logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2 Kisah Pertama : Pertemuan yang Pertama Kali

Aku benci hujan!
Eh, lebih tepatnya ini gerimis ya! Kenapa setiap kali pertama bertemu selalu saja seperti ini? Setelah pembagian tim KKN, kami sepakat untuk bertemu dulu di dekat gedung Rektorat. Disana luas dan bebas, jadi aku pun bisa menunggu yang lain sambil membawa makanan. Masalahnya ini hanya semacam teras dan udara dingin tetap saja menusuk kulitku.
"Uuh.. dinginnya!"
Sebenarnya aku sendiri belum begitu hapal seperti apa wajah teman-temanku nantinya. Kecuali yang satu fakultas denganku. Rasanya aku seperti anak hilang yang sedang kedinginan disini. Jaket yang kupakai tak mampu menahan hawa dingin ini.
"Ihihi... aku suka hujan!"
"Diamlah, Maria!"
Ah! Aku benci membawa makhluk satu ini. Tapi mau bagaimana lagi? Maria adalah nama yang kuberikan pada makhluk itu. Aku dan dia tak sengaja bertemu saat Penelitian di Kota Sa. Memang kasihan melihat dia dan adiknya yang kuberi nama Mary itu. Mereka terkurung di sebuah bekas pabrik kopi.
"Dita tidak suka hujan?"
"Itu membuatku basah!"
"Aku punya payung ini."
"Ya, tapi tak bisa melindungiku dari air hujan."
Makhluk astral yang mungkin kalian sebut "Noni Belanda" itu memang punya kisah kelam. Maria dulu dipaksa ayanya menikah, tapi dia tak mau karena mencintai laki-laki lainnya. Sampai dia melakukan hal paling gila yaitu bunuh diri saat acara pernikahannya. Jujur, aku mual saat dia memproyeksikan bagaimana caranya mati.
"Hei!"
"Eh, Mar eh maaf maksudku...."
"Kamu Dita bukan ya? Satu tim KKN ku kan?"
"Ng... i-iya! Kalau enggak salah kamu Eki."
"Iya, aku Eki. Nah, temen-temen yang lain mana?"
"Wah, enggak tahu! Sedari tadi aku menunggu disini."
"Halooo... kalian tim KKN satu bukan ya?"
"Iya. Nah, kamu juga?"
"Hehe...iya! Perkenalkan, gue Maya."
***
Tak lama saat hujan mula berhenti, kami semua sudah berkumpul. Baru kusadari rupanya satu tim ini terhitung besar. Ada enam belas orang yang jadi tim KKN satu. Ah, rasanya masih asing dengan mereka.
"Nah, sebelum berangkat kita pastikan dulu susunan di dalam tim kita."
"Maksudnya ape nih, bro?"
"Susunan organisasi Sojooo...!"
"Yaelah, bilang dari tadi yang jelas!"
Sojo ini dari awal pertemuan aja sudah lucu orangnya. Entah kalau bersama dengannya nanti selama tiga puluh lima hari. Akhirnya Eki yang terpilih menjadi Ketua Koordinator Desa alias Kordes. Wakilnya ternyata teman se-fakuktasku si Yori. Bendahara mesti orang yang tegas kayak Nona dan Maya. Aku dan Mbak Tiska kebagian jadi juru ketik alias sekretaris nih.
"Terus yang lainnya jadi apa? Macem si Ridhwan noh!"
"Saya? Ya, saya jadi diri sendiri saja."
"Aduuh Ridhwan iih...!"
"Duh duh itu siape tuh yang hamil namanya?"
"Itu Putri, Jo!"
"Iya maksudnya kasihan kenape si Ridhwan dicubit. Lagi ngidam bu?"
"Ora, aku gemes wae karo deknen!" (Enggak, aku gemes aja sama dia!")
"Ya jangan gitu kali, laki lu cemburu ntar!"
"Gak ah! Bojoku wes biasa aku ngene." (Gak ah! Suamiku sudah biasa aku begini.)
Memang Putri ini suka gemes lihat orang yang nampak datar aja. Mana si Ridhwan juga begitu sih. Terlalu alim dan datar. Bukannya enggak bisa ekspresif tapi... ah! Susah menjelaskannya pada kalian.
"Iye, lu gimane bumil eh maksud gue Putri? Kan lu hamil nih, ganggu enggak di perjalanan?"
"Aman! Aku udah pernah jalan jauh sama suami juga kok."
"Bener ya, kalau ada apa-apa bilang lho Put."
"Siaaap...!"
Rencana berangkat sekitar seminggu lagi dan setidaknya kami bisa persiapkan berapa banyak baju yang mau dibawa. Kami berencana survey dulu dengan menaiki sepeda motor masing-masing dari Kota Se. Demi keamanan juga semua cowok yang mengendarai motor. Sedangkan ceweknya diminta untuk membonceng saja.
"Eh, aku naik sepeda motor sendiri ya."
"Yakin lu, Dit?"
"Yakin lah! Aku lebih bebas aja naik motor sendiri."
"Perjalanannya jauh lho, kamu enggak capek nanti?"
"Enggak apa deh kalau Dita mau naik motor sendiri. Kira-kira ada enggak cewek lagi yang mau naik motor sendiri?"
"Aku juga, Ki!"
"Oke, Dita ada temennya nih. Nona mau naik motor sendiri."
"Aku boncengan sama Nona aja, Ki."
"Nah, itu Nuki mau boncengan aja. Terus siapa yang naik mobil ikutin supir bawa baranh bawaan kita?"
"Mas Tiar aja! Dia bisa jadi supir cadangan kok."
"Lho bisa nyetir mobil kamu mas?"
"Enggak. Bisa bawanya malahan."
"Buset! Kayak Hulk gitu mas, ntar mobilnya lu angkat gitu? Keren kereeen...!"
Sojo sudah terlanjur mengacungkan dua jempolnya. Tapi langsung ditepis oleh Mas Tiar. Entah Sojo ini terlalu konyol orangnya. Berulang kali aku harus menahan tawa akibat tingkahnya.
***
Tiga hari lagi berangkat. Tapi perasaanku campur aduk. Aku tahu, kebiasaan saat KKN. Selalu saja tak lepas dari cerita hantu dan mistis. Kurasa kalau aku biasa saja, tak akan mengkhawatirkan hal ini.
"Fokus, Dita! Tujuanmu adalah KKN bukan eksplore tempat mistis."
"Aku ikut Dita pokoknya! Jangan ditingal di rumah ya."
"Kan memang kamu bisanya ikut aku, Maria!"
"Hii aku kan takut kalau ditinggal. Pokoknya aku ikut kemanapun Dita pergi."
"Termasuk ke kamar mandi? Jorok ah!"
"Tentu saja tidak! Aku tidak bisa ke tempat yang kotor."
"Bekas pabrik kopi itu bukannya kotor ya?"
"Aku kan di segel disana! Mana bisa keluar? Karena ada Dita aku jadi bisa keluar."
Hah... makhluk astral satu ini cerewet sekali. Entah dia masih bisa ikut denganku atau tidak. Bagaimanapun juga kerajaan makhluk astral ada banyak. Bisa jadi dia tersangkut disana dan tidak bisa kembali lagi.
Masalahnya sekarang aku merasa diikuti oleh sesuatu. Aku curiga ini apa? Bahkan kemampuan alamiku tak mampu melihatnya sekarang. Tapi mereka selalu menampakkan diri dalam mimpi. Ya, mereka ada dua!
Duh, maaf sebelumnya. Aku belum cerita pada kalian kalau aku punya kemampuan lain yang sepertinya kurang berguna untuk mencari pekerjaan nanti. Tapi kemampuan ini sangat dicari karena dianggap keren. Hei, aku bukan Indigo! Hanya orang yang diberi hadiah oleh Tuhan dan disebut "Gifted".
"Tapi, ini kutukan buatku!"
"Kenapa sih Dita selalu begitu?"
"Tidak apa-apa!"
"Karena Dita punya itu, jadi bisa membawaku keluar dari sana. Sebelumnya banyak yang takut padaku."
"Iya, makanya jangan perlihatkan perutmu yang robek itu!"
"Tidak! Aku selaku berusaha menampilkan sosokku biasa saja. Itu... itu... tidak bisa kukendalikan!"
"Masihkah kau tidak mau menerima kekuatan dari kami saudariku?"
S-siapa itu? Suara yang tak pernah kukenali sebelumnya. Aku sempat memejamkan mata untuk bisa memperjelas penglihatan itu. Hanya kulihat sosok perempuan cantik dengan pakaian ala kerajaan jawa jaman dulu. Aku tidak mau terjebak dengan penampilan mereka.
"Jangan pernah mau!"
"Kakek harimau putih!"
Kalau yang ini aku tahu, dia memang sudah kukenali sejak awal kuliah. Wujudnya bisa berubah menjadi harimau putih dan terkadang dia mengambil wujud seorang kakek berbaju serba putih dengan tongkat di tangannya. Aku tak menyebutnya dengan sebutan beliau, karena umurnya memang masih sangat muda. Hanya penampilannya saja yang seperti itu.
"Memangnya mereka siapa?"
"Mereka akan menjebakmu. Sekalipun mereka saat ini mencoba mengikuti bahkan memberikan kemampuan lebih, jangan pernah percaya!"
Sebuah Peringatan, tapi aku jadi semakin waspada. Semoga iman ini kuat, tak tergiur oleh apapun yang mereka coba berikan padaku. Aku hanya berlindung pada Tuhan dari segala godaan mereka.
***

Komentar Buku (104)

  • avatar
    Jelian Thurston Urap

    jelian

    15/08

      0
  • avatar
    KuswandiFauzan

    seru

    12/08

      0
  • avatar
    Rehann Rena

    🅑🅐🅖🅤🅢

    01/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru