya. Buru-buru ia masuk ke kamar Aruni, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, hingga membuat empunya terkejut. Tanpa menunggu respon dari Aruni, Mita langsung menghunjam kakaknya dengan kata-kata.
"Mbak, kenapa, Mbak tidak mau menerima lamarannya tadi, sih? Mau cari yang seperti apa lagi? Sudah untung loh, masih ada yang mau melamar, Mbak!" lontar Mita tanpa perasaan dengan suara super lirih, tetapi penuh dengan penekanan.
"Mit, kamu lihat sendiri, kan orangnya tadi seperti apa?" tanya Aruni dengan mata berkaca-kaca.
"Gak mau tahu ya, Mbak. Pokoknya, Mbak harus segera menikah. Sudah dicarikan jodoh, malah ngelunjak. Jika tidak bisa mencari lelaki lain, pokoknya, Mbak harus menerima lamaran yang tadi, titik! Bila nasib, Mbak buruk, jangan mengikut sertakan aku! Aku gak mau jadi perawan tua seperti, Mbak!" Mita mencaci kakaknya dengan kalimat pedas.
Bersambung

Komentar Buku (279)

  • avatar
    ARYABSK

    bagus

    3d

      0
  • avatar
    Lince rumansaraYane

    wah dari cerita ini kita dapat baaanyak pelajaran bahwa kita harus percaya diri, dll

    8d

      0
  • avatar
    WarniPreh

    daimen

    20/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru