logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

BAB 4 NASEHAT

Tetangga memenuhi halaman depan rumah kakek Badun. Bu Sri berlari tergopoh-gopoh menghampiri rumahnya, ia tak menyangka akan terjadi kebakaran akibat ulah anak-anaknya.
“Maaf Bu-Pak, permisi saya mau lewat.” Seru Bu Sri sambil menyibak kerumunan di depan kontrakannya.
Bu Sri berlari masuk ke dalam rumahnya, terlihat Kakek Badun, Mas Mamat, Andi dan Aji di dalam.
Spontan Bu Sri memeluk anak-anaknya. Cemas, sedih, dan marah menjadi satu dalam raut wajahnya yang satu dua telah memunculkan keriput.
“Kalian tidak kenapa-kenapa kan nak?” Tanyanya sambal mengusap kepala satu persatu anaknya.
“Maaf Pak Badun dan Mas Mamat, anak saya sudah membuat ulah. Kami akan perbaiki kerusakan yang terjadi. Maaf sekali lagi Pak.” Ucapnya lirih.
“Iya Sri, Alhamdulillah api yang ditimbulkan sudah berhasil diatasi dan juga anak-anakmu selamat. Kalau begitu kami pamit kembali ke rumah sebelah.” Jawab Kakek Badun sambil pamit meninggalkan ibu dan kedua anaknya yang masih saling berpelukan.
“Mari mba, saya juga pergi dulu.” Sapa Mas Mamat mengekori ayahnya.
Bu Sri mengangguk dan meminta maaf kepada tetangga yang riuh di halaman rumahnya, “Maaf Bapak-Ibu, Alhamdulillah sudah tidak apa-apa. Terimakasih atas bantuan semuanya.” Ucap Bu Sri.
Ingin sekali Bu Sri memarahi anak-anaknya, namun ia kembali bersedih membayangkan betapa takut anak-anaknya tadi. Bu Sri menghela nafas beratnya, kemudian mengajak anak-anaknya duduk sembari memulai perbincangan.
“Kalian berdua masih ketakutan, ya?”
Andi dan Aji masih menunduk dan tidak merespon pertanyaan Ibunya.
“Ingatlah kejadian hari ini ya nak, agar besok kalian tidak mengulangi kesalahan yang sama. Hanya kalian harta yang ibu punya.”
Aji lalu mulai mengangkat kepalanya dan menatap ibunya perlahan. “Maafkan kami, Bu. Kami tidak sengaja, lilin itu tertendang kakiku saat kami bertengkar lalu.. “ Sesaat Aji kembali terdiam.
“Iya ibu paham. Namun kalian harus berhati-hati dan janji sama Ibu untuk tidak bertengkar lagi. Kalian tidak ingin kejadian di rumah terdahulu terjadi lagi bukan? Dan berjanjilah satu hal kepada ibu, Aji jangan sekali-kali meninggalkan adikmu. Jika nanti ibu tidak bersama kalian, dan takdir juga harus memisahkan kalian dengan bapak, maka jangan pernah lupa dengan adikmu, karena jika kalian sudah dewasa, kalian berdualah yang saling menopang suka dan duka satu sama lain.” Ucap Bu Sri lembut sambil menatap teduh kedua anaknya.
“Baik Bu, kami janji!” Ucap keduanya bersamaan dan saling bertatapan.
“Sini peluk ibu yang erat, hanya kalian yang ibu punya, anak-anak hebat ibu.” Peluk ketiganya dengan penuh kasih sayang.
***
Malampun datang, kejadian tadi sudah dilupakan oleh keluarga ini. Pak Amin juga tak ingin menghakimi anak-anaknya dan memilih membantu membereskan kekacauan yang disebabkan anak-anaknya tadi.
“Besok bapak akan membeli barang-barang baru yang habis terbakar. Mumpung besok bapak juga tidak kerja dan anak-anak sedang libur sekolah.” Ucap Pak Amin kepada istrinya.
Pak Amin dan istrinya sedang menikmati langit malam yang begitu indah. Bulan yang nampak separuh indah pertanda pertengahan bulan sudah berjalan. Mereka sedang duduk di teras rumah dengan sebuah kursi kayu panjang yang belum lama ini Pak Amin buat sendiri. Sesekali angin darat yang bertiup semakin menambah rasa harmonis keduanya.
“Pak, bagaimana dengan saudaramu itu? Apakah ia masih mengingatmu? Tanya Ibu tiba-tiba.
Pak Amin lalu menggeser duduknya lebih dekat dengan istrinya lalu memiringkan tubuhnya sedikit agar dapat menatap lekat istrinya.
“Setelah kepindahan kita, dan aku pindah tempat kerja. Belum ada sama sekali dia datang kepadaku.” Jawab Pak Amin dengan wajah bersyukurnya.
“Bagaimana kalau dia ternyata menemukan kita lagi? Apa yang kita lakukan Pak? Aku tidak ingin anak-anak menjadi ketakutan karena ulahnya lagi. Aku ingin agar anak-anak dapat tumbuh dengan baik tanpa ada yang menggangu. Cukup kita saja yang pernah diganggunya.” Ucap Ibu melesu.
“Daripada kita memikirkan yang tidak-tidak, kita fokus saja untuk mendidik Andi dan Aji agar dapat menjadi harapan kita di masa mendatang. Semoga mereka bisa menjadi anak-anak yang hebat ya Bu.” Do’a Pak Amin sembari menutup obrolan mereka malam ini.
Suasana malam itu sungguh damai. Terdengar dikejauhan jangrik yang beraksi menarik perhatian lawan jenisnya. Bunyinya yang khas menambah kesepian malam itu. Keluarga Pak Amin juga sudah dalam peraduannya. Semuanya terlelap bersama keheningan malam seakan tak terjadi apapun sebelumnya.
Disebelah rumah Pak Amin dan Bu Sri, nampak Kakek Badun yang masih merenung dikasurnya. Kakek belum tertidur sejak tadi, meskipun tubuh rengkuh itu telah dalam posisi tidur namun matanya tidak kunjung tertutup, ingatannya mengawang dengan kisah lama yang sudah tidak mau ia ingat kembali.
Kakek Badun tertegun masih dengan ingatannya di masa lalu, ia mengingat bagaimana kejadian menyedihkan dulu telah merenggut teman hidupnya dan buah hatinya. Ia bahkan mengingat tangisan Mako yang begitu pilu pada saat kejadian terjadi. Masih terngiang dalam ingatannya senyum istrinya, tawa canda dari anak-anaknya yang meneduhkan dan senantiasa membuat hari-harinya begitu bewarna.
Lama merenungi kisah pilunya di masa lalu, Kakek Badun perlahan menutup matanya dan akhirnya tertidur dengan posisi yang tidak berubah sejak ia merebahkan tubuhnya menghadap ke kanan dengan tangan tertangkup di pipi yang telah keriput.
***
Sedangkan dibelahan malam lain, ada seseorang yang sedang tersenyum jahat sambil meremas dua lembar foto ditanganya. Siapa dia? Dan apa yang dia lakukan? Apakah ini berhubungan dengan saudara yang barusan Bu Sri tanyakan?

Komentar Buku (186)

  • avatar
    AbilinaslpKatrina

    nice

    20/08

      0
  • avatar
    ZahroFatimatul

    iyo

    20/08

      0
  • avatar
    SAFITRINABILAH

    🙃🙃

    19/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru