logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 6 Kebahagiaan

ISTRIKU YANG BULUK MENJADI REBUTAN
BAB 6
KEBAHAGIAAN TIADA TARA
Pagi sekali Willia sudah bersiap-siap karena tidak mau jika Mella terlebih dahulu datang ke rumahnya sebelum Willia dan Yusuf berangkat.
Hari ini mereka akan berangkat ke puncak karena Yusuf memiliki waktu senggang. Perjalanan yang ditempuh cukup lama karena kemacetan yang selalu bersahabat dekat dengan ibu kota.
"Cocok banget nih udaranya buat kita check-in lagi," seru Yusuf, tangannya meraih jemari lentik milik sang istri.
"Papa tuh ya, dipikirannya cuman itu doang," protes Willia, netranya masih menikmati hijaunya pemandangan yang dilewati.
"Daripada di pikirannya Papa ada cewek lain, hayo ... mending yang mana?" tanya Yusuf sambil terkekah geli melihat istrinya yang kini cemberut.
Willia tidak menjawab, ia masih terpaku dengan pemandangan yang menyejukkan itu. Merasa bosan karena setiap harinya ia hanya bisa melihat bangunan pencakar langit jika sedang berada di kota. Mereka akhirnya sampai di Villa milik Yusuf. Lelaki itu sengaja membeli Villa agar saat berlibur tidak perlu susah mencari penginapan.
Terlihat si kembar tengah asyik bermain bola bersama Raysa dan Niko, sedangkan ibunya Yusuf duduk santai sambil menikmati teh dan cemilan ringan. Di masa renta seperti ibunya Yusuf memang seharusnya lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak dan cucu.
"Kayaknya mereka udah harus sekolah deh, Wil. Sekarang udah pinter banget, banyak tanya, cerewet lagi," tutur ibunya Yusuf sambil terkekeh, netranya tidak lepas memperhatikan tingkah lucu kedua cucunya, bahkan senyum itu tidak lepas dari wajah keriputnya.
"Rencananya juga mau Wil masukkan sekolah, Bu. Nunggu umurnya pas empat tahun," balas Wilia. Umur si kembar memang masih 3 tahun setengah. Jika sudah genap empat tahun Willia akan memasukkan anak-anaknya ke PAUD (pendidikan anak usia dini).
"Cerewetnya mirip banget sama Mamanya," ungkap Yusuf yang di balas delikan dari sang istri.
"Mirip kamu, kamu tuh lebih cerewet dari Willia," balas ibunya Yusuf membuat Wilia menampakkan senyum kemenangan karena dibela oleh mertuanya.
***
"Kejar Ate Caca! Tuh ... ngumpet di kamar," seru ibunya Yusuf membuat kedua anak itu kini berlarian ke arah kamar Raysa.
"Segera bikin adik buat si kembar," bisik ibunya Yusuf sebelum berlalu sambil terkekeh geli membuat Willia menutup wajahnya yang kini memerah karena malu.
"Ciee ... malu nih ye," ejek Yusuf sambil menahan tawa.
Mereka masuk ke dalam kamar, tidak menyadari jika ada orang yang memperhatikan mereka dari balik dinding.
"Beruntungnya Mas Yusuf punya istri kaya Mbak Wil," gumam Niko, ia lalu berjalan ke kamarnya memilih untuk istirahat karena lelah bermain seharian bersama Zunaira dan Zenaira.
Kembali ke pasangan fenomenal yang kini tengah menikmati pemandangan dari balkon kamar mereka.
Dinginnya malam tidak membuat mereka beranjak untuk bersembunyi di bawah hangatnya selimut.
"Kenapa sih, Mama cantik banget?"
Willia yang sedang menghisap coklat panas miliknya langsung menoleh mendengar penuturan Yusuf.
"Cantik? bukannya di mata Papa, Mama ini buluk, ya?" seru Wilia kini mengalihkan pandangan.
"Kapan Papa bilang kayak gitu?"
"Buktinya, Papa gak pernah suka dan selalu ngomen kalau liat Mama dandan natural. Tandanya di mata Papa, Mama gak cantik dong?" berondong Wilia.
"Papa tuh gak sukanya karena wajah Mama keliatan pucet sa–"
"Kumel, dekil, buluk gitu?"
Yusuf mengacak rambutnya frustasi. Niat awal ingin merayu sang istri malah jadi buntung. Suasana romantis yang mencoba ia bangun kini runtuh seketika. Tidak pernah menang memang kalau Yusuf sudah berdebat dengan istrinya itu.
"Kenapa dulu Mama mau nikah sama Papa? apa karena harta?" Yusuf mencoba mengalihkan pembicaraan berharap jika Willia tidak kesal lagi padanya.
"Hahaha … Papa bercanda?" tanya Willia diiringi tawanya. Membuat Yusuf mengernyitkan dahinya.
"Kenapa ketawa, ada yang lucu?"
"Papa bilang apa tadi? Mama nikah sama Papa karena harta?" Willia mengulang perkataan Yusuf.
"Kayaknya Papa udah ngantuk deh, sana Papa tidur aja," Willia mendorong tubuh suaminya itu untuk masuk, ia masih ingin menikmati suasana yang tenang.
"Apa sih, Ma? Kenapa Mama malah mengalihkan pembicaraan?" seru Yusuf tak terima.
"Awal kita nikah itu Papa cuman tukang kayu. Lupa ya?"
Yusuf menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Malu? Jelas karena ia hampir melupakan perjuangannya bersama sang istri. Mengingat dulu ia dan Willia bersama membangun perusahaan yang kini berdiri, bahkan jatuh bangun mereka lewati bersama, sampai Tuhan mengizinkan mereka untuk meraih kesuksesan.
"Papa tuh gak usah cemburu kalau lihat cowok-cowok pada ngelirik Mama. Terima aja takdirnya kalau istri cantik Papa selalu membuat orang terpesona. Seganteng, sekaya, sebaik apapun cowok yang deketin Mama. Tetap Papa yang terbaik di mata Mama," ungkap Wilia. Yusuf merasa terharu langsung mendekap istrinya itu.
"Ayolah. Momennya udah pas nih." Yusuf menarik tangan sang istri untuk masuk. Menghabiskan malam hangat bersama kekasih halal. Tidak mudah mempertahankan sebuah hubungan, sampai di titik ini. Rasa cemburu yang menjadi bumbu hungungan mereka tidak sampai membuat keretakan dalam rumah tangga.
Karena cemburu dalam sebuah hubungan itu di butuhkan tapi dalam porsi yang pas tidak kurang dan lebih. Tidak ada cemburu dalam hubungan itu akan membuat hambar.
***
"Wil mau jalan-jalan dulu sebentar ya, Bu. Kalau anak-anak rewel bangunin aja Mas Yusuf," tutur Willia pada ibu mertuanya sebelum berjalan melewati pintu.
Ia tidak sabar memanjakan matanya dengan pemandangan indah yang menyejukkan. Biarlah Yusuf bergulung dengan selimut, lelaki itu juga pasti akan menolak jika diajak jalan pagi.
"Mbak, kok sendirian?" tanya Niko yang sedang duduk di batu besar sambil menyesap kopinya.
"Iya, Mas Yusuf masih tidur," jawabannya sambil tersenyum.
"Senyumanmu mengalihkan duniaku," batin Niko. Ia menatap punggung wanita itu yang kini berjalan menjauh.
Saking terpakunya melihat pemandangan Willia tidak melihat pijakannya, ia tersandung batu dan sebuah tangan menangkap tubuhnya sebelum mencium aspal.
"Kamu gak apa-apa?" Suara itu sangat Willia kenal. Netranya menangkap wajah tampan yang menjadi masa lalunya.
"Aku tahu, aku ganteng. Gak usah sampe segitunya kali lihatinya," bisik Gio dengan senyum yang selalu menawan.
Willia dengan cepat melepaskan dirinya dari Gio. Tidak menyadari jika sepasang mata memperhatikannya dari jauh. Tangan itu mengepal menahan amarah.
"Kebetulan kita ketemu lagi," seru Willia basa-basi.
"Bukan kebetulan. Takdir membawaku untuk bertemu lagi dengan cintaku." Willia berniat pergi, tidak ingin menanggapi perkataan lelaki itu. Tapi tangannya di cekal.
"Izinkan aku untuk menjelaskan alasanku tidak menghubungimu saat itu," pinta Gio.
"Itu masa lalu. Jadi tidak penting untukku," balas Wilia sambil menepis tangan Gio. Ia kembali pulang karena rasa ingin untuk jalan-jalan hilang karena keberadaan Gio.
"Om ganteng … kok di sini?" teriak Raysa lalu berlari mendekati lelaki itu dan melewati Willia. Baru saja keluar dari gerbang Villa ia mendapati Gio.
"Lagi ada pemotretan," jawab Gio seadanya. Lelaki itu memang sudah tiga hari berapa di puncak untuk pemotretan. Gio yang sudah menggapai cita-citanya menjadi Top model dunia kini banyak job yang di jalani.
"Main ke villaku yuk. Ayok, aku juga pengen foto bareng sama model femes ini," ajak Raysa sambil menarik tangan lelaki itu.
***
"Papa udah bangun ternyata. Mau dibuatin kopi atau teh?" tanya Willia mendekati suaminya yang sedang duduk di balkon. Yusuf hanya diam, ia memilih sibuk dengan benda pipih di tangannya.
"Pa …."
Yusuf hanya menjawab dengan deheman. Netranya masih menatap layar datar itu.
"Kalau mau dibikinin minum, bilang aja. Mama mau mandiin dulu anak-anak," seru Willia dan berlalu meninggalkan Yusuf yang masih belum bergeming.
Willia menghentikan langkahnya saat melihat Gio yang duduk di ruang tengah bersama Raysa dan Niko sedang tertawa bersama. Entah apa yang mereka tertawakan. Ia langsung berbelok ke kamar Raysa tidak memperdulikan kehadiran lelaki itu. Pasti Raysa yang memaksa lelaki itu untuk masuk.
"Kamu mau bikin beruang kutub marah, Sa? Nanti aku lagi yang kena," gumam Wilia sambil menggeleng pelan.
Bersambung ….

Komentar Buku (50)

  • avatar
    NuryantiAde

    very cool

    30/03/2023

      0
  • avatar
    ClokNiko

    bagus

    07/12/2022

      0
  • avatar
    OppoVivo

    terima kasih atas cerita nya

    11/04/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru