Overview
|Catalog
- Tag(s):
- Tidak setia
- Pernikahan yang diatur
- Perceraian
- Drama
- Keluarga
- Memutar
Laila dihadapkan pilihan oleh Ibu mertua dan sang suami antara memilih dicerai atau dipoligami. Pilihan itu terjadi sebab Laila selama lima tahun menikah dengan Haris tidak kunjung mendapat keturunan. Apakah yang Laila pilih?
Last Update
Editor´s Choice
Recommendation
Book Comment (98)
- Total: 103
Chapter 1 Cerai atau diPoligami
“Kau pilih cerai atau ijinkan Haris menikah lagi?!” tanya Ibu mertua tiba-tiba. Jantungku seperti maChapter 2 Sahabatku, Siska
Tiba di ruang meeting, semua mata menatapku. Mungkin merasa aneh, kenapa kali ini aku telat. BiasanyChapter 3 Informasi Penting
Rasanya baru kali ini malas pulang rumah. Ibu pasti akan membahas hal yang sama. Apalagi tadi pagi aChapter 4 Karyawan Baru
Tiba di ruang meeting, semua mata menatapku. Mungkin merasa aneh, kenapa kali ini aku telat. BiasanyChapter 5 Pencuri di Kamarku
Aku menunggu Damar yang sedang serius di depan laptop selama lima belas menit.
Menghela napas, beranChapter 6 Di Bawah Kasur
Ibu menatapku dengan bengis. Kedua matanya memerah, menahan amarah.
“Lepasin tangan, Ibu! Lepasin!”Chapter 7 Perkenalan
POV Sarnih
Namaku Sarnih, berasal dari kampung pinggiran kota. Perkampungan kumuh tepatnya. Tapi ituChapter 8 Benda Aneh
Benda apa itu? Kok seperti gulungan rambut? Kayaknya benar rambut. Kucoba menelisik benda persegi emChapter 9 Keputusanku
“Jangan ngomong sembarangan, Laila!” Gertak Bang Haris. Ibu memegang lengan anaknya. Menenangkan. AkChapter 10 Wanita Lain
“Ini kopinya,” Damar datang membawa kopi pesananku.
“Makasih,” jawabku singkat.
“Eh, ngapain dudukChapter 11 Mengusir
“I-Ibu?” Terbata-bata Bang Haris memanggil Ibu.
“PULANG!!!” Teriak Ibu. Aku memijat pelipis. PikiranChapter 12 Merasa Beruntung
POV Haris (1)
Aku adalah laki-laki yang amat sangat beruntung. Memiliki istri yang cantik, cerdas,Chapter 13 Takut Miskin
PoV Haris
Aku tak menyangka si Meyla berani bicara seperti itu. Kenapa juga wanita ini bisa tau kalChapter 14 Jatuh Harga Diri
Sayup adzan subuh terdengar. Aku menggeliat, menguap, menyibakkan selimut menuju kamar mandi.
DalamChapter 15 Pergi
Haris membisu. Menatap sendu. Lalu ia merunduk. Pertanyaanku tak kunjung dijawabnya.
“Sudahlah, akuChapter 16 Janda Gatel
PoV Ibu Sarnih
Rencana yang sudah aku susun bertahun-tahun berantakan. Rencana menjadi orang yang banChapter 17 Mengeluh
POV Laila
Ketukan pintu membuatku tersadar dari lamunan.
“Masuk!” ucapku setengah berteriak.
“TumbeChapter 18 Blokir
“Laila ... kok ngomongnya gitu? Kamu pura-pura marah sama ibu?” tanya Ibu bersuara lembut.
“Pura-puChapter 19 Siapa Salma?
Nomor Haris sudah aku blokir. Begitu pun nomor Ibunya. Setidaknya mulai saat ini bisa bernapas lega.Chapter 20 Kejujuran Salma
“Tiga bulan lalu, saya kerja di perkebunan teh.” Salma mulai bercerita. Tatapannya menerawang.
“SayChapter 21 Kegeeran
PoV Haris
Sebelumnya aku sangat bahagia, Laila menyuruhku datang ke rumahnya. Aku pikir ia membatalkaChapter 22 Tentang Damar
PoV Laila
Aku bersyukur rapat kali ini berjalan dengan lancar walau mendadak. Dan yang membuatku lebiChapter 23 Bertemu Meyla
Aku menyesap kopi tegukan terakhir. Kulirik Siska sibuk dengan ponselnya.
“Cie ... yang mau nikah, guChapter 24 Rencana Meyla dan Siska
“Mey, Meyla! Gimana ceritanya lo kenal ama tuh orang?” Siska menggoyangkan bahu Meyla. Aku dan SiskaChapter 25 Belangnya Haris
PoV Haris
Selesai mengantar Tante Susi belanja, aku langsung pulang. Aku masih tidak terima dia menyeChapter 26 Lokasi Syuting
Sudah kuduga, Haris pasti tidak hadir di persidangan. Ia lebih memilih jalan bersama Meyla. Tapi tidChapter 27 Haris dan Meyla
PoV Haris
“Mobil baru?” tanya Meyla menatapku dengan wajah berbinar.
“Iya. Bosen mobil yang kemarin,”Chapter 28 Cerita Meyla
Akhirnya syuting iklan yang kami tangani sudah selesai. Kalau tadi tidak hujan, mungkin jam tujuh maChapter 29 Pindah Ke Apartemen
PoV Haris
Lagi-lagi aku merasa dirugikan jalan bersama Meyla. Biasanya aku yang suka morotin uang waChapter 30 Mengemis
Hampir satu jam Meyla bercerita tentang kebersamaanya dengan Haris. Aku, Siska, Bi Inah dan Mang KaChapter 31 Villa
Aku bergegas masuk lift, meninggalkan Bu Sarnih yang masih berdiri. Raut wajahnya nampak kesal. BebeChapter 32 Meyla dan Bu Sarnih
PoV Bu Sarnih
“Laila, SOMBONG!!! Aku udah ngerendahin diri masih saja sok kaya! Apa salahnya aku tinChapter 33 Kejadian di Villa
Aku membelah kerumunan para karyawan. Ternyata Gita yang tadi berteriak. Gita mendekatiku, jarinya mChapter 34 Keputusan Bu Sarnih
PoV Bu Sarnih
“Coba dicari lagi, Mey. Kali aja keselip dompetnya.” Aku berkata pada Meyla. MenyuruhnChapter 35 Siapa Pelaku Terror?
Mendengar pertanyaan Damar, darahku mendidih. Amarah seketika membuncah. Didiamkan, dia malah melunjChapter 36 Pertengkaran
PoV Haris
Ibu dan Tante Susi beradu pandang. Kedua mata mereka saling melotot. Masing-masing tangannChapter 37 Mengecek CCTV
“Bu Laila, kuenya gak dicicipi? Tenang, Bu ... kue ini gak basi kok. Gak aku kasih racun juga. HehehChapter 38 Di Rumah Meyla
PoV Bu Sarnih
Tak kusangka, anak yang sudah kubesarkan selama ini, berani melawan dan meninggalkankuChapter 39 Mengungkap Pelaku Terror
Penjelasan Damar membuatku dan Siska tercengang. Kalau memang benar, saat itu Damar tertidur, pastiChapter 40 Haris Kecewa
PoV Haris
Tiba di apartemen, Tante Susi langsung merebahkan tubuh moleknya di atas kasur ukuran kingChapter 41 Introgasi
Kedua tangan Siska mengepal. Kemarahan terpancar dari kedua matanya yang memerah.
“Kita makan dulu yChapter 42 Pertemuan Meyla dan Susi
PoV Bu Sarnih
Haris mematikan telepon sepihak. Dasar anak kurang ajar! Makin ke sini, sikapnya makinChapter 43 Terungkap
Sepanjang jalan aku menangis. Pikiran buruk berkecamuk. Entah bagaimana nasibku jika Damar tidak datChapter 44 Meninggalkan Haris
PoV Haris
“Kata Haris, kamu itu wanita kaya raya tapi mat-re!!! Suka morotin duit Haris dan Ibunya!!Chapter 45 Berziarah
Hari ini, aku berencana ke kota Karawang untuk berziarah ke makam Ummi dan Abi. Hampir enam bulan tiChapter 46 Mungkin Tidak Waras
PoV Haris
“Bu, itu bukan Meyla,” ucapku mengingatkan Ibu. Ibu masih saja menyilangkan tangannya ke pChapter 47 Anak Angkat
Ternyata masakannya enak juga. Walaupun dengan menu sederhana. Apalagi goreng ikan Lelenya, gurih!
TChapter 48 Panti Asuhan
PoV Haris
“Har, Haris!”
“Iya, Yang?” Tante Susi menepuk bahuku, embuyarkan lamunan. Aku masih tak peChapter 49 Cerita Nafisa
Pagi harinya kulihat Nafisa sedang menikmati sarapan. Aku duduk di kursi yang bersebrangan dengannyaChapter 50 Kabur
PoV Haris
Tak berapa lama, wanita renta dengan gamis hitam kerudung putih datang menghampiri. WanitChapter 51 Pinggir Trotoar
PoV Laila
Perjalanan menuju kantor terjebak macet. Mungkin karena aku datang lebih siang dari biasanChapter 52 Rumah Sakit Jiwa
l
“Lo yakin itu ibunya Haris?” Sepertinya Siska tidak percaya dengan ucapanku.
“Gue yakin. Tadi gue uChapter 53 Diajak Nikah
PoV Haris
Malam ini, tante Susi tidur di apartemen menemaniku. Tumben sekali janda montok itu langsuChapter 54 Cemburu
Sudah setengah jam kami berempat menunggu kepergian Haris dan pacarnya dari rumah sakit di dalam mobChapter 55 Haris Bertemu Nafisa
PoV Haris
Laila menoleh, aku memamerkan senyum termanis. Senyuman yang dahulu selalu mampu meluluhkanChapter 56 Titik Terang
“Itu kucing lewat,” jawab Siska diiringi kekehan. Sial! Aku dikerjain.
“Habisnya lo ngelamun mulu. JChapter 57 Tes DNA
PoV Haris
“Sejak kapan tanda ini ada?” Tunjuk Nafisa pada tanda bulat berwarna coklat di telapak tanChapter 58 Di Butik
POV Laila
“Kayaknya bukan Haris kamu. Masa sih Ummi Abi ngijinin kamu nikah sama laki-laki yang gakChapter 59 Mantan Pacar
Plakk!!
Kutampar pipi Haris dengan keras. Kurang ajar! Beraninya dia bilang aku selingkuh. Laki-lakiChapter 60 Licik
PoV Haris
Tak kusangka, Laila berani menamparku di depan Siska dan Susi. Bagaimana bisa, wanita yangChapter 61 Kecelakaan
Langkah kaki kuayunkan menuju kantin Perusahaan. Di kantin, aku termangu. Mengingat kembali perjalanChapter 62 Haris Histeris
Setelah menerima telepon Nafisa, aku segera memesan ojek online. Lagi ngirit, gak perlulah pesan graChapter 63 Mengetahui Korban Kecelakaan
Handphone berdering, aku mengerutkan kening melihat nama si penelepon. Siska.
“Napa, Sis?”
“CepetanChapter 64 Kepincut Janda
“Laila?” Siska memecah keheningan di antara kami.
“Hm?”
“Nafisa udah tau kalau si Haris mantan laki lChapter 65 Dijemput
l
Selesai makan, Damar langsung pamit. Aku mengantarnya sampai depan rumah.
“Kamu bawa lagi aja mobilChapter 66 Salah Tingkah
Tiba di parkiran kantor, Damar mematikan mesin mobil. Aku bergegas turun. Namun, lelaki berkulit putChapter 67 Wanita Bergamis Ungu
Hubunganku dengan Damar semakin dekat. Apalagi semenjak Siska cuti mau menikah. Semua pekerjaan SiskChapter 68 Seperti dipelet
PoV Damar
Masya Allah, Subhanallah ... tak henti hatiku mengucapkan dua kalimat itu. Menganggumi cipChapter 69 Mengumumkan
PoV Laila
Duh, kenapa dia nanya gitu sih? Ya gak salah, tapi kan rasanya gak adil saja. Aku udah perChapter 70 Takut Tertular
Hubunganku dan Damar sudah berjalan satu tahun sejak lelaki yang usianya terpaut enam tahun dengankuChapter 71 Sadewa Berlutut
“Kalau kamu takut aku tertular penyakit kelamin Haris, kamu boleh membatalkan rencana pernikahan kitChapter 72 Haris Berpulang
“Calon suami?”
“Iya. Lu mau tau siapa orangnya?” Sadewa mengangguk. Kayak burung gagak. Tanpa ragu,Chapter 73 Hotel
Isak tangis masih terdengar di ujung telepon.
“Kamu sekarang lagi di mana?”
“Aku dan keluargaku masiChapter 74 Menikah
Tuduhan yang dilayangkan Sadewa membuat kami mengambil keputusan agar segera melangsungkan pernikahaChapter 75 Berkali-kali
Alhamdulillah, rasa syukur tak henti aku ucapkan. Menikmati malam pertama bersama Damar, sungguh sanChapter 76 Kedatangan Meyla
Setelah satu Minggu cuti dari pekerjaan kantor, aku dan Damar kembali bekerja.
Pagi ini, seperti biasChapter 77 Keluar Rumah Sakit Jiwa
PoV Bu Sarnih
Akhirnya, aku bisa keluar dari tempat orang-orang yang tidak waras! Kini saatnya aku aChapter 78 Rencana Licik
PoV Bu Sarnih
Hussain? Mirip nama belakang Laila. Tapi rasanya tidak mungkin kalau Nafisa punya hubuChapter 79 Ke Rumah Susi
PoV Bu Sarnih
Bagaimana bisa Halimah ada di sini? Dan menjadi ibu kandung Nafisa? Atau jangan-janganChapter 80 Bingung
PoV Laila
Sepertinya untuk beberapa hari ke depan aku tidak dapat berhenti kerja dulu. Ternyata banyChapter 81 Tidak Menunda Momongan
PoV Laila
Raut wajah Mama berubah sendu. Ia tak seceria sebelumnya. Tampak sekali kesedihan dan rasaChapter 82 Berakting
Maksudnya apa, Nafisa mengatakan Haris almarhum? Apa sebenarnya Haris sudah ... Mati?? Rasanya tidakChapter 83 Istirahat
POV Bu Sarnih
"Baiklah kalau begitu. Saya hanya menawarkan saja."
Tidak perlu ditawarkan Sisi, aku tChapter 84 Pindah Kamar
PoV Bu Sarnih
Setelah Nafisa keluar kamar, aku menyibak selimut. Bangkit, segera mengunci pintu kamaChapter 85 Kedatangan Sadewa
PoV Laila
Hari ini aku dan Damar berencana pergi ke tempat penyaluran tenaga kerja atau asisten rumaChapter 86 Pembantu Baru
PoV Laila
Raut wajah Sadewa berubah memerah. Entah menahan marah atau malu karena mendapat peringataChapter 87 Bertemu Salma
PoV Bu Sarnih
Hari ini aku berencana akan menjual cincin milik Ria. Sebelum anak tidak sopan itu menChapter 88 Berkunjung Ke Rumah Laila
PoV Bu Sarnih
Aku tak menduga akan bertemu dengan Salma lagi. Padahal terakhir bertemu dia akan pulaChapter 89 Kumat Gila
PoV Ibu Sarnih
"Kamu ... Kamu kenal sama kakak kandungnya Haris?" tanyaku meyakinkan apa yang aku deChapter 90 Rahasia Salma
PoV Laila
Tidak berselang lama, Salma datang membawa plastik berisi beberapa lembar uang kertas monoChapter 91 Dilema
PoV Ibu Sarnih
Aku tidak mengerti, kenapa rambutku awut-awutan begini. Tadi pas bangun tidur, ditangChapter 92 Bimbang
PoV Ibu Sarnih
Aku jadi penasaran, apa yang Nafisa lakukan sehingga Ummi Abi Laila kecewa? Oh iya, kChapter 93 Memanfaatkan Kesempatan
PoV Bu Sarnih
Hari ini aku sangat bahagia sekali karena Nafisa, Erni dan Ria pergi dari rumah. NafisaChapter 94 Bertemu Nafisa
PoV Laila
Minggu ini, Nafisa mengajakku bertemu di salah satu pusat perbelanjaan. Damar tidak ikut, sChapter 95 Dirampok
PoV Laila
"Kamu jangan nakutin deh, La! Masa sih Ibu itu tega menggasak barang-barang di rumahku?" NChapter 96 Beraksi Lagi
PoV Bu Sarnih
Di dalam mobil, aku tak henti tersenyum. Memeluk tas dengan erat. Rasanya hatiku sangaChapter 97 Menggasak
PoV Bu Sarnih
Aku harus menunggu Susi benar-benar terlelap. Sambil menunggu waktu, duduk di bangku mChapter 98 Meninggalkan Rumah Susi
PoV Bu Sarnih
"Iya, Pak. Walaupun baru saya beli beberapa bulan lalu, tidak masalah kalau saya jual.Chapter 99 Dilaporkan Polisi
PoV Laila
"Nafisa, sabar ya?" Kupegang pundak kanan Nafisa, menuntunnya duduk di sisi ranjang. Air mChapter 100 Makan Malam
PoV Bu Sarnih
Hahahha ... Hatiku sangat bahagia. Di dalam tas ini, uangku saaaaaangat banyak! SekaraChapter 101 Penjara
PoV Bu Sarnih
Lemas sudah persendianku. Berharap Mas Agung yang membayar semua makanan, justru aku yChapter 102 Hamil
PoV Laila
Semalam aku mendengar kabar tentang tertangkapnya Bu Sarnih oleh pihak kepolisian. BeruntuChapter 103 Melahirkan
PoV Laila
Kabar tentang kehamilanku langsung dibagikan Damar melalui media sosial. Berbagai komentar
cerita nya bgus,bnyk pelajaran nya, sukses selalu ya kk
08/08
0baca novel nih mmg best,senang Je x perlu susah ii beli buku lagi ,dri x suka baca Novel terus sukaaa bacaaaaaaaa
01/07
0seru nihh
29/06
0good story
25/06
0bermanfaat
03/06
0ini sangat baik
19/05
0ilike janda
20/02
0bagus
12/02
0bagus
08/02
0nice story
05/02
0