logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Mudah Terpengaruh

Hampir dua jam Raka menunggu Mia keluar dari kelasnya. Dia benar-benar bosan. Beberapa kali Raka melirik jam tangan yang dia kenakan.
“Sekarang aku tahu gimana bosennya para pengawal papa waktu aku sama Arvin masih sekolah dulu,” gumam Raka sambil mengurut hidung. Sesekali dia memainkan ponselnya untuk membunuh kebosanan.
“Tahu gitu aku nunggu di area food court.”
Raka sedikit menyesali keputusannya yang menunggu di dekat kelas Mia. Dia menatap malas pada beberapa mahasiswi yang tak sengaja berjalan di depannya. Mereka saling berbisik satu sama lain dengan tatapan memuja ke arah Raka.
Siapapun bisa melihat, perawakan dan penampilan Raka tidak cocok untuk ukuran seorang pengawal. Dia jauh lebih cocok menjadi aktor, model, atau pimpinan perusahaan atau pangeran dalam negeri dongeng seperti yang diimpikan Mia.
Sampai detik ini, Raka masih tidak mengerti alasan Yudha yang bersih keras menyuruhnya menjadi pengawal Mia. Sungguh, jalan pikiran Yudha sulit untuk dipahami. Menyuruh seseorang yang merupakan lulusan MBA seperti Raka menjadi pengawal seorang mahasiswi.
Meski kerap berselisih pendapat, pada akhirnya Raka tetap menuruti perintah Yudha. Raka menyadari bahwa Yudha sudah memberikan banyak hal, salah satunya mengizinkannya melanjutkan kuliah program MBA di London hingga bekerja selama dua tahun di perusahaan temannya.
“Mas Raka!”
Lamunan Raka pecah berkat teriakan seseorang. Hampir saja dia mengumpat kasar kalau tidak ingat pemilik suara barusan adalah Mia. Saat menoleh ke samping, dia bernapas lega melihat Mia sudah keluar dari kelasnya.
Namun, ekspresi Raka kembali datar begitu mengetahui Mia tidak datang seorang diri. Ada gadis lainnya yang berdiri di samping Mia. Wajahnya imut dan manis.
“Fani, tadi aku udah cerita sama kamu ‘kan? Ini pengawalku. Namanya Mas Raka,” celoteh Mia dengan riang.
“Ini pengawalmu? Yang bener?”
“Beneran. Aku ngomong jujur, Fani,” balas Mia meyakinkan.
“Ya ampuuuun, dia ganteng banget!”
“Kayak aktor di drama Korea yang selalu kita tonton, ya?” Mia tanpa sadar asyik bercerita dengan Fani, sahabatnya dari zaman popok.
Fani mengangguk dengan senyum semringah. “Salam kenal, Mas. Aku sahabatnya Mia. Namaku Fani.”
“Raka.” Raka kembali melirik Mia. “Kamu udah selesai?”
“Udah!” Mia bergelayut manja di lengan Raka. “Nanti setelah jam makan siang, aku ada satu mata kuliah lagi. Sebelum itu, kita makan siang bareng ya, Mas?”
“Makan siang bareng?”
Mia mengangguk-angguk semangat. “Mas Raka pasti capek dan bosen nungguin aku di sini,” ucapnya memperlihatkan rasa khawatir pada Raka.
“Oke.”
Wajah cerah Mia berubah kusut mendengar respon singkat Raka. “Ugh, kenapa Mas Raka nggak manggil namaku lagi?”
Raka terdiam sejenak, lantas menghela napas panjang. “Iya, Mia.”
“Gitu dong!” Senyuman lebar kembali menghiasi wajah Mia. Dia memeluk erat lengan Raka yang berulang kali mencoba melepaskan diri. Namun, Mia malah semakin mengeratkan pelukannya dan Raka terpaksa mengalah untuk kesekian kali.
Fani menyadari atmosfer di sekitar mereka berubah. Banyak pasang mata yang sedari tadi memperhatikan interaksi Mia dengan pria yang diklaim sebagai pengawalnya. Jika dibandingkan pengawal, pria itu jauh lebih cocok sebagai kekasih Mia.
“Mia, kamu yakin Mas Raka pengawalmu?” tanya Fani sedikit berbisik pada Mia. Mungkin tidak berbisik sepenuhnya karena Raka berhasil mencuri dengar pembicaraan mereka.
“Papa sama Mama ngenalin Mas Raka ke aku gitu.” Mia menjawab jujur. “Emangnya kenapa, Fani?”
“Kamu masih inget nggak, drama Korea yang kita tonton minggu lalu? Di drama itu, tokoh utama pria pura-pura jadi pengawal tokoh utama wanitanya. Ternyata, mereka udah dijodohin sama orang tua masing-masing,” cerocos Fani panjang lebar, lantas melirik penuh arti ke arah Raka. “Menurutku, Mas Raka punya ciri-ciri yang sama kayak tokoh utama pria di drama itu deh.”
“Yang bener?”
Fani mengangguk semangat. “Masa iya pengawal ganteng banget kayak Mas Raka? Lihat, proporsi tubuhnya aja kayak model papan atas. Mas Raka lebih cocok jadi aktor atau model. Oh, sama bos perusahaan yang super ganteng dan cool. Aku yakin, dia pasti calon suamimu, Mia.”
Belum sempat Mia menjawab, Raka sudah lebih dulu menariknya pergi. Meninggalkan Fani yang masih terbengong di depan kelas.
“Mas Raka, kenapa aku dibawa pergi?! Aku belum selesai ngomong sama Fani!”
Raka tidak peduli rengekan manja dan kalimat protes yang terus keluar dari bibir Mia. Teringat lagi kejadian tadi pagi, dia meyakini otak Mia akan mudah sekali diracuni dengan penjelasan Fani yang terdengar sangat konyol.
“Mas Raka, lepas!” Mia merasa kesakitan saat Raka mencengkeram kuat pergelangan tangannya. “Tanganku sakit!”
Bersamaan dengan isakan kecil yang lolos dari Mia, Raka refleks melepas cengkeraman tangannya. Dia menoleh ke belakang dan terperanjat setelah mendapati mata Mia sudah basah.
“Ma-Maaf.” Raka bersungguh-sungguh meminta maaf. “Sakit?”
“Huhu ... sakit ... Mas Raka ngelukain tanganku ....”
Raka kelabakan mendengar tangisan Mia semakin keras. Beberapa orang mulai melirik dan saling berbisik.
“Ja-Jangan nangis!” Raka tidak tahu harus berbuat apa untuk menghentikan tangisan Mia. Dia pun memilih mengusap-usap pergelangan tangan Mia, memberinya pijatan lembut dan mengecupnya beberapa kali.
Raka terus melakukannya sampai tidak menyadari tangisan Mia perlahan mereda sejak dia mengecup pergelangan tangannya. Ketika Raka mendongak, bola matanya nyaris keluar mendapati senyum lebar menghiasi wajah Mia.
“Setelah dicium Mas Raka, tanganku nggak sakit lagi.” Mia tersipu malu. “Nanti kalau aku luka lagi, Mas Raka cium, ya? Supaya lukanya cepat sembuh.”
PLAK!
Raka menepuk keningnya dramatis. Sikap ajaib Mia benar-benar membuatnya frustrasi.
“Ayo, kita pergi!”
Mata Mia berkedip polos melihat tangan Raka menggandeng tangannya. Kali ini terasa jauh lebih lembut.
Raka mengernyitkan dahi ketika mendengar tawa ceria dari belakang. “Ada apaan lagi?”
“Aku malu.”
Raka menghentikan langkah kakinya sampai mereka berhenti di dekat area parkir. “Malu kenapa?”
“Kita gandengan tangan kayak pasangan, Mas. Aku malu,” lanjut Mia sembari menutupi wajahnya yang merona hebat.
Raka buru-buru melepaskan tangannya yang sudah lancang menggenggam tangan Mia.
“Aku jadi ingat kata Fani tadi. Jangan-jangan, Mas Raka emang calon suamiku, ya?”
“Bukan! Aku—”
“Aih, nggak usah malu, Mas.” Mia memukul bahu Raka dengan gaya centil, “Aku nggak keberatan kok nikah sama Mas Raka. Soalnya Mas Raka ganteng banget, kayak pangeran impianku, hihi ....”
Siapa saja, tolong tenggelamkan Raka sekarang.
TO BE CONTINUED

Komentar Buku (506)

  • avatar
    Fani Rifa

    susah ditebak alur ceritanya jd menarik

    4d

      0
  • avatar
    1Dika

    asu

    17d

      0
  • avatar
    HsheuuwHgwkwgie

    Mak jek balam 39

    21d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru