logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3 Kisah Kedua : Perjalanan ke Desa Itu

Sesuai dengan keputusanku dan teman-teman diawal. Aku memang menaiki sepeda motor sendiri. Bukannya mau sok pamer, tapi hanya ingin menghapal jalannya dan menikmati pemandangan yang ada. Namun satu hal yang kurasakan saat ini.
"Dingiin...."
Aku tak pernah mengira nantinya akan KKN di tempat sedingin ini. Baju yang kupakai aja sudah tebal ditambah jaket. Itupun rasanya belum cukup, padahal mulut ini sudah kututup dengan kain slayer. Jangan tanya Maria dan Mery dimana. Aku juga tidak tahu sih sebenarnya. Mereka bisa tiba-tiba muncul begitu saja.
"Itu mas-mas sama mbak-mbak KKN...! Haloo...!"
"Woi mas! Wooooi...!"
Itu tadi suara teriakan anak-anak di desa yang kami tuju. Mereka terus mengejar sejak kami masuk di pintu desa. Sebenarnya ini bahaya, tapi ya kita tahu bukan anak-anak sulit sekali dicegah. Motor yang kami kendarai akhirnya berhenti di halaman kantor kepala desa.
"Ooh... ini mas dan mbak dari fakultas negeri di Kota Se itu bukan?"
"Ya, Pak. Kami tempo hari yang sudah menghubungi bapak."
"Silahkan masuk mas dan mbak. Kita di aula saja bagaimana?"
"Boleh pak, tidak masalah."
Banyak yang kami bicarakan salah satunya tentang potensi desa dan program yang akan kami jalankan. Tetapi rupanya ada satu permintaan dari bapak Kepala Desa, soal komputer.
"Ya, saya rasa mas dan mbak bisa mengajari para perangkat desa disini soal komputer."
Keresahan beliau ada pada operator komputer yang memang terhitung masih muda dan hanya ada satu. Sementara perangkat disini sudah tua dan tidak begitu paham dengan komputer. Padahal tuntutan dari kecamatan semua laporan sekarang harus berbasis ketikan komputer. Bukan lagi ketikan manual mesin tik.
"Jadi, bagaimana mas Eki ya?"
"Iya, Pak. Sejujurnya belum ada di program kami. Tapi bisa kita usahakan."
"Syukurlah kalau begitu, mas. Saya harap setelah ini, para perangkat desa bisa menggunakan komputer meskipun Mas Yono tidak ada disini."
"Program kita berubah nih, Ki."
"Sst...! Nanti kita rapatkan dulu lagi kalau sudah sampai sini."
***
Memang keputusan yang berat harus mengubah apa yang sudah kami rapatkan sebelumnya. Tapi kami sadar sebagai mahasiswa dan mahasiswi dalam program KKN ini harus mau menjadi bagian dari masyarakat di desa tadi. Ego harus dikalahkan untuk saat ini.
"Untuk program pelatihan komputer kita tunda dulu. Hari ini rapat soal program setiap anggota dulu dan yang utama."
"Potensi desa itu apa sih, Ki?"
"Kopi dan Rotan. Katanya Rotan tidak terlalu utama. Mereka lebih banyak menanam kopi. Eh, Yosi bukannya sudah biasa ya tahu soal kopi?"
"Aku tahu, Ki. Tapi sebatas penggemar kopi. Bukan yang belajar mendalam tentang kopinya."
"Ya minimalnya kamu tahu deh. Nah, dari fakultas peternakan tuh kayak Mbak Tiska, Dita, Putri, Yori, Mas Tiar. Kalian punya program apa?"
"Aku mau sosialisasi tentang telur aja, Ki."
"Eh, Dita tentang telur ya? Aku pelatihan tentang membuat nugget aja kalau begitu."
"Sasaran woi...! Kalian itu pelatihan sama sosialisasi kemane?"
"Yak, kita belum bilang udah disanggah duluan sih Jo! Aku sama Dita ke ibu-ibu PKK aja."
"Cakep tuh!"
"Iya, Ridhwan ini cakep-cakep melulu. Programmu apa, Wan?"
"Ke anak SD aja, Ki. Duh, tapi belum tahu mau ngapain."
"Gubraaak!"
Sojo ini pake disuarakan segala kalau dia mau pingsan ya sudah pingsan aja. Dih, dasar ya! Lagipula Ridhwan juga belum jelas mau ngapain dia. Sepertinya dia diajakin sama Putri buat bikin program bareng sama anak SD. Program paling mudah cuma kampanye minum susu bersama.
"Yosi, lu mau bikin program apa?"
Yosi ini anak Sospol dan agaknya susah mau buat program apa di masyarakat. Pemilu aja belum katanya, tapi Eki kasih saran buat edukasi atau apa yang mudah saja.
"Aku itu... mau buat gambar templek!"
"What is gambar templek, Yosiii...!"
"Sok-sok an pakai bahasa inggris Sojo nih!"
"Ya elu juga pakai bahasa apa? Bahasa planet nyemek?"
"Iya mau buat stiker yang dibagikan ke warga. Tapi tentang apa ya? Nanti deh! Catet dulu aja."
"Oke, Mbak Tiska di ketik dulu di komputer. Minimalnya sudah punya program satu. Tinggal tiga lagi nanti bisa deh di jabarkan dari satu program ini aja."
***
Hm... apa ya program yang harus aku buat lagi? Sepertinya sosialisasi ke warga memang lebih mudah. Tantangan terberat buatku sih. Aku selalu gugup kalau didepan banyak orang. Tapi harus bisa aku usahakan agar tampil maksimal.
"Haah... kenapa harus bisa ngomong sama orang banyak?"
Sesuatu hal yang paling kubenci karena sampai dengan sekarang tak mampu kuatasi rasa gugup saat bertemu orang banyak. Lucu aja ketemu demit biasa, ketemu manusia kenapa jadi takut ya?
"Sosialisasi tentang penyakit hewan kurasa itu lebih masuk akal untuk mahasiswi fakultas peternakan sepertiku."
Saat sedang memikirkan program apa yang mau aku jalankan, seketika bulu kudukku berdiri semua. Tidak ada orang lain disekitarku. Mama dan Papa ada di ruang keluarga sedang menonton televisi.
"Maria? Mery?"
Tidak ada satupun yang menyahut. Tapi sekilas aku dengar suara mendesis ular. Rasa kantuk hebat menyerangku dan akhirnya aku memilih untuk tidur dulu.
"Ting!"
"Hah? BBM dari siapa nih?"
"Hai, semuanya! Besok jangan lupa kita kumpul ke kampus dulu baru berangkat ya. Terima kasih!"
Iya, Pak Kordes. Ah, dasar Eki! Aku baru aja mau tidur supaya besok bisa bangun pagi. Berarti berangkat bersama kan? Tapi malam ini agaknya susah untuk tidur. Suara desis ular menghantuiku. Sampai kutengok bagian bawah kasur. Anehnya, tidak ada apa-apa! Lucu sekali ya!
"Hei, kalian! Jangan coba-coba menggangguku. Aku mau tidur."
***
Hah? Aku ada dimana? Kenapa tiba-tiba ada di taman yang aku sendiri tidak tahu? Di Kota Se tempatku tinggal belum pernah kujumpai bentuk taman seperti ini. Kulihat ada dua orang laki-laki dan perempuan di tempat duduk taman. Mereka berdua nampak akrab sekali. Mungkin mereka pacaran.
"Sessss...."
Suara desis ular lagi. Sebenarnya apa sih ini? Ayolah, jangan mengerjaiku seperti ini! Keluar saja kalian!
"Sesss...kau menantang kami?"
"Ya, aku menantang...astaga! Siluman!"
"Hihihi... kau sendiri juga! Jangan asal sebut seperti itu pada kami seees...."
"Yaaa...seeesss... kau juga bagian dari kami saudariku."
Rasanya aku masih tak percaya melihat dua perempuan dengan lidah yang selalu menjulur seperti ular. Tapi, separuh badan kebawah mereka memang ular. Sedangkan bagian atasnya masih manusia. Badanku tiba-tiba menjadi kaku.
"Ahahaha... lihatlah dia saudariku. Dia sekarang sudah menjadi bagian dari kita!"
"A-apa? Tunggu dulu apa ini? Aargh...! Kakiku!"
Kakiku seperti hilang dan aku semakin menjadi lebih tinggi. Bahkan kini setinggi dua makhluk siluman itu. Laki-laki dan perempuan yang duduk tadi tiba-tiba ketakutan saat melihatku. Mereka lari sambil berteriak tak karuan. Tidak...! Apa yang terjadi dengan tubuhku!
"Aaa...! Apa ini? Kembalikan aku seperti semula! Aku bukan bagian dari kalian!"
"Tidaaaak... kau adalah bagian dari kami seees...."
"Kumohon...kembalikan aku jadi normal lagi."
***
"Haaaah... itu tadi mimpi? Berarti kakiku...."
Segera kubuka Bedcover yang kugunakan untuk menutupi tubuhku. Kaki ku masih dua, aku sangat bersyukur. Setidaknya tidak berubah menjadi badan ular. Tapi rasanya mimpi itu nyata dan badanku sekarang terasa lemas.
Smartphone di samping bantal langsung kuraih. Masih jam lima pagi. Tapi aku harus menghubungi siapa ya? Aku tidak kuat melakukan perjalanan dengan badan lemas seperti ini. Efek dari mimpi buruk tadi membuat keringat mengucur deras ditubuhku.
"Mana mungkin aku mau menghubungi Mas Tia apalagi Yori. Satu-satunya yang kukenal hanya Ridhwan. Aku juga tidak terlalu dekat dengan Ayung."
Baiklah aku hubungi Ridhwan saja. Hari ini aku minta dia yang menyetir motorku. Rupanya pesan BBM-ku dibalasnya dengan cepat. Dia pun menyanggupinya. Urusan keberangkatan sudah beres! Aku hanya perlu menyiapkan air yang kubacakan ayat kursi, setelah shalat subuh ini.
***

Komentar Buku (104)

  • avatar
    Jelian Thurston Urap

    jelian

    15/08

      0
  • avatar
    KuswandiFauzan

    seru

    12/08

      0
  • avatar
    Rehann Rena

    🅑🅐🅖🅤🅢

    01/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru