logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Ada Yang Berbeda

Beno memilih untuk kembali duduk di teras, dari pada dia kehilangan kontrol diri.
“Shit!” umpatnya pelan.
Dia mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Lelaki itu tahu bahwa kekasihnya tak akan suka melihatnya merokok, tetapi dia butuh saat ini untuk menenangkan diri. Beno menghisap rokoknya dalam-dalam lalu mengembuskan asapnya perlahan, berharap dengan begitu detak jantungnya kembali normal.
“Shit!” umpatnya sekali lagi, saat otak kotornya berkelana.
Bukan saatnya elo mikir jorok, Ben. Sekarang elo pikirin apa yang bikin Yuna berbuat kayak gitu! tegurnya pada diri sendiri.
Beno tak percaya Yuna bisa seagresif itu. Setahunya, kekasihnya itu gadis yang santun, yang selalu menjaga dirinya dengan baik. Bahkan di awal hubungan mereka, Yuna memberikan syarat pada Beno, dia tak mau ada sentuhan fisik yang terlalu mesra, membuat batasan secara tegas. Namun, melihat kelakuan Yuna tadi, Beno seperti tak mengenali gadis yang telah mencuri hatinya itu.
“Ben, aku nggak bawa banyak, nggak papa ya?” suara Yuna mengalihkan pikiran Beno, lelaki tampan itu mematikan rokoknya. Matanya menelisik, mencari apa yang membuat Yuna berbeda. Gadis ayu itu terlihat gugup, menggigit bibirnya sendiri.
Beno mengambil keresek yang sedari tadi Yuna julurkan.
“Yang, ada yang kamu sembunyiin?” tanya Beno. Yuna terlihat ragu, tetapi akhirnya dia berkata yang membuat Beno kaget setengah mati.
“Maaf, Ben. Seminggu ini aku sering nonton film yang ada adegan ‘itu' nya,” ucap Yuna salah tingkah, wajahnya memerah.
“Diajak sama anak Tante, maaf ya, Ben,” sambungnya lirih. “Aku ... aku em ....”
"Udah lupain. Aku cuma kaget aja, sih. Maaf tadi aku langsung keluar. Aku takut kebablasan. Sekali nyium kamu, aku pasti nggak akan mau berhenti. Maaf kalau kesannya aku nolak kamu." Beno tersenyum.
"Aku nyium kamunya kalau udah sah aja ya, Yang. Mau nunggu 'kan?" Beno tersenyum lagi, mencoba menenangkan Yuna, yang dibalas senyuman oleh gadis itu.
“Hari ini kamu nggak kerja, Ben?” tanya Yuna. Beno menggeleng, menatap Yuna dalam-dalam adalah keinginannya saat ini.
“Bolos?” tanya Yuna lagi, dia duduk di samping Beno.
“Iya, seharian ini aku mau abisin waktu sama kamu, Yang. Kangen banget ....” Beno menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Yuna, lalu kembali memeluk kekasihnya itu.
“Maaf, ya, Ben. Aku pulangnya kelamaan.” Yuna mengeratkan pelukannya.
“Nggak papa, asal abis ini kamu jangan ninggalin aku lagi,” sahut Beno. Yuna diam tak menyahuti perkataannya, terbesit rasa kesal di hati Beno.
“Kamu, kok, nggak jawab sih, Yang?” gerutu Beno.
Yuna melepas pelukannya, matanya menatap heran ke arah Beno.
“Jawab apa?” tanyanya polos.
Beno mendengus kasar, Yuna tidak seperti biasanya. Beno merasa hanya raganya saja yang bisa dia peluk, jiwa Yuna tidak ada di sini.
“Kamu mikirin apa, sih, Yang? Kamu kayak yang lagi banyak pikiran. Cerita ke aku, barangkali aku bisa bantu.” Beno membelai pipi Yuna yang lembut. Yuna menggeleng, tetapi terlihat sekali dia menghindar dari tatapan Beno.
“Kamu masih kepikiran gimana rasanya dicium aku?” goda Beno, membuat wajah Yuna memerah.
“Apaan, sih, Ben! Jangan bikin aku malu!” Yuna menutup wajahnya dengan telapak tangan. Beno terbahak melihat Yuna salah tingkah seperti itu, benar-benar menggemaskan. Beno mengecup puncak kepala Yuna.
Andai kita udah nikah, aku bakal cium kamu sampai kehabisan napas, Yang! Shit! Kontrol junior elo, Ben! Maki Beno dalam hatinya.
Sesuatu di bawah sana tiba-tiba bereaksi, niatnya hanya menggoda Yuna malah Beno sendiri yang tergoda.
Beno berdiri sedikit menjauh dari Yuna, kekasihnya itu menatap heran. Telinga Beno memerah, itu artinya dia sedang sekuat tenaga menahan diri.
“Yang, aku ke kamar mandi dulu, ya,” ujar Beno langsung berlari ke arah kamar mandi yang terletak di ujung lorong, berjarak satu kamar dari kamar Yuna.
Di dalam kamar mandi, Beno mencuci wajahnya. Agak sedikit kesulitan baginya kali ini mengontrol diri di depan Yuna. Biasanya dia tak begini, rasa sayangnya pada Yuna mengalahkan hasratnya pada gadis manis itu.
“Brengsek! Elo nggak boleh balik lagi jadi bajingan, Ben! Tahan! Ini Yuna, cewek yang elo cinta setengah mati!” ucap Beno pada dirinya sendiri.
Lagi-lagi pikirannya berkelana pada kejadian beberapa menit yang lalu di kamar Yuna. Bibir mungil Yuna yang padat, tiba-tiba mendekat, tinggal beberapa centi lagi menempel di bibirnya. Bibir Yuna pasti masih perawan, rasanya pasti memabukkan.
“Shit!!” umpatnya sambil mengacak rambut gondrongnya, entah sudah berapa kali dia mengumpat dalam waktu yang singkat ini.
“Ben,” suara Yuna terdengar diiringi dengan ketukan pintu.
“Kamu kenapa? Kamu sakit?” tanya Yuna dari balik pintu.
“Nggak papa, Yang. Sebentar, kamu tunggu di depan aja,” sahut Beno.
“Oke, aku tunggu ya, jangan kelamaan di kamar mandi.” Langkah kaki Yuna terdengar menjauh. Beno menghela napasnya perlahan.
Setelah menguatkan hati dan mengontrol diri, Beno keluar dari kamar mandi. Di teras Yuna duduk sembari memakan keripik pedas yang ada di pangkuannya.
“Hei, are you okay, Ben? Kamu nggak lagi sakit 'kan?” Yuna mendekat, lalu menempelkan tangan kirinya di atas dahi Beno.
Beno menahan napas, aroma tubuh Yuna begitu menggoda. Ditambah lagi bibir Yuna terlihat lebih merah karena memakan keripik pedas.
“Ben?” panggil Yuna, Beno hanya diam, tetapi tatapan matanya menggelap. Yuna melangkah mundur, menjauh dari Beno. Gadis cantik itu mengerti apa arti dari tatapan Beno yang menggelap.
Beno berdeham lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, mencoba mengontrol hasratnya.
“Aku lebih baik pulang, Yang. Pikiran aku lagi eror, terkontaminasi sama kelakuan kamu di kamar tadi.” Beno memilih untuk berterus terang pada gadisnya. Wajah Yuna memerah, lalu mengalihkan pandangannya.
“Aku nggak mau ngerusak kamu, Yang. Aku takut nggak bisa kontrol, apalagi sekarang kost'an lagi sepi kayak gini,” ucap Beno sambil berdesis, karena angin berhembus cukup kencang hingga meniupkan aroma tubuh Yuna meski gadis itu berjarak beberapa langkah darinya.
Yuna mengangguk singkat, lalu tersenyum tipis.
“Maafin aku, Ben. Aku nggak ada maksud buat godain kamu. Ck! Aku malu banget!” Lagi-lagi Yuna menutup wajahnya dengan telapak tangan. Beno terkekeh geli melihat tingkah laku Yuna. Setidaknya Yuna masih belum berubah, gadisnya itu masih seperti yang dia kenal. Masih menjadi gadis lugu dan polos, mungkin tak begitu polos lagi, karena Yuna mengaku menonton film beradegan panas.
“Aku pulang dulu, ya, Yang. Makasih oleh-olehnya,” ucap Beno, lengan kokohnya menarik Yuna ke dalam pelukannya.
“Apa aku bilang, kita harus cepet-cepet nikah. Biar halal mau ngelakuin apa pun juga.” Beno membelai rambut panjang Yuna.
“Maaf, bikin kamu nggak nyaman, aku lebih baik jujur. Saat ini, aku kesulitan buat nahan diri, Yang. Hari ini, kamu terlihat sangat menggairahkan,” bisik Beno. Tubuh Yuna menegang pada pelukan Beno.
“Makanya aku pulang sekarang, sampai ketemu besok.” Beno mengecup pipi Yuna singkat, sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya.
Yuna masih mematung, bahkan sampai Beno memakai helm dan menaiki motornya. Gadis itu terlihat syok dan kaget. Beno terkekeh melihat gadisnya membeku.
That is my girl! Lugu dan polos, puji Beno dalam hatinya.
Beno melambaikan tangan lalu membunyikan klakson sebelum membawa motornya keluar dari halaman kost'an Yuna.
$$$$$
5 Februari 2022

Komentar Buku (95)

  • avatar
    PratamaRio

    bagus

    5d

      0
  • avatar
    Raditia Azwan

    Karena seru

    9d

      0
  • avatar
    AAp

    ok qlala

    11d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru